Toxic Productivity: Do, Be, and Get More

Rida Purnama
Dosen Universitas Amikom Purwokerto
Konten dari Pengguna
17 Januari 2024 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rida Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi lingkungan kerja toxic. Foto: Shutterstock/Antonio Guillem
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lingkungan kerja toxic. Foto: Shutterstock/Antonio Guillem
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era society 5.0 menuntut individu perlu terus berkembang dan belajar agar tidak tertinggal dari individu lain sehingga menimbulkan obsesi yang tidak sehat. Dengan kata lain fenomena ini disebut dengan FOMO (Fear Of Missing Out). Dalam keadaan ini individu akan terus dipacu untuk selalu bekerja dan tetap aktif di setiap waktunya.
ADVERTISEMENT
Dukungan budaya yang kompetitif juga memotivasi individu untuk selalu menjadi produktif dan tidak membuang-buang waktu. Pada dasarnya situasi ini diungkapkan menjadi suatu rutinitas yang positif seseorang, namun pada kenyataannya fenomena tersebut juga dapat menjadi boomerang sebagai gejala munculnya Burnout Syndrome apabila tidak seimbang. Produktivitas yang berlebih kini disebut sebagai Tren Toxic Productivity.
Berdasarkan pada badan pusat statistik dalam sensus penduduk 2020 mencatat mayoritas penduduk Indonesia merupakan generasi Z (lahir pada tahun 1997 – 2012) Generasi Z mencakup 27,94 persen dari total populasi. Gen Z memiliki kepribadian dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya generasi ini disebut generasi tak terbatas (boundary-less generation). Toxic productivity merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi seseorang yang menuntut pada dirinya sendiri untuk terus selalu melakukan aktivitas produktif (do, be, and get more) tanpa memperhatikan diri dan sekitarnya untuk mencapai tujuan.
ADVERTISEMENT
Toxic Productivity sebagian disebabkan oleh pengaruh sosial media sebagai wadah dan penerimaan konten-konten performative yang diekspresikan seseorang yang kemudian dikonsumsi oleh remaja usia produktif. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri timbul motivasi untuk sama atau lebih dengan pencapaian orang lain karena takut ketinggalan atau fear of lossing moment.
Inti permasalahannya adalah kita kehilangan kendali terhadap diri kita sendiri hingga kita harus terus berupaya untuk menjadi memenuhi segala aktivitas yang kemudian berpengaruh terhadap kebutuhan kepuasan, pencapaian, dan validasi di dunia maya.
Dampak negatif Toxic Productivity menyebabkan kelelahan fisik dan mental, stres berlebihan, kecemasan, tidak dipungkiri sering muncul perasaan bersalah apabila tidak melakukan suatu kegiatan yang berguna, kekinian, dan pada tingkatan level ekstrem dapat mengarah pada terjadinya demotivasi.
ADVERTISEMENT
Kunci untuk mengurangi stres dan mengatasi produktivitas yang merugikan adalah tetapkan batasan yang jelas antara waktu bekerja dan waktu istirahat atau pemulihan. Hindari bekerja di luar jam yang dijadwalkan atau membawa pulang pekerjaan kecuali diperlukan.
Prioritaskan kesehatan fisik dan mental Anda. Pastikan Anda punya waktu untuk istirahat, berolahraga, dan mengkonsumsi makanan sehat. Fokus pada tugas yang paling penting dan jangan buang waktu untuk tugas yang tidak produktif atau tidak penting.
Jangan takut untuk berbicara dengan atasan atau kolega anda tentang tekanan atau beban kerja yang berlebihan. Mencari dukungan dan berbicara dengan orang lain dapat membantu mengurangi stres dan mendapatkan perspektif baru. Carilah waktu yang teratur untuk beristirahat dan memulihkan diri. Lakukan aktivitas yang membantu mengurangi stres, seperti jalan-jalan di alam, yoga, atau meditasi.
ADVERTISEMENT
Sadarilah bahwa istirahat dan meluangkan waktu untuk diri sendiri penting untuk kesehatan dan kesejahteraan anda. Jangan takut untuk berhenti dan melepaskan ketegangan. Budaya kerja yang sehat harus mendorong keseimbangan kehidupan kerja di antara karyawan dan menghormati waktu istirahat.
Toxic productivity sering kali diakibatkan oleh perusahaan yang berharap terlalu banyak terhadap karyawannya. Oleh karena itu, manajemen harus bekerja dengan karyawan untuk menetapkan ekspektasi yang realistis dan memastikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan diselesaikan dalam waktu yang wajar.