Menjadi Dosen Setelah Dipecat Sebagai ASN, Pantaskah?

Riko Noviantoro
Pembaca buku dan pecinta kegiatan luar ruang. Bekerja sebagai peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
Konten dari Pengguna
15 Juni 2021 13:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dosen. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dosen. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Begitulah penggalan kalimat bung Karno dalam bukunya ‘Di Bawah Bendera Revolusi’. Buku lawas berwarna hijau lumut dengan kertas yang telah berwarna coklat. Cetakan terbarunya pun tersedia, namun tidaklah seunik buku aslinya.
ADVERTISEMENT
Pesan pendiri bangsa ini penting didengar para pendidik. Sebagai isyarat bagi pendidik, untuk menjaga integritas dirinya. Jika hitam warna dirinya, maka hitam lah warna peserta didiknya. Jika putih warna dirinya, maka putih lah warna peserta didiknya.
Bahkan bung Karno menyindir secara tajam dengan menyebut guru bermuka tegas dan displin di hadapan peserta didik. Namun berperilaku fasis atau anarkis di belakang peserta didik. Pernyataan ini disampaikan bung Karno di hadapan guru-guru Taman Siswa dengan judul sambutan Mendjadi Goeroe Dimasanja Kebangoenan. (baca: hal 613-614)
Kemudian yang menarik jika pendidik punya catatan buruk masa lalu. Misalkan pernah dipecat sebagai ASN, karena hukuman displin. Apakah layak menjadi pendidik? Bagaimana konsekuensinya?
Keteladanan dan Hukuman Displin
ADVERTISEMENT
Dari uraian di atas, tersirat bung Karno sangat khawatir buruknya kualitas peserta didik bukan dari kurikulumnya. Bukan dari fasilitas belajarnya. Bukan pula dari metode pengajaran. Namun dari buruknya integritas pendidik. Tidak jernihnya hati pendidik dapat menjadi virus yang merusak hati peserta didik.
Singkat cerita bung Karno mengingatkan tentang dua hal. Pertama pesan keteladanan dan kedua melahirkan generasi teladan. Di mana keduanya dipengaruhi sosok pendidik. Hingga menjadi saling berkaitan. Bagai rantai yang tidak boleh putus.
Hal itulah yang sejatinya juga terkandung dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tertuang pada UU Guru dan Dosen bahwa pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Di mana guru dan dosen ditempatkan sebagai profesi strategis untuk mencapai kualitas generasi.
ADVERTISEMENT
Tujuan tersebut tertuang pada bagian konsideran huruf (a) dan huruf (c) UU Guru dan Dosen, yang mengisyaratkan lahirnya generasi cerdas-berkualitas dipengaruhi kualitas guru dan dosen. Demikian persis dengan pesan bung Karno saat di hadapan guru-guru Taman Siswa.
Berdasarkan penjelasan itu pula hadirnya ASN yang dipecat karena hukuman displin dan menjadi pendidik, bisa jadi persoalan serius. Karena status pendidik yang dipecat sebagai ASN sudah pasti pelanggaran berat. Hal mana bisa terlihat pada PP No.11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang lebih tegas diuraikan pada Pasal 235, ayat (1) dan ayat (2).
Pemecatan seorang dari profesi sebagai ASN sudah indikasi rendahnya integritas pada diri orang dimaksudkan. Dengan makna lain pribadi ASN yang dipecat terdapat jiwa pembohong. Kemudian jiwa pembohong pendidik itulah yang merusak kualitas peserta didiknya. Hal demikian yang dimaksudkan bung Karno; guru tak bisa main komedi, guru tidak bisa mendurhakai ia punya jiwa.
ADVERTISEMENT
**Penulis adalah peneliti kebijakan publik IDP-LP