Refleksi untuk Kita Penerus Bangsa

Raja Faidz el Shidqi
Mahasiswa Prodi Ilmu Politik - FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta//2019
Konten dari Pengguna
23 Maret 2021 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raja Faidz el Shidqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Raja Faidz el Shidqi, Sekbid. Hikmah PK. IMM FISIP UMJ.
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi yang amat luar biasa, bahkan dengan segala sumber daya yang dimiliki negara ini seharusnya Indonesia menjadi negara Maju yang mampu menyaingi Negara-Negara Eropa dan Amerika di Asia sendiri misalnya mampu menyaingi Jepang dalam hal kemajuan teknologi, Pendidikan, ciri khas kepemimpinan dalam bidang politik, dll.
Indonesia sendiri saat ini memiliki 270,20 juta jiwa yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik pada bulan September 2020 lalu melalui berita resmi Statistik No. 07/01/Th. XXIV. 21 Januari 2021. Dari jumlah yang besar tersebut sebagian besar adalah mereka para generasi Millenial dengan presentasi 25,87% dan Generasi Z dengan presentase 27,94% angka tersebut mewakili lebih dari setengah jumlah Penduduk di Indonesia saat ini adalah Pemuda-Pemudi yang tentu memiliki potensi yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanannya Pemuda-Pemudi memiliki banyak peran semasa Pra dan Pasca Kemerdekaan bahkan hingga sampai hari ini pun, Pemuda-Pemudi dianggap sebagai salah satu elemen masyarakat yang seharusnya memiliki fungsi sebagai social control terlebih bagi mereka yang menyandang status sebagai Mahasiswa.
source: www.freepik.com
Bagi sebagian orang menjadi seorang Pemuda adalah hal biasa, namun bagi sebagian yang lain menjadi Pemuda adalah sebuah tanggung jawab moral yang besar karena dibebankan untuk mampu mengembangkan kualitas diri sebagai generasi tampuk kepemimpinan nanti. Bahkan, dalam beberapa hal pemuda kerap kali bertengkar dengan para orang tua atau senior-senior dikarenakan perbedaan pendapat yang ada dan hal tersebut wajar disebabkan setiap generasi hidup dijaman yang berbeda, lalu bagaimana peran Pemuda dalam Kepemimpinan sekarang dan nanti? Apa relasinya terhadap budaya Korupsi yang buruk?
ADVERTISEMENT

Pemuda dan Kepemimpinan

Menurut UU No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan, mereka yang disebut Pemuda adalah yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan dan berusia 16 tahun hingga 30 tahun. Akan tetapi, pada praktik dilapangan sebagian besar masyarakat bahkan OKP tertentu mengakui sebagai Pemuda/i mereka yang berusia 11 hingga 45 tahun seperti Karang Taruna melalui AD/ART nya, selain Karang Taruna beberapa Organisasi lain juga berpendapat bahwa batas maksimal seseorang disebut Pemuda adalah hingga berumur 40 tahun.
Dari hal tersebut berarti bisa disimpulkan bahwa Pemuda/I saat ini adalah mereka yang berasal dari Generasi Millenial dan Generasi Z dengan presentasi lebih dari 50% penduduk Indonesia seperti yang dipaparkan diatas, maka demikian akan sangat penting bagi seorang Pemuda/I memahami perannya sebagaimana mestinya dan harus didorong agar memiliki jiwa Kepemimpinan yang kuat serta sehat.
ADVERTISEMENT
Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto sendiri mengatakan bahwa “Didiklah Penguasa dengan kritik dan didiklah masyarakat dengan organisasi.” Alih-alih mengikut dan turut aktif diberbagai Organisasi, pemuda pada jaman sekarang justru asik dengan urusannya masing-masing bahkan terkesan tidak peduli dengan persoalan yang ada dimasyarakat sekitar. Selain masalah sedikitnya Pemuda/I yang turut aktif berorganisasi di lingkungan, beberapa dari mereka yang aktif justru memanfaatkan nama-nama besar orang tua mereka atau orang terdekat mereka untuk mendapatkan posisi tertentu dan dalam rangka mempermudah usaha mereka dalam meraih sesuatu.
Padahal menjadi seorang Pemimpin atas kualitas diri sendiri akan jauh lebih menguntungkan karena kualitas diri dapat diibaratkan sebuah pondasi dalam membangun sebuah bangunan yang megah dan ketika ada badai yang menerpa akan tetap kokoh berdiri, sedangkan menjadi Pemimpin diakibatkan karena faktor orang dekat atau yang sekarang sering disebut sebagai ‘orang dalam’ pondasi yang ada tidak cukup kuat dan tak menjamin bertahan ketika badai dinamika menerjang.
ADVERTISEMENT
Disamping hal tersebut tipe Kepemimpinan seorang Pemuda/I sangatlah diharapkan yang memang mempresentasikan seseorang layaknya Pemuda/I yang sedikit bahkan tidak memiliki kepentingan apa-apa, semua didasari oleh semangat yang dibuktikan dengan rasa kolaboratif yang tinggi, tipe kepemimpinan Transformasional menjadi salah satu tipe Kepemimpinan yang seharusnya dimiliki oleh golongan-golongan muda yang mengedepankan kepentingan bersama mengangkat satu sama lain sampai kepada tinggal motivasi serta moralitas (semangat) yang lebih tinggi lagi.
Ironis ketika yang terjadi justru sebaliknya, banyaknya Pemuda/I terlebih mereka yang berstatus Mahasiswa justru mempraktekan teori kepemimpinan yang Transaksional dengan berbagai macam konsolidasi yang isinya tidak lain sebuah tawar menawar dan janji-janji manis, bahkan realitas yang penulis temui dewasa ini ada beberapa dari mereka yang sudah berani mempraktekan politik uang dengan bentuk uang tunai atau barang entah itu sebungkus rokok atau hal lainnya.
ADVERTISEMENT

Terjebak Nepotisme dan Korupsi

Idealisme yang menjadi sebuah kemewahan terakhir yang dimiliki seorang Pemuda seperti apa yang dikatakan oleh Tan Malaka menjadi sesuatu utophia jika melihat kembali pendapat-pendapat yang penulis utarakan berdasarkan pengalaman dan apa yang terjadi dalam prakteknya dilapangan. Seolah bertanya dalam benak diri, bagaimana caranya kita melawan koruptor jika sejak masih muda saja kita sudah biasa sekali rasanya berhadapan dengan cara-cara kotor layaknya seorang koruptor?
Apa yang terjadi pada bangsa ini sekarang sangat memprihatinkan jika kita mau merenungkannya bersama-sama. Jika kebiasaan-kebiasaan dalam memimpin tersebut masih terus dipertahankan bangsa ini akan mengalami macet dalam hal kemajuan peradaban karena budaya suap menyuap, politik transaksional, serta minimnya perdebatan yang didasari oleh argumentasi yang kuat serta berisi gagasan yang mantap.
ADVERTISEMENT
Melihat data survei yang dirilis oleh Global Corruption Barometer 2020, Indonesia menempati posisi ke – 3 dari 17 negara di ASIA yang tertinggi tingkat suapnya dan Nomor 2 dalam hal Nepotisme setelah India. Bahkan, menurut survei nasional yang dilakukan oleh LSI hanya 23% yang menilai Korupsi di Indonesia turun, sebanyak 45,6% menganggap tindak korupsi di Indonesia justru meningkat. Hal tersebut disampaikan oleh Febri Diansyah, selaku Aktivis Anti Korupsi dan Mantan Juru Bicara KPK RI pada Webinar PK. IMM FISIP UMJ bertema “RUU Pemilu, Korupsi dan Kebebasan Berpendapat: Bagaimana Nasib Demokrasi Indonesia?” pada Rabu, (10/3).
Seperti yang disinggung diatas bahwa banyaknya generasi muda dalam usahanya mendapatkan sebuah capaian tertentu sampai menggantungkan nasib nya ke nama-nama tertentu yang terbilang masih keluarganya bahwa orang tuanya sendiri, hal ini membuka gerbang Nepotisme yang semakin merajalela, banyak instansi Pemerintahan atau Non-Pemerintahan yang menempatkan seseorang dalam sebuah jabatan hanya berdasarkan kedekatan personal kekeluargaan tanpa melihat kualitas dan kapabilitas seseorang tersebut menjadikan nasib kaum Muda yang tidak terlahir dari keluarga yang terkenal seperti hidup segan mati tak mau.
ADVERTISEMENT
Padahal hal ini sudah disinggung jauh sekali oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib, beliau mengatakan “Laisal Fata Man Yaqulu Kana Abi, Wala Kinnal Fata Man Yaqulu ha Ana Dza!” yang jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia kurang lebih memiliki arti “Bukanlah seorang Pemuda jika ia hanya berani mengatakan ‘Inilah Bapak ku!’, Seorang Pemuda adalah mereka yang berani mengatakan ‘Inilah saya!’.”
Mengutip apa yang dikatakan Najwa Shihab tentang Pemuda, yakni “Anak muda, mari kita ubah orientasi tak terjebak gaya hidup menumpuk materi. Hidup jujur sederhana, menolak jalan instan menghalalkan segala cara.” Terlebih Indonesia sedang mengalami berbagai macam krisis dewasa ini mulai dari politik, ekonomi, Pendidikan, etika, dan berbagai hal lainnya. Semestinya Pemuda/I di Indonesia sadar akan hal tersebut dan segera mengambil peran untuk mewujudkan negeri yang benar-benar demokratis dan menekan praktik-praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang ada bukan sebaliknya dengan menjadi pelaku-pelaku KKN tersebut.
ADVERTISEMENT