Internet of Things

Ricky Suwarno
CEO dan Pendiri Karoomba Asia. Anggota Asosiasi untuk Kecerdasan Buatan China (CAAI)
Konten dari Pengguna
7 Mei 2019 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ricky Suwarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Ricky Suwarno
7 Mei 2019
Kevin Ashton, nama yang mungkin asing bagi kebanyakan orang. Dia adalah seorang Professor di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Salah satu pendiri “Automatic Identification Center” di MIT. Atau ia lebih dikenal sebagai bapak pelopor “Internet of Things (IoT)".
Roadmap Making Indonesia 4.0 adalah persiapan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
Dia berharap untuk mewujudkan Internet of Things. Internet yang menghubungkan barang dengan barang. Pengumpulan data otomatis dan pengambilan keputusan kolaboratif. Dalam hal ini, dengan menghilangkan intervensi manusia. Berkat upayanya, penerapan teknologi RFID berhasil diterapkan dan konsep "Internet of Things" juga telah berakar di dalam hati masyarakat.
ADVERTISEMENT
Profesor Kevin Ashton lahir di Birmingham, Inggris, pada tahun 1968. Pada tahun 1995, ia berencana memulai bisnis restoran saji mi dan bermaksud menjadikan mereknya sebagai "internet celebrity". Namun pada saat itu, internet baru saja dimulai. Idenya terlalu mutakhir, ditambah orang di sekitarnya juga tidak punya uang untuk berinvestasi dalam internet. Makanya, dia akhirnya memilih untuk bekerja di kantor.
Kevin Ashton kerja di P&G sebagai manager branding dan mempromosikan produk Olay. Suatu hari, ia menemukan lipstik berwarna cokelat di rak kosmetik kehabisan stok. Pengisian ulangnya sering kali terlambat. Jadi, dia mencari supplier-nya. Lalu, manager supplier-nya mengatakan, banyak persediaan di gudang mereka.
ADVERTISEMENT
Jika beralih ke orang lain, mungkin mereka akan memperkuat manajemen personalia untuk meningkatkan efisiensi. Namun, Kevin Ashton memikirkan tentang teknologi yang dapat melacak barang-barang. Mulai dari pergudangan, logistik, hingga ke rak kosmetik. Hal ini memungkinkan manajemen rantai pasokan yang lebih efisien. Dari situ, lahirlah istilah yang kita kenal hari ini, yakni Internet of Things (IoT).
Konsep Internet of Things telah memanas beberapa tahun ini. Dengan hadirnya teknologi 5G, memungkinkan IoT bukan hanya impian.
Populasi Internet yang semakin meningkat dan harga perangkat keras yang semakin murah adalah faktor utama pendorong IoT. Pada masa lalu, orang-orang hanya bisa menggunakan komputer untuk mengakses Internet. Saat ini, ponsel cerdas, tablet, jam tangan pintar, dan TV semuanya dapat terhubung ke internet.
ADVERTISEMENT
Diperkirakan, pada tahun 2020, akan ada 34 miliar perangkat yang terhubung ke internet di seluruh dunia. Setiap orang rata-rata memiliki 4 perangkat keras.
Pemerintah dan usaha bisnis akan menjadi pengguna utama Internet of Things. Dan perusahaan akan menjadi investor utama dalam solusi IoT. Diperkirakan, dari tahun 2015 hingga 2020, gabungan investasi global IoT akan mencapai 9 triliun dolar. Ini adalah persiapan menyambut kedatangan era Internet of Things.
Manufaktur industri dengan pengembalian investasi tertinggi di IoT telah menghasilkan lebih dari 250 triliun robot industri. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi produksi yang lebih otomatis.
Di samping itu, semakin banyak pertanian tradisional menggunakan sensor mengumpulkan data dan menerapkan pertanian presisi. Atau pelacak kebugaran yang memungkinkan dokter untuk memantau kondisi fisik pasien dari jarak jauh. Atau, department store offline yang dapat melacak pelanggan berdasarkan label pada produk dan secara akurat memberi diskon untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif perencanaan pemerintah di tahun 2020, jumlah perangkat IoT yang digunakan di kota-kota akan mencapai 6 miliar perangkat. Artinya, setiap sudut kota akan dipenuhi dengan perangkat jaringan, yang berfungsi untuk perencanaan kota, pengendalian polusi, hingga melawan kejahatan. Atau, menggunakan lebih banyak drones dan robot militer pertahanan negara yang lebih otomatis. Jumlah robot militer secara global akan mencapai 1,4 juta pada tahun yang sama.
Dari segi konsumen, permintaan pasar rumah pintar semakin meningkat, yang sebelumnya terlalu mahal. Di mana harga produk-produk jaringan beberapa kali lipat lebih mahal daripada produk-produk nonjaringan. Namun, situasi ini mulai berubah pada tahun 2015, terutama di sektor otomotif.
Semakin banyak produsen mobil yang menghubungkan mobilnya ke jaringan untuk memperoleh semua jenis data yang dihasilkan secara gratis, sekaligus memperbarui teknologi setiap saat, seperti halnya ponsel. Tidak hanya untuk meningkatkan keamanan mobil, tetapi juga memperkuat jaringan penjualannya dan layanan sesudah penjualan. Di masa depan, Internet of Things akan mengarah pada kemajuan teknologi kendaraan otonom yang lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Just like grandma says, perkembangan IoT tidak berjalan mulus. Melainkan telah menemui banyak rintangan. Misalnya, infrastruktur saat ini tidak dapat menangani lalu lintas data yang sangat besar. Atau jaringan baru yang dapat menyelesaikan masalah lalu lintas masih terlalu rumit untuk diterapkan.
Masalah privasi dan keamanan yang selalu menjadi kekhawatiran dan perhatian setiap pengguna. Jika mereka diserang oleh peretas, dampaknya terhadap pemerintah, perusahaan, maupun konsumen mungkin berakibat fatal. Walaupun besarnya hambatan-hambatan ini, permintaan pasar IoT terus meningkat. Sebab, pendapatan investasi dari IoT akan berlipat ganda dalam satu dekade mendatang.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan teknologi terkini, bisa menelusuri: https://artificialintelligenceindonesia.com/