Pengalaman Saya Tinggal di Kota New York Selama Pandemi Virus Corona

Renita J. Moniaga
Indonesian diplomat with a passion for the soft things in life like travel, food and culture.
Konten dari Pengguna
13 April 2020 11:48 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renita J. Moniaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Midtown New York City (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Midtown New York City (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kota New York adalah episentrum coronavirus di Amerika Serikat dan mungkin di seluruh dunia. Dengan lebih dari 100.000 kasus COVID-19 di Kota New York dan lebih dari 6.000 orang yang meninggal dunia akibat virus corona, Kota New York telah melebihi kota-kota lain dan bahkan negara-negara lain di dunia dalam jumlah kasus COVID-19.
Penulis di tengah Kota New York yang sepi (Foto: Dok. Pribadi)
Times Square, New York City (Foto: Dok. Pribadi)
Penulis di Times Square, New York City (Foto: Dok. Pribadi)
New York on PAUSE (Policy that Assures Uniform Safety for Everyone) adalah kebijakan “Stay at Home” Pemerintah Negara Bagian New York yang diperpanjang hingga 29 April 2020. Kebijakan tersebut mewajibkan penduduk New York untuk menetap di rumah dan hanya keluar untuk keperluan penting seperti belanja groceries dan pergi ke dokter. Selain itu, hanya essential workers yang diizinkan untuk bekerja dan yang lain harus bekerja dari rumah (work from home).
Antrian panjang di supermarket (Foto: Dok. Pribadi)
Subway New York tanpa penumpang (Foto: Dok. Pribadi)
Chinatown, New York City (Foto: Dok. Pribadi)
Saya menyebut diri saya sebagai Native New Yorker karena tinggal di New York dari tahun 1999 hingga 2009, dan tahun lalu saya kembali ke kota ini untuk bertugas sebagai Konsul Penerangan dan Sosial Budaya (Pensosbud) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York (KJRI New York). Lebih dari sepuluh tahun tinggal di kota ini, saya belum pernah melihat New York City begitu sepi dan hampir tiada manusia yang mengerumuni kota ini. Kota yang tak pernah tidur, namun sekarang ia terpaksa terlelap karena pandemi virus corona.
Penulis di Grand Central Terminal, New York City (Foto: Dok. Pribadi)
Bryant Park, New York City yang biasanya ramai dengan pengunjung sekarang kosong (Foto: Dok. Pribadi)
Berjalan di sekitar kota New York beberapa hari ini membuat saya menyadari bahwa selama pandemi COVID-19 kota New York telah berubah secara drastis yang melampaui saat peristiwa tragedi 11 September 2001 (9/11). Semua orang menjaga jarak (social distancing), menggunakan masker dan ada antrean panjang di semua supermarket. Terasa ada ketegangan yang luar biasa di seluruh kota New York.
Rumah sakit sementara di Central Park, New York City (Foto: Dok Pribadi)
Saat tragedi 9/11 saya berada di New York dan saya ingat sekali betapa menyeramkan melihat Twin Towers diserang oleh para teroris. Namun kali ini, musuh Kota New York invisible dan kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir.
ADVERTISEMENT
Salah satu titik terang dari pandemi ini adalah warga New York benar-benar strong dan tough. Meskipun coronavirus telah melanda kota ini dan banyak orang yang terpapar COVID-19, warga New York masih saling peduli. Masyarakat dan diaspora Indonesia di New York juga saling membantu dan menjaga sesama dengan menyalurkan bantuan sembako dan masker ke orang-orang yang membutuhkan. Saya yakin bahwa New York akan melewati pandemi ini bersama.
#newyorkstrong #newyorktough #newyorktogether
Pemberian masker kepada masyarakat Indonesia di New York dari KJRI New York (Foto: Dok. Pribadi)
Pemberian sembako kepada masyarakat Indonesia di New York dari KJRI New York (Foto: Dok. Pribadi)
Tulisan New York Strong di restoran Patsy's Pizzeria (Foto: Dok. Pribadi)