Mengubah Self-Loathing Menjadi Self Acceptance

Rifaa Khairunnisa
Mahasiswi Jurusan Sistem Informasi, Universitas Pembangunan Jaya.
Konten dari Pengguna
27 April 2024 21:38 WIB
Β·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifaa Khairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi self-loathing memicu seseorang menyalahkan diri sendiri. Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi self-loathing memicu seseorang menyalahkan diri sendiri. Sumber: Pexels
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam perjalanan hidup, sering kali kita dihadapkan pada situasi ketika ketidakpuasan terhadap diri sendiri mengintai. Pikiran yang dipenuhi rasa tidak percaya diri, merasa tidak berharga, dan keraguan terhadap diri sendiri muncul dengan intensitas yang mengganggu pikiran dan kesehatan mental kita.
ADVERTISEMENT
Hal ini sebenarnya merupakan pengalaman yang umum dialami oleh mayoritas orang. Namun, perlu disadari bahwa jika kita terlalu sering merasa kecewa atau tidak puas terhadap diri sendiri secara berlebihan dan terus-menerus, hal tersebut dapat mengarah pada perilaku yang tidak sehat, bahkan dapat dikategorikan sebagai self-loathing.
Mengenal Lebih Jauh Self-Loathing
Self-loathing adalah bentuk kritik diri yang merusak, menunjukkan perasaan ekstrim tidak menyukai atau membenci diri sendiri dengan pandangan yang sangat negatif. Sebagaimana melalui konsepsi yang dikemukakan oleh Blaise Aguirre, MD, mengungkapkan bahwa self-loathing atau self-hatred adalah ketidakpuasan terhadap diri sendiri yang meliputi perasaan tidak mampu, rasa bersalah, kritik diri yang berlebihan, serta rendahnya tingkat kepercayaan dan harga diri.
Self-loathing dapat menjadi sebuah siklus yang sulit diputus karena cenderung memperkuat dirinya sendiri melalui pola pikir dan perilaku yang merugikan. Misalnya, seseorang yang merasa tidak berharga mungkin cenderung mengabaikan diri sendiri, tidak melakukan perawatan diri, atau menarik diri dari interaksi sosial yang positif. Selain itu, self-loathing juga sering kali terkait dengan
ADVERTISEMENT
masalah kesehatan mental lainnya seperti depresi, kecemasan, bahkan gangguan makan pada segenap individu yang mengalaminya.
Faktor-Faktor Penyebab Self-Loathing
1. Pola Asuh Orang Tua
Dalam kebanyakan kasus, perilaku membenci maupun mengkritisi diri sendiri secara berlebihan merupakan salah satu akibat dari pola asuh yang disfungsional, seperti pola asuh otoriter dengan kecenderungan memerintah dan mengontrol tanpa memberikan ruang bagi ekspresi diri anak, pola asuh kompetitif oleh orang tua, serta pola asuh yang mengabaikan kebutuhan emosional pada sang anak.
Terkadang, orang tua terlalu banyak fokus pada kebutuhan fisik atau prestasi akademis anak sehingga mengabaikan kebutuhan emosional yang mengakibatkan anak merasa tidak didengar, tidak dihargai, atau kesepian secara emosional.
2. Sikap Perfeksionisme
Menurut Horney (dalam Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2008), sikap perfeksionisme merupakan seseorang yang mengembangkan need for perfection untuk menggabungkan keseluruhan kepribadian ke dalam diri ideal secara neurotik. Mereka cenderung tidak puas dengan sedikit perubahan dan sulit menerima hal-hal yang belum sempurna. Hal ini tercermin dalam upaya mereka mencapai kesempurnaan dengan membangun seperangkat "keharusan" dan "ketidakharusan" yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang memiliki sikap perfeksionisme cenderung memiliki standar sangat tinggi untuk diri mereka sendiri sehingga mereka sulit menerima kekurangan atau kegagalan. Dengan kata lain, sikap perfeksionisme memperkuat self-loathing dengan menciptakan lingkungan internal yang penuh tekanan dan kritik terhadap diri sendiri.
Individu yang terjebak dalam sikap perfeksionisme cenderung menilai diri mereka secara negatif ketika mereka tidak dapat memenuhi harapan atau standar yang mereka tetapkan sehingga pada akhirnya dapat mengarah pada perasaan tidak puas.
3. Standar Sosial yang Tidak Realistis
Standar sosial yang tidak realistis dapat menjadi faktor penyebab self-loathing karena menciptakan tekanan yang berlebihan dan menghasilkan perasaan tidak memadai atau tidak layak pada individu yang tidak dapat memenuhi standar tersebut. Standar sosial yang tidak realistis dapat berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti penampilan fisik, prestasi akademis, karier, hubungan interpersonal, atau kekayaan materi.
ADVERTISEMENT
Lantas, Apa Saja Ciri-Ciri dan Pengaruh Self-Loathing terhadap Kesehatan Mental?
Ilustrasi self-loathing memicu seseorang menyalahkan diri sendiri. Sumber: Pixabay
1. Memiliki Toleransi Rendah terhadap Kesalahan
Individu yang mengalami self-loathing cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap kesalahan atau kegagalan yang mereka lakukan. Mereka sering kali menyalahkan diri sendiri secara berlebihan dan sulit untuk menerima bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh.
2. Merasa Cemas saat Berinteraksi Sosial
Self-loathing dapat menyebabkan rasa tidak aman dan kurangnya keyakinan diri dalam berinteraksi sosial. Individu yang mengalami self-loathing mungkin akan merasakan perasaan cemas, khawatir, atau takut untuk terlibat dalam aktivitas sosial dengan orang lain karena takut akan penilaian negatif dan ketakutan akan membuat kesalahan.
3. Mengkritisi Diri Sendiri secara Berlebihan
Ciri yang sangat khas dari self-loathing adalah adanya kecenderungan untuk mengkritik diri sendiri secara berlebihan. Individu ini sering kali memiliki pandangan yang sangat negatif tentang diri mereka sendiri, meragukan kemampuan dan nilai diri, serta sering membandingkan diri mereka dengan standar yang tidak realistis.
ADVERTISEMENT
4. Masalah Gangguan Makan seperti Anoreksia dan Bulimia
Masalah gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia sering kali terkait dengan self-loathing karena individu yang mengalami self-loathing sering mengaitkan penampilan fisik dengan nilai diri mereka. Mereka mungkin merasa tidak pantas untuk makan atau menikmati makanan karena menganggap diri mereka tidak berharga atau tidak layak.
Dalam anoreksia, mereka percaya bahwa penampilan fisik yang sangat kurus adalah satu-satunya cara untuk merasa dihargai atau diakui, sedangkan dalam bulimia, mereka mungkin merasa perlu untuk menghukum diri sendiri setelah makan berlebihan, mengaitkan makanan dengan perasaan bersalah atau kegagalan yang memperkuat self-loathing pada diri mereka.
5. Rawan menyakiti diri sendiri
Self-loathing juga dapat membuat individu rawan terhadap perilaku yang menyakiti diri sendiri. Hal ini dapat berupa self-harm, kebiasaan merusak diri sendiri secara fisik atau emosional, atau kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri atas masalah-masalah yang terjadi pada individu tersebut.
ADVERTISEMENT
Pengaruh self-loathing terhadap kesehatan mental sangat signifikan dan dapat berdampak negatif dalam berbagai aspek. Self-loathing dapat menyebabkan peningkatan tingkat stres, kecemasan, dan depresi karena individu yang mengalami self-loathing seringkali merasa tidak berharga, tidak pantas, atau tidak dicintai. Hal tersebut dapat mengganggu keseimbangan emosional dan psikologis seseorang, mengakibatkan penurunan harga diri, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, dan bahkan berpotensi memicu pemikiran atau perilaku yang merugikan diri sendiri.
Selain itu, self-loathing juga dapat mengganggu hubungan interpersonal karena individu yang merasa tidak berharga cenderung sulit untuk membuka diri atau membangun ikatan emosional yang sehat dengan orang lain. Dengan demikian, self-loathing memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan mental sehingga penting untuk mengidentifikasi, mengatasi, dan mengelola kondisi ini melalui dukungan profesional dan perawatan yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Proses Menuju Self Acceptance
Ilustrasi seseorang yang sudah berada dalam fase self-acceptance. Sumber: iStock
Proses menuju self-acceptance adalah perjalanan yang berarti dan mendalam bagi individu yang mengalami self-loathing. Langkah pertama dalam proses ini adalah kesadaran akan pola pikir dan perilaku yang merugikan diri sendiri. Dengan memahami dan mengenali akar dari self-loathing, individu dapat mulai menggali rasa empati dan pengertian terhadap diri sendiri.
Selanjutnya, penting untuk mengganti pemikiran negatif dan kritik yang berlebihan dengan afirmasi positif dan pemahaman bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran, serta dukungan dari orang-orang terdekat atau profesional kesehatan mental. Melalui terapi, meditasi, dan praktik self-care yang berkelanjutan, individu dapat membangun rasa harga diri yang sehat, meningkatkan kepercayaan diri, dan memperkuat hubungan positif dengan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Penting untuk diingat bahwa self-acceptance bukanlah tentang menjadi sempurna, tetapi tentang menerima diri sendiri dengan segala keunikan dan kelemahan yang dimiliki, serta memperjuangkan pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan mental yang berkelanjutan. Dengan menjalani proses ini, individu dapat merasakan kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan yang berasal dari penghargaan yang tulus terhadap diri sendiri. Mari bersama-sama melangkah ke arah perubahan yang lebih baik dan membangun fondasi kokoh untuk kehidupan lebih bermakna!