Menafsirkan Konsep ‘Makmur dan Adil’ ala Prabowo Subianto

Riko Noviantoro
Pembaca buku dan pecinta kegiatan luar ruang. Bekerja sebagai peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)
Konten dari Pengguna
6 April 2024 11:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Noviantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prabowo Subianto di acara Mandiri Investment Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (5/2/2024). Foto:  Instagram @prabowo
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto di acara Mandiri Investment Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (5/2/2024). Foto: Instagram @prabowo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penggalan pidato calon Presiden terpilih, Prabowo Subianto yang disampaikan setelah mendengarkan putusan KPU beberapa waktu lalu, menarik untuk disimak bersama. Bukan saja pada pesan politik yang memberikan catatan atas jalannya proses demokrasi yang sukses atau ungkapan pujian atas kerja penyelenggara pemilu, juga hal-hal berkaitan dengan arah pemerintahan ke depan.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lain perlu diketahui putusan KPU atas penetapan calon Presiden terpilih memang bukanlah jalan akhir rangkaian Pemilu 2024. Masih ada tahapan lain, yakni gugatan terhadap putusan KPU di Mahkamah Konstitusi. Sehingga putusan MK atas sengketa pemilu – lah yang menjadi penutup semua drama Pemilu 2024.
Lantas apa yang menarik dari pidato calon Presiden terpilih, Prabowo Subianto? Yang menarik dari pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra itu adalah terminologi kemakmuran dan keadilan. Suatu harapan publik yang selalu terdengar lantang, meski tak kunjung terasa datang.

Konsep Makmur dan Adil, Logika Tertukar?

Terminologi makmur dan adil sebagaimana ungkapan calon presiden terpilih, sekilas terdengar wajar dan normal saja. Namun menjadi berbeda jika disandingkan dengan beberapa konsep baku yang menggunakan terminologi ‘makmur’ dan ‘adil’.
ADVERTISEMENT
Sebelum jauh mengupas, perlu mengenal lebih dulu terminologi ‘makmur’ dan ‘adil’. Berdasarkan kajian ilmu pengetahuan memiliki prespektif yang berbeda. Kemakmuran atau makmur lebih melekatkan pada prespektif ilmu ekonomi. Di mana makmur dimaknai kondisi terpenuhinya kebutuhan pokok manusia secara fisik. Sedangkan keadilan atau adil memiliki tinjauan secara ilmu hukum. Di mana adil atau keadilan merupakan tujuan tegaknya hukum. (Sudjana;2018)
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi VI memberikan pemaknaan kata ‘makmur ‘ dan ‘adil’ secara lebih sederhana. Makmur dimaknai sebagai banyak hasil, serba kecukupan atau tidak kekurangan. Sedangkan kata ‘adil’ dimaknai tidak berpihak, tidak berat sebelah atau berpihak kepada yang benar.
Dari perspektif makna kata, maka sudah dapat dipahami ‘makmur’ dan ‘adil’ atau ‘kemakmuran’ dan ‘keadilan’ itu memperlihatkan keadaan yang didapatkan manusia. Di mana kemakmuran dan keadilan pun menjadi kebutuhan bagi setiap manusia.
ADVERTISEMENT
Kemudian apa masalahnya? Menjadi menarik konsep ‘makmur’ dan ‘adil’ sebagaimana pidato calon presiden terpilih, Prabowo Subianto. Penempatan kata ‘makmur’ dan ‘adil’ menjadi kentara logika yang tertukar. Dengan kata lain ada perbedaan fundamental dari filosofis pembukaan UUD 1945 yang menempatkan pilihan kata adil dan makmur. Bukanlah makmur dan adil sebagaimana ungkapan capres terpilih.
Apakah konsep keduanya berbeda? Jawabannya tentu berbeda. Konsep adil dan makmur pada pembukaan UUD 1945, memberi pemahaman lebih struktur dan sistematis. Karena tegaknya keadilan dapat mewujudkan kemakmuran. Dengan kata lain kemakmuran terwujud dengan keadilan.
Benarkah hal itu? Merujuk serat Kalathida karya Raden Ngabei Ronggowasito bisa menjadi pembuka pemikiran. Budayawan asal Surakarta, Jawa Tengah yang akrab dipanggil Rd Ronggowasito menyatakan keadilan merupakan prasyarat utama bagi terwujudnya kebahagiaan dan kedamaian dunia.
ADVERTISEMENT
Keadilan merupakan sendi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu jika prinsip keadilan ini ditegakkan, niscaya akan terwujudlah kesejahteraan dan kemakmuran. Seperti itulah gambaran singkat tentang keadilan dalam prinsip etika menurut Raden Ngabehi Ranggawa. (Nur Yadi; 2021)
Sri Hartati, SH.,M.H dalam jurnal Mahkamah Agung yang diterbitkan tahun 2022 memberikan penjelasan yang lebih tajam. Secara tegas mengatakan keadilan mempunyai bobot yang lebih berat dibandingkan dengan kemakmuran dan sentosa, karena rakyat bisa tahan dengan ketidakmakmuran tetapi tidak akan bisa tahan dengan ketidakadilan. Sehingga, jika keadilan sudah ditegakkan maka kemakmuran tinggal menunggu waktu saja, tetapi jika kemakmuran yang didahulukan, belum tentu keadilan akan terwujud.
Berangkat dari uraian di atas, rasanya menjadi cukup dipahami pentingnya konsep ‘adil’ dan ‘makmur’. Melalui sikap adil pemimpin negara, pemimpin wilayah atau pun pemimpin komunitas dapat secara nyata mewujudkan kemakmuran. Berbeda dengan konsep ‘makmur’ dan ‘adil’ yang secara cukup meyakinkan keadaan makmur tidak serta merta mewujudkan keadilan.
ADVERTISEMENT
Mungkin saja pidato capres terpilih Prabowo Subianto itu merupakan ketidaksengajaan. Karena disampaikan secara verbal tanpa teks. Terlebih dengan euforia kemenangan Pemilu 2024, menjadi terasa suasana terburu-buru tanpa pemikiran matang menyatakannya. Argumentasi itu memicu kesalahan konsep adil dan makmur dapat terjadi. Dan pastinya pula pemimpin negara mana pun bercita-cita dapat bersikap adil untuk memakmurkan rakyat. Semoga.