Menyembuhkan Diri dari Luka Batin Akibat 'Father Wound'

Rifaa Khairunnisa
Mahasiswi Jurusan Sistem Informasi, Universitas Pembangunan Jaya.
Konten dari Pengguna
28 April 2024 9:21 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifaa Khairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi seorang anak perempuan bersama figur Ayah-nya. Sumber: iStock
Dalam perjalanan hidup setiap individu, sering kali kita dihadapkan pada dinamika hubungan yang memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional. Hubungan dengan orang tua menjadi salah satu dampak mendalam pada perkembangan dan kesejahteraan psikologis oleh segenap individu. Salah satu aspek yang sering kali menjadi fokus utama dalam psikologi adalah hubungan anak dengan figur ayah.
Sebuah figur ayah yang stabil, mendukung, dan terlibat secara aktif dalam kehidupan anaknya dapat memberikan fondasi kuat untuk pengembangan kesehatan mental yang optimal. Namun, tidak semua hubungan ayah dan anak berjalan sebagaimana mestinya. Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi kualitas hubungan tersebut, termasuk kehadiran fisik, pola pengasuhan, serta dukungan emosional yang diberikan oleh seorang ayah.
Ketika hubungan antara seorang anak dan ayahnya tidak mampu memenuhi kebutuhan emosional dan psikologis anak, sering kali timbul ‘Father Wound’ atau luka batin akibat kurangnya atau ketidakseimbangan dalam interaksi yang memadai antara anak dan ayah. Hal tersebut dapat menjadi penyebab utama dari berbagai masalah psikologis yang mengganggu, serta menjadi penghalang dalam mencapai kesejahteraan psikologis yang optimal.
ADVERTISEMENT
Mengenal Lebih Jauh ‘Father Wound’
‘Father wound’ merujuk pada luka batin atau trauma emosional yang terjadi pada seseorang akibat dinamika kompleks pada hubungan antara anak dengan figur ayah. Menurut penelitian oleh Balcom (1998) dan Miller (2012), keberadaan seorang ayah yang tidak konsisten dalam kehidupan seorang anak dapat berdampak negatif pada harga diri anak tersebut. Hal ini tercermin dalam kecenderungan anak-anak yang meragukan nilai diri mereka sendiri sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai keberhargaan mereka karena ketidakhadiran ayahnya.
Ironisnya, di Indonesia sering kali kesehatan fisik dan mental anak dianggap menjadi seluruh tanggung jawab utama ibu sebagai "pengasuh”, sementara dalam kenyataannya, negara ini menduduki peringkat ketiga sebagai negara fatherless di dunia, di mana kehadiran ayah dalam kehidupan anak sering kali minim atau tidak konsisten. Akibatnya, streotip seorang ayah yang melekat dengan “pelindung” akan hancur seketika karena fenomena ini.
ADVERTISEMENT
‘Father wound’ juga dapat disebabkan oleh kurangnya interaksi emosional yang sehat antara ayah dan anak, seperti kurangnya ekspresi kasih sayang, kehangatan, atau kepercayaan yang diberikan oleh ayah kepada anaknya. Selain karena ketidakhadiran ayah yang tidak konsisten, terdapat juga situasi di mana anak mengalami 'father wound' karena kehilangan ayah secara permanen, seperti akibat kematian. Kehilangan seorang ayah tidak hanya meninggalkan luka emosional yang mendalam, tetapi juga mengubah dinamika keluarga secara keseluruhan.
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang kehilangan ayahnya karena kematian sering mengalami kesulitan dalam memproses rasa kehilangan dan melanjutkan kehidupan tanpa figur ayah yang hadir. Mereka mungkin mengalami perasaan kesepian, kehilangan identitas, dan pertanyaan-pertanyaan yang dalam tentang makna keberadaan mereka di dunia tanpa sosok ayah. Ketidakhadiran ayah tentunya meninggalkan trauma psikologis yang mendalam pada sang anak.
Ilustrasi seorang anak perempuan bersama figur Ayah-nya. Sumber: iStock
Tanda Seseorang Mengalami Gejala ‘Father Wound’
ADVERTISEMENT
1. Sulit Mengontrol Emosi
Seseorang yang mengalami ‘father wound’ sering menghadapi kendala emosional yang berdampak signifikan pada kehidupan mereka. Salah satu dampak utama adalah kesulitan dalam mengungkapkan emosi dan mengatasi emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, atau ketakutan. Kehadiran ayah yang tidak memberikan dukungan emosional menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi secara jelas.
Hal tersebut dapat mengakibatkan penekanan atau penolakan emosi karena kurangnya keterampilan dalam mengatasi dan mengkomunikasikan perasaan dengan tepat. Seseorang yang merasa ditinggalkan oleh ayahnya mungkin mengalami kesedihan mendalam karena merindukan kehadiran ayah yang hilang. Ketakutan juga dapat muncul karena ketidakpastian tentang hubungan atau kepercayaan yang rusak dalam interaksi dengan pria.
2. Rasa Takut Kehilangan Seseorang dan Trauma Mendalam
ADVERTISEMENT
‘Father wound’ sering kali menyebabkan seseorang mengalami rasa takut yang mendalam terhadap kehilangan. Kehadiran ayah yang minim atau tidak stabil dapat menciptakan perasaan ketidakamanan dan ketidakpastian yang konstan. Hal ini dapat membuat individu tersebut memiliki ketakutan yang sangat tinggi terhadap kehilangan orang-orang yang mereka cintai atau yang memiliki peran penting dalam kehidupan mereka.
3. Sulit Membangun Hubungan dengan Pria
Seseorang yang mengalami luka dari ‘father wound’ sering menghadapi kesulitan besar dalam membentuk hubungan yang sehat dan dekat dengan pria di usia dewasa. Dampak utamanya adalah kesulitan dalam mempercayai dan membuka diri kepada pria. Individu dengan luka seperti ini mungkin merasa sulit untuk mengembangkan ikatan emosional yang mendalam atau mungkin cenderung menjaga jarak sebagai bentuk perlindungan diri dari rasa takut akan luka lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, luka dari ‘father wound’ juga dapat menghasilkan masalah dalam hal citra dan harga diri. Seseorang yang merasa ditinggalkan atau diabaikan oleh figur ayah mereka mungkin mengalami perasaan tidak berharga atau merasa bahwa mereka tidak pantas menerima cinta dan perhatian dari pria lain. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk menerima kasih sayang dan dukungan dari pria dalam kehidupan mereka.
4. Kurangnya Kepercayaan Diri
Kurangnya kepercayaan diri sering terkait dengan perasaan merasa kecil atau tidak berharga karena tidak memiliki figur ayah atau merasa ditinggalkan. Seseorang yang mengalaminya sering kali merasakan bahwa ketiadaan ayah atau pengalaman ditinggalkan telah mengakibatkan mereka merasa tidak pantas atau tidak layak mendapatkan cinta, perhatian, atau dukungan dari siapapun.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa berkecil hati, kurang percaya diri, atau bahkan meragukan kemampuan dan nilai diri mereka sendiri. Dampak ini bisa sangat mengganggu dalam membangun hubungan yang sehat dan bermakna dengan orang lain karena mereka mungkin merasa tidak memadai atau tidak pantas untuk menerima kasih sayang, perhatian, atau dukungan dari siapapun.
Ilustrasi seorang anak perempuan bersama figur Ayah-nya. Sumber: iStock
Bagaimana Pulih dari Gejala Father Wound?
Pemulihan diri dari gejala ‘father wound’ diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkesinambungan dengan cara mengenali dan memahami luka emosional secara menyeluruh yang dialami, serta melakukan upaya aktif untuk menyembuhkan dan membangun kembali kesehatan mental dan emosional seseorang.
1. Membangun Keyakinan pada Diri Sendiri
Pada dasarnya, membangun keyakinan pada diri sendiri melibatkan proses penerimaan diri yang mendalam dengan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta menyadari bahwa pengalaman masa lalu tidak menentukan sepenuhnya masa depan. Dengan keyakinan yang kuat, individu akan lebih mampu menghadapi tantangan, mengambil risiko yang diperlukan, dan mengembangkan potensi diri untuk mencapai tujuan hidup yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
2. Pahami Diri Sendiri
Proses memahami diri sendiri tidak hanya mengenai introspeksi, tetapi juga mengenai pengembangan kesadaran diri, pemahaman yang lebih baik mengenai emosi, serta penerimaan diri yang mendalam terhadap masing-masing individu. Hal ini menjadi fondasi yang kuat dalam proses pemulihan dan pertumbuhan pribadi setelah mengalami ‘father wound’.
3. Memaafkan Diri Sendiri
Proses ini melibatkan pengampunan terhadap diri sendiri atas kesalahan, kegagalan, atau perasaan tidak memadai yang mungkin dirasakan akibat dari pengalaman trauma atau kurangnya dukungan emosional dari figur ayah. Daripada meratapi atau menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, langkah yang lebih konstruktif adalah belajar dari pengalaman tersebut dan menggunakan mereka sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Dalam menghadapi ‘father wound’, perjalanan pemulihan tidaklah mudah. Namun, setiap langkah yang diambil menuju kesembuhan adalah langkah yang berarti dalam membangun kembali kesehatan mental dan emosional. Pemulihan dari luka membekas bukanlah proses instan, melainkan sebuah perjalanan yang memerlukan kesabaran, tekad, dan keberanian untuk menghadapi berbagai emosi yang muncul.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun juga, melalui proses ini, kita memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi versi diri yang lebih kuat, lebih sadar, dan lebih bijaksana.
Setiap langkah kecil yang kita ambil, seperti membangun keyakinan pada diri sendiri, memahami diri sendiri, dan memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang telah terjadi, tentunya akan membawa kita lebih dekat kepada penyembuhan dan kebahagiaan yang sejati. Kita juga belajar untuk menerima diri kita apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.