Universitas kumparan Indonesia

Lifeatkumparan
Konten dari Pengguna
17 Januari 2019 13:48 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Universitas kumparan Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lamunan 1
Lulus kuliah, jadi wartawan 10 tahun, mengambil S2 di Jerman jurusan sport science, bikin aplikasi basket berbasis data yang bisa membuat latihan pembentukan atlet jadi lebih efektif, kuliah S3, ke Amerika, kerja di klub NBA 5 tahun, lalu jual aplikasinya ke NBA, pulang ke Indonesia kaya raya, bikin GOR basket dan sekolah olahraga bernama ‘Sayang Mama’.
ADVERTISEMENT
Lamunan 2
Lulus kuliah, jadi wartawan 10 tahun, mengambil S2 di Jerman jurusan data journalism, S3 data journalism, kerja di der Spiegel 3 tahun, pulang ke Indonesia enggak terlalu kaya tapi banyak karya, ngajar di ITB, beli rumah di Sekeloa, ke kampus naik sepeda. Bahagia.
Kenyataan
Lulus kuliah, jadi wartawan 10 tahun, daftar S2 enggak jadi-jadi, tes TOEFL semakin hari semakin kurang percaya diri, terjerat utang KPR Ma****i, naik kereta 4 jam setiap hari, punya dua anak lucu sehingga tak mungkin saya tinggal pergi. Bahagia juga kok ini.
*****
Ekspektasi tidak berbanding lurus dengan kenyataan. Satu-satunya yang bisa saya lakukan tentu saja beradaptasi. Memaafkan diri sendiri. Kemudian membuat rencana lagi.
ADVERTISEMENT
Rencana yang saya buat tidak jauh-jauh dari pendidikan. Kalau saya tidak bisa mengikuti pendidikan formal di kampus, maka kampusnya yang saya bawa ke pekerjaan. Dengan kata lain, saya menjadikan arena pekerjaan sebagai laboratorium pendidikan. Universitas kumparan Indonesia.
Selama lebih dari dua tahun bekerja, saya riset, mengumpulkan teori, membuat eksperimen dengan teori tadi, menganalisis konten, mempelajari perilaku, menyerap ilmu, dan hal-hal lain (mungkin) layaknya sekolah di program master.
Universitas kumparan Indonesia (1)
zoom-in-whitePerbesar
Dari situ, banyak hal yang saya pelajari. Mulai dari teori konten, formula peliputan, karakter visual, memahami segmentasi pembaca, cara membaca data, bahasa pemrograman, mengenal bisnis start up, strategi distribusi konten, sampai cara mengelola operasional sebuah kantor dengan ratusan karyawan.
Tak ketinggalan, saya juga belajar memahami nilai-nilai kehidupan. Saya belajar menerima kritikan, mengendalikan pujian, mencerna omelan, menyerap masukan, termasuk belajar menyelesaikan konflik: dari urusan kerjaan sampai bau badan.
ADVERTISEMENT
Tapi yang paling menarik dari proses belajar di kampus ini adalah mempelajari kebiasaan. Saya terpesona dengan karakter, terinspirasi dengan cerita, termotivasi dengan sikap dan perilaku teman-teman. Apa yang mereka lakukan, menjadi nilai berharga dalam membangun diri saya sendiri.
Pada akhirnya, nilai-nilai yang saya pelajari dari manusia ini yang lebih berbekas, daripada pengetahuan umum yang saya dapatkan dari buku atau pelatihan. Sepertinya memang itu esensi pendidikan, bukan?
1. Saya banyak belajar soal integritas dari teman-teman wartawan di kumparan yang menolak uang pemberian narasumber saat liputan. Salah satu ceritanya datang dari Salmah Muslimah. Pernah suatu hari, dia datang ke saya membawa uang segepok isinya jutaan rupiah. Dia baru saja liputan dan diberi uang oleh narasumber.
ADVERTISEMENT
Tanpa ada keraguan sedikit pun, uang itu diserahkan ke saya untuk dikembalikan ke si pemberi. Padahal, kondisinya saat itu sedang terlilit kesulitan finansial. Seorang wartawan kumparan bisa memiliki opsi untuk menolak langsung di tempat, atau dibawa dulu, untuk dikembalikan lewat kantor, apabila menolak di tempat tidak memungkinkan.
Universitas kumparan Indonesia (2)
zoom-in-whitePerbesar
2. Saya belajar banyak soal kepemimpinan dari Anggi Kusumadewi. Dia mengelola tim layaknya mengelola rumah tangga. Tegas, namun penuh kasih sayang. Ada kalanya dia akan memberi timnya omelan panjang tanpa jeda dengan nada tinggi karena kesalahan, tapi di sisi lain akan ada waktunya dia datang membawa sekantung es krim dan jajanan minimarket buat reporternya, sambil tersenyum dan berkata: “ini hadiah buat kamu karena semalam sudah begadang buat bikin tulisan”. Manis sekali.
ADVERTISEMENT
3. Saya belajar banyak soal kesungguhan menulis dari banyak orang, tapi yang paling saya sering amati adalah karya Tio Ridwan. Dia menulis dengan penuh ketenangan, penuh perhitungan, dan mengalir penuh irama.
Dia menyerap seluruh informasi dari buku, narasumber, data, referensi terlebih dulu, lalu informasi itu dicerna di kepala, dicatat dalam sebuah buku kecil dan dituangkan dalam tulisan dengan lincah dan brilian. Saya pernah melihatnya berteriak ‘yess’ dengan wajah kegirangan ketika menemukan sebuah informasi yang menarik dari bacaan dan relevan dengan tulisan.
Tak percaya? Coba cek tulisan soal burung Kusumo di bawah ini:
4. Saya banyak belajar soal membangun komunikasi dengan narasumber dari Indra Subagja. Caranya melobi akan membuat Anda ternganga. Informasi yang tadinya susah didapat, bisa keluar segampang membalikkan telapak tangan dengan kemampuan komunikasinya.
ADVERTISEMENT
5. Saya juga belajar soal ketegasan dari Habibi. Mengelola newsroom, kadang butuh batasan tegas mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Habibi jelas menerapkan batas itu ke semua tim yang berada di bawah naungannya. Pernah berbuat satu kesalahan fatal dalam reportase, hampir dipastikan tidak akan terulang.
6. Ada juga cerita tentang Dhini Hidayati, yang peduli terhadap orang lain, terutama objek yang diberitakan, seperti peduli terhadap anaknya sendiri. Dia yang paling sering bertanya bila ada berita tentang orang-orang yang kurang beruntung dan sejauh mana kita bisa membantunya.
Berita tidak hanya bermanfaat bagi pembaca, tapi juga untuk mereka yang diberitakan. Kebetulan Dhini yang mengurusi konten-konten kumparan yang hendak dibarengi juga dengan donasi bersama kitabisa.com.
ADVERTISEMENT
“Mas madin, kalau nemu berita kayak gini, kita bisa bantu sejauh apa sih mas? " tanya Dhini ke saya soal berita di bawah.
Ini baru enam. Sesungguhnya ada ratusan tim dari redaksi yang memiliki karakter menarik untuk dijadikan inspirasi. Belum lagi tim marketing yang penuh kreativitas, tim produk, data dan engineering yang jenius, tim sales yang komunikatif dan teman-teman di operasional dan finance yang sangat baik.
Nilai-nilai di atas yang membuat saya terus belajar di sini. Enaknya, tidak perlu membayar (malah dibayar) buat sekolah, dan tidak ada beban harus lulus cepat-cepat. Saya bisa belajar pendidikan master, langsung dari para master kehidupan di kumparan.
Selamat ulang tahun, kawan-kawan #percayakumparan #sekarangkumparan.
ADVERTISEMENT