Bus Air Kapuas Bukan Jalan Pintas

Renan Hafsar
Investigator Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2020 8:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renan Hafsar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awal September 2020, Presiden Jokowi meninjau area Sungai Kapuas untuk meninjau pembangunan Waterfront Kapuas. Pada kesempatan itu, Presiden menyebutkan tentang rencana pengembangan Bus Air Kapuas sebagai potensi pengembangan transportasi dan pariwisata di sungai terpanjang di Indonesia tersebut. Sungai dengan panjang total 1.086 km meliputi 33 sungai induk dan 11 cabang sungai diharapkan menjadi objek wisata unggulan baru di samping 10 destinasi unggulan yang telah dicanangkan oleh Presiden.
ADVERTISEMENT
Damri sebagai penyedia jasa transportasi darat dari Pemerintah Pusat pun sudah menindaklanjuti ide ini. Koordinasi dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang dilewati yang akan dilalui Bus Air Kapuas rute Tugu Khatulistiwa—Kubu Raya tersebut. Terdapat sejumlah objek wisata andalan Kalimantan Barat yang menjadi calon destinasi yang mempengaruhi rute moda transportasi baru tersebut. Misalnya, Tugu Khatulistiwa, Kraton Khadariyah, Masjid Jam'i Sultan, Bandara Supadio, dan makam Batu Layang yang terletak di sepanjang aliran sungai di Provinsi Kalimantan Barat.
Peta Kapuas dan contoh Bus Air. Gambar: Google & Haesencity
Sampai saat ini belum jelas detail rute tersebut. Jika disebut Sungai Kapuas, bisa diartikan semua sungai yang ada di Kalimantan Barat. Jadi, bisa jadi rute tersebut dari muara Sungai Landak (rute pelayaran kapal-kapal besar) mengarah ke timur hingga persimpangan dengan Danau Pacat, dari Sungai Landak mengarah ke tenggara menuju bandara Supadio, atau membentuk huruf U dari Sungai Landak ke tenggara dan berbelok ke Pelabuhan Rasau di Sungai Kapuas yang paralel dengan Sungai Landak. Diharapkan, pada tahun 2020 ini analisis studi bus tersebut rampung untuk dilanjutkan menjadi rencana teknis detail.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai angkutan perairan, artinya membicarakan transportasi yang berada di atas fluida. Berbeda halnya dengan transportasi jalan raya di mana ban berpijak di atas benda padat berupa aspal, beton, atau tanah. Implikasi dari hal tersebut, kita harus mengkaji ulang apakah alat transportasi yang disebut “bus air” tersebut memang layak atau justru mangkrak. Faktor lingkungan termasuk komponen pokok yang harus diperhatikan secara serius dalam pengembangan Bus Air Kapuas. Termasuk di dalam faktor lingkungan ini adalah masalah kebersihan, pasang surut, dan lebar alur.

Kebersihan Lingkungan Perairan Kapuas

Transportasi perairan sangat berbeda dibandingkan transportasi darat. Di darat, media tempat berjalannya kendaraan bersifat solid/pejal, sehingga tidak perlu tahu apa isi di dalam aspal atau beton. Tapi di perairan, kondisi di dalam air sangat mempengaruhi keselamatan jiwa pelayar yang ada di atas kapal.
ADVERTISEMENT
Kebersihan sungai merupakan hal penting yang harus dipastikan sebelum meluncurkan program bus air ini. Awal Januari 2018, kapal cepat Anugerah Express terbalik dan langsung menyisakan delapan korban jiwa. Penyebabnya sepele, yakni adanya batang kayu yang terbawa aliran sungai. Batang kayu yang ada di sungai tidak sepenuhnya mengapung, kadang timbul, kadang tenggelam. Batang kayu tersebut tertubruk kapal, sehingga kapal miring dan terbalik dalam waktu cepat.

Pasang Surut Sungai

Hal lain yang ada di perairan, tetapi tidak ada di darat adalah pasang-surut air sungai. Dalam sehari, terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang naik artinya penambahan ketinggian permukaan air akibat gaya gravitasi bulan dan/atau matahari. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, pada tahun 2017 pasang naik tertinggi 1,6 dan tahun berikutnya menjadi 2,5 m. Jika dibayangkan, pasang naik setinggi rumah merupakan masalah serius. Dilansir Republika, Wakil Wali Kota Pontianak menyatakan bahwa ketika pasang naik terjadi, lebih dari separuh wilayah Pontianak akan terendam banjir. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bila dibarengi hujan.
ADVERTISEMENT
Dampak pasang-surut terhadap pelayaran bus air tidak boleh dikesampingkan. Damri serta pemerintah setempat bisa saja memasang rambu-rambu di sepanjang sungai. Akan tetapi, ketika terjadi pasang naik, rambu tersebut akan menghilang tertutup air. Walaupun dipasang di tiang yang lebih tinggi daripada tiang di jalan raya, ketika air surut tiang menjadi berbahaya karena sangat tinggi dan bobotnya menjadi lebih berat dan bisa roboh jika pondasi tidak kokoh atau terbentur kapal.
Dampak lain lagi akibat pasang surut adalah masalah ketinggian dermaga. Di banyak tempat, dermaga pelayaran lokal masih dibangun dengan beton. Kendati tujuannya baik, agar tahan lama, tetapi jadi sumber masalah. Dalam sehari, ketinggian permukaan air akan berubah-ubah. Kapal akan mengapung di permukaan air, sementara ketinggian dermaga beton tetap. Implikasinya, penumpang malah kesulitan naik ke kapal ketika ketinggian dermaga dan kapal tidak aman untuk dilewati. Seyogyanya, untuk menghindari situasi seperti ini perlu dibuat suatu standar dermaga apung agar terbebas dari masalah pasang surut.
ADVERTISEMENT

Lebar Efektif Sungai

Faktor lingkungan lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bus air adalah lebar alur Sungai Kapuas yang tidak seragam. Sungai Landak yang dilayari oleh kapal-kapal besar memiliki lebar sekitar 400 m, sungai yang bersebelahan bandara Supadio sekitar 200 m, sedangkan Danau Pacat sekitar 100 m. Lebar sungai tersebut, jika hanya untuk bus air, memang lebih dari cukup.
Akan tetapi, situasi pelayaran Sungai Kapuas akan menjadi berbahaya ketika faktor negatif lainnya dipertimbangkan. Sebagai contoh, jika dimasukkan risiko kondisi air surut, papasan dengan kapal besar atau tongkang, dan nelayan yang sedang mencari ikan, kondisinya akan menjadi rumit. Meskipun Auliyani dan Rekapermana (2019) menyimpulkan bahwa Sungai Kapuas secara umum bebas dari ancaman kekeringan, namun ketika surut situasi di bagian pinggiran hulu sungai seolah-olah meluas dan badan sungai menyempit.
ADVERTISEMENT
Masalah lebar sungai juga ditambah adanya Kawasan Tepi Air Sungai (KTAS) berupa bangunan-bangunan liar yang semakin mengurangi lebar efektif sungai. Seiring bertumbuhnya sektor wisata, biasanya akan dibarengi juga dengan pertumbuhan kawasan bisnis di sepanjang aliran sungai yang harus diwaspadai.
Foto udara Sungai Kapuas. Foto: Okezone
Oleh karena itu, harus diukur kembali berapa lebar efektif di masing-masing ruas sungai yang akan dilewati rute Bus Air Kapuas. Jika memang tidak layak untuk dilewati pada periode tertentu, diperlukan pengaturan berupa jadwal yang mengatur bus air. jika perlu, kapal besar dan tongkang juga harus diatur jadwalnya agar pergerakan mereka tidak saling membahayakan.
Dalam beberapa kecelakaan tubrukan kapal di alur perairan Kalimantan yang diinvestigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi, sering terjadi kecelakaan ketika pergerakan kapal tidak bisa terkontrol. Hal itu bisa karena adanya endapan yang tidak terpetakan atau arus pasang surut. Ketika kapal tidak terkendali, arah kapal bisa melintang dan memblokir sungai, sehingga terjadi tubrukan dan merugikan banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Hal ini lalu menimbulkan pertanyaan apakah kebutuhan informasi batimetri dan pasang surut yang dapat diandalkan dan dapat diakses secara mudah oleh setiap orang sudah tersedia. Jika belum, pengoperasian bus air sebagai kapal wisata pada dasarnya justru meningkatkan risiko terhadap korban jiwa.
Dengan demikian, lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap kelangsungan transportasi sungai. Sebagai bangsa Indonesia memang kita patut berbangga adanya destinasi wisata baru. Meski demikian, faktor keselamatan harus tetap menjadi prioritas agar bus air tidak terealisasi berlandaskan moto “asal ada”.