Memangnya Kenapa Kalau Mantan Aktivis Mahasiswa Jadi Caleg?

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
26 Juni 2023 9:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mantan aktivis mahasiswa jadi caleg. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mantan aktivis mahasiswa jadi caleg. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini, santer terdengar berita mengenai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI tahun 2019 yang memutuskan untuk terjun ke dunia politik dengan bergabung ke salah satu partai politik. Beliau mau nyaleg di DPRD DKI Jakarta. Beliau dulu aktivis mahasiswa, dan namanya dikenal masyarakat karena peristiwa #ReformasiDikorupsi yang bilang kalau DPR sebagai Dewan “Pengkhianat” Rakyat.
ADVERTISEMENT
Ada pihak yang mendukung keputusan beliau, banyak juga yang misuh-misuh di medsos, sampai menuding beliau menelan ludahnya sendiri. Sejumlah mahasiswa yang geram dengan keputusan ini sampai mengajak debat dan diskusi. Mereka melihat sejarah yang sudah-sudah, yakni banyak mantan aktivis mahasiswa yang memutuskan terjun ke dunia politik dengan dalih mengubah sistem dari dalam, tapi realitasnya mereka malah membebek dengan sistem.
Kejadian semacam itu yang dikhawatirkan oleh banyak pihak, khususnya mahasiswa. Akan tetapi, tak masalah sebetulnya mantan aktivis terjun ke dunia politik sebagai caleg. Toh, mereka semasa kuliah juga sebetulnya sudah main negara-negaraan, sehingga dengan terjunnya para mantan aktivis mahasiswa ke dunia politik bisa mengimplementasikan nilai-nilai yang sudah mereka pelajari.

Punya Hak untuk Memilih dan Dipilih

Ilustrasi punya hak untuk dipilih dan memilih. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
Kita tahu, semua orang—termasuk juga para artis nyaleg—punya hak untuk memilih dan dipilih, yakni sebagai hak asasi politik, sehingga keputusan beliau nyaleg merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM), hak yang secara kodrati diberikan oleh Tuhan, yang melekat pada diri manusia, sehingga mesti dihormati dan tak boleh dilanggar oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Lagi pula, ini juga bagian dari demokrasi, siapa pun selama memenuhi syarat dan ketentuan yang sudah diatur di dalam peraturan punya hak asasi politik, yakni hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, termasuk menjadi anggota legislatif. Ini juga secara tegas diatur di dalam Konstitusi, undang-undang, bahkan kovenan internasional.
Sehingga, siapa pun, termasuk orang yang dulu pernah menjadi bagian dari aktivis mahasiswa punya hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Toh, tidak ada ketentuan juga yang menyatakan kalau dulu mengkritik dilarang menjadi bagian dari yang dikritik, ‘kan?

Menjadi Jembatan Penghubung

Ilustrasi jembatan penghubung. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
Mantan aktivis mahasiswa yang terjun ke dunia politik, khususnya di lembaga legislatif, bisa menjadi jembatan penghubung antara aktivis mahasiswa dengan pemerintah. Tidak bagus juga kalau seluruh anggota legislatif diisi sama orang-orang tua kolot, yang cuma mementingkan kepentingan dirinya dan golongan sendiri.
ADVERTISEMENT
Sebagai anak muda yang hidup di era modern, mereka juga paham perkembangan zaman, sehingga paham pendekatan-pendekatan yang bisa dipakai untuk masyarakat supaya efektif. Terlibat dalam politik bisa membantu mereka untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan memahami lebih dalam tentang tata kelola dan struktur pemerintahan.
Pejabat muda biasanya lebih akrab dan fasih dengan teknologi dan medsos, yang bisa dipakai untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Mereka bisa memanfaatkan platform ini untuk menyampaikan informasi, menjelaskan kebijakan, serta mendengarkan dan merespons aspirasi masyarakat.
Pejabat muda cenderung lebih terbuka terhadap ide-ide kreatif dan inovatif. Mereka bisa membantu mendorong perubahan dan reformasi dalam pemerintahan yang mungkin lebih disambut dan dihargai oleh masyarakat.

Mantan Aktivis Mahasiswa Tetap menjadi Aktivis

Ilustrasi mantan aktivis mahasiswa tetap menjadi aktivis. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
Mantan aktivis mahasiswa yang terjun ke dunia politik merupakan angin segar dengan segudang pemikiran idealismenya. Titelnya sebagai mahasiswa—sebagai katalis perubahan—memang sudah tak dipegang, tapi jiwa aktivisnya pasti terus melekat sampai kapan pun, ini yang membuat mereka mesti terjun ke dunia politik untuk menyuarakan kepentingan masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Ada banyak keuntungan yang mereka punya ketika terjun ke dalam politik, seperti segudang pengalaman dan pemahaman mendalamnya terkait isu-isu sosial dan politik, punya pengalaman dalam mengorganisir dan memobilisasi orang-orang untuk suatu tujuan, umumnya punya jaringan luas dan mendalam dengan komunitas dan kelompok-kelompok yang mereka perjuangkan, dan punya reputasi sebagai pembela masyarakat, yang bisa membantu mereka memperoleh kepercayaan dan dukungan dari publik.
Sebagai aktivis dengan segudang pengalaman dan pemahaman,, mereka nantinya bisa dengan lantang menyuarakan hal-hal penting, seperti kesehatan mental, perubahan iklim, HAM, dan sebagainya. Salah satu cara untuk mengubah sistem adalah dengan memasukkan para pemuda ke dalam sistem tersebut, supaya sistem-sistem buruk dan bobrok yang selama ini berjalan bisa tergantikan oleh pemikiran dan gebrakan pemuda.
ADVERTISEMENT
Meskipun, secara realitas terkadang ada hambatannya, mereka mesti belajar terkait bekerja dalam struktur politik formal, yang mungkin berbeda dari cara kerja dalam aktivisme, kemudian menemukan bahwa kompromi dan negosiasi merupakan bagian penting dari politik, yang bisa bertentangan dengan pendekatan yang lebih konfrontatif yang biasa digunakan dalam aktivisme, dan mungkin juga mendapati bahwa perubahan di dunia politik sering kali berjalan lebih lambat daripada yang mereka inginkan atau biasa mereka alami dalam kegiatan aktivisme.

Anak Muda Perlu Terjun ke Dunia Politik

Ilustrasi anak muda yang menghadapi tantangan ketika terjun ke dunia politik. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
Muda adalah kekuatan, mereka punya hak untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan yang akan mempengaruhi hidup dan masa depan mereka. Dengan terlibat dalam politik, mereka bisa mewakili kepentingan dan perspektif generasi muda.
ADVERTISEMENT
Dengan segudang idealisme yang dipunya, anak muda seringkali punya pandangan dan gebrakan-gebrakan baru yang bisa memberikan perspektif segar dalam proses pembuatan kebijakan. Mereka juga lebih terbuka terhadap perubahan dan inovasi, yang bisa sangat bermanfaat dalam dunia politik.
Dengan lebih banyak anak muda yang terlibat dalam politik, ini bisa membantu mengubah stereotip negatif tentang politik dan politisi, serta mendorong lebih banyak anak muda lainnya untuk ikut serta. Jangan lupa, para pendiri bangsa kita tercinta ini juga dulunya pemuda yang aktif dalam kegiatan politik.
Pada usianya yang baru menginjak 36 tahun, Sutan Sjahrir sudah menjadi perdana menteri sekaligus merangkap jabatan sebagai menteri luar negeri dan menteri dalam negeri. Kemudian, bersama kawan-kawannya, Sukarno pada usia 26 tahun sudah mendirikan partai politik, begitupun dengan Hatta yang mendirikan parpol pada usia muda.
ADVERTISEMENT
Jadi, mantan aktivis mahasiswa juga punya hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan berupaya mengubah sistem menjadi lebih baik, ini juga bisa dimanfaatkan sebagai jembatan penghubung antara masyarakat dengan pemerintah dengan pendekatan dan konsep yang lebih efektif. Sebagai mantan aktivis mahasiswa, tidak serta-merta menghilangkan jiwa aktivis mereka, kalau bukan anak muda yang punya segudang idealisme untuk mengubah sistem menjadi lebih baik, siapa lagi?