Konversi Sampah Plastik ke Bahan Bakar Minyak: Solusi atau Masalah Baru?

Pusparani Wijayanti
Mahasiswa Program Sarjana Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
15 Desember 2022 14:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pusparani Wijayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Alat pirolisis [Sumber gambar: https://static.gatra.com/foldershared/images/2019/erry/09-Sep/nta.jpg]
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Alat pirolisis [Sumber gambar: https://static.gatra.com/foldershared/images/2019/erry/09-Sep/nta.jpg]
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Permasalahan sampah merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan individu. Terlebih lagi, saat ini terdapat peningkatan jumlah penduduk yang secara langsung terdapat korelasi dengan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), terdapat 30,8 juta ton/ tahun timbulan sampah dengan sampah plastik menduduki peringkat empat terbanyak, yaitu 17,4% dari total sampah di Indonesia. Namun, hanya 19,9 juta ton/ tahun sampah yang terkelola. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa keberadaan sampah plastik ini dapat menimbulkan dampak negatif yang serius terhadap populasi dan kematian zooplankton yang merupakan sumber energi bagi ekosistem laut. Lantas bagaimana solusi yang dapat mengurangi permasalahan sampah plastik ini?
ADVERTISEMENT
Sebuah proses pengolahan disinyalir dapat dijadikan solusi permasalahan sampah sekaligus dijadikan alternatif pembuatan Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun, sebelum membahas hal tersebut, maka kita perlu mengetahui jenis-jenis dari sampah plastik terlebih dahulu. Plastik dikelompokkan dan diberikan simbol berbentuk segitiga arah panah yang merupakan simbol daur ulang yang didalamnya terdapat nomor pengodean. Jenis plastik tersebut, antara lain Polyethylene Terephthalate (PET), High Density Polyethylene (HDPE), Polyvinyl Chlorida (PVC), Low Density Polyethylene (LDPE), Polypropylene (PP), Polystyrene (PS), dan lainnya. Apakah semua jenis plastik ini dapat dijadikan bahan dasar konversi limbah plastik ke BBM melalui metode pirolisis? Berdasarkan penelitian oleh Honus et al (2018), dikatakan bahwa plastik yang baik diproses pada metode pirolisis adalah plastik jenis PS, HDPE, dan PP.
ADVERTISEMENT
Pirolisis merupakan sebuah metode dalam mengolah sampah ke bentuk bahan bakar minyak. Pirolisis ini memanfaatkan suhu tinggi tanpa adanya udara dalam memproses dekomposisi suatu bahan. Kisaran suhu yang digunakan adalah 300℃ hingga 650℃ untuk memecahkan molekul kompleks besar ke bentuk kompleks molekul yang lebih kecil. Selama proses pirolisis ini, molekul hidrokarbon kompleks dapat terurai ke dalam molekul gas, cair, maupun arang yang relatif kecil dan sederhana. Produk cair dari hasil pirolisis inilah yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar. Perlu diketahui pula, bahwa sistem pirolisis sebaiknya diikuti pula dengan proses pemilahan sampah yang ketat. Apabila sampah tercampur dan terdapat kandungan air yang tinggi, maka akan mempengaruhi kualitas produk dari pirolisis itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Bahan bakar minyak fossil berasal dari organisme yang membusuk ratusan juta tahun yang lalu, sedangkan bahan bakar minyak sampah berbahan dasar sampah plastik. Selain itu, BBM fosil dilakukan secara alami dengan bantuan organisme, sedangkan BBM sampah plastik dihasilkan oleh manusia dengan menggunakan suhu tinggi. Dibandingkan dengan BBM fosil, BBM sampah plastik mengandung sedikit minyak sehingga nilai kalorinya lebih besar. Dalam pembuatannya BBM sampah plastik tidak melibatkan oksigen yang menjadikan produk akhir dari pirolisis tidak mengandung oksigen sehingga tidak menyebabkan korosi.
Lantas, bagaimanakah penerapan pirolisis ini di negara lain? Realitanya, hanya segelintir negara yang bersedia untuk menggunakan dan memajukan teknologi ini. Negara yang telah berani menggunakan proses pirolisis ini umumnya merupakan negara maju yang persentase sampah negaranya tidak didominasi oleh sampah organik melainkan anorganik. Negara yang telah banyak mengadopsi pirolisis ini, antara lain Jepang, Jerman, Spanyol, dan Amerika Serikat. Di Indonesia, metode ini masih dalam proses pengkajian oleh pertamina dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kesadaran akan pemilahan sampah masyarakat Indonesia dianggap sebagai tantangan terbesar proses ini akan digunakan secara masif. Namun hingga saat ini, terdapat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang secara independen menerapkan metode pirolisis dalam pengelolaan sampah, salah satunya adalah organisasi bernama getplastic.id.
ADVERTISEMENT
Untuk mengetahui apakah metode ini merupakan metode yang baik terhadap lingkungan, kita harus mengetahui emisi yang dihasilkan apabila bahan bakar ini digunakan serta apakah lebih baik dari bahan bakar fosil pada umumnya. Penelitian Li et al (2018) menjelaskan bahwa untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar transportasi, minyak hasil pirolisis harus memenuhi standar, seperti American Standard (ASTM), European standards (EU), ataupun peraturan negara terkait. Dikutip dari penelitian Kalargaris (2017), menuturkan bahwa minyak hasil pirolisis memiliki kadar CO dan CO2 lebih rendah dibandingkan minyak diesel, namun menghasilkan senyawa NOx yang lebih tinggi daripada diesel. Permasalahan ini dapat dikurangi dengan ditambahkannya zat aditif pada produk pirolisis. Apakah jenis zat aditif yang dapat digunakan? Salah satu zat aditif yang dapat digunakan adalah dietil eter (DEE). Penambahan DEE ini meningkatkan efisiensi pembakaran dan meningkatkan nilai BTE sehingga membuat pembakaran lebih baik yang akan berpengaruh terhadap pengurangan emisi gas buang yang berbahaya, seperti oksida nitrogen, CO, dan CO2.
ADVERTISEMENT
Dengan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa metode pirolisis dapat dijadikan solusi untuk pengelolaan sampah plastik sekaligus dijadikan alternatif bahan bakar minyak khususnya diesel. Namun, untuk meningkatkan kualitas dari produk pirolisis ini, maka diperlukan sebuah pemilahan sampah yang baik antara sampah plastik dan sampah organik karena kandungan air dari limbah organik akan mempengaruhi hasil proses terebut. Berdasarkan hal tersebut, maka apabila nantinya Indonesia akan menggunakan metode ini secara masif, maka perlu meningkatkan manajemen pemilahan sampah yang lebih matang baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat sehingga nantinya produk yang dihasilkan dapat bermanfaat.