Masturbasi Intelektual dan Guam Pendidikan Indonesia

Puji Alphatehah Adiwijaya
Kadet Mahasiswa Program Studi Permesinan Kapal Fakultas Logistik Militer Universitas Pertahanan RI.
Konten dari Pengguna
11 Maret 2023 15:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puji Alphatehah Adiwijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampus. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampus. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan sejatinya merupakan alat untuk menstimulus kesadaran kritis dan mengajarkan kepada manusia untuk menemukan kebenaran dalam dirinya serta orang di sekitarnya. Pendidikan juga merupakan hal yang paling krusial dalam berjalannya suatu negara, intitusi, komunitas bahkan individu manusia.
ADVERTISEMENT
Di zaman ini, pendidikan menjadi sebuah tolok ukur bagaimana kemajuan dari seorang manusia. Dari hal itu dapat ditarik ulas bahwa pendidikan ada bak dua mata pisau yang saling berlawanan. Artinya pendidikan di satu sisi dapat menjadi kunci pembebasan dan penciptaan keadilan, kesejahteraan serta kemakmuran bagi manusia.
Tetapi, di sisi yang lain dapat menjadi alat pengekang, penindas, bahkan perampas kemerdekaan manusia. Itu semua sangat tergantung di mana ruang dan waktu pendidikan itu bersemayam serta diarahkan.
Ditambah lagi, dominasi sektor kapitalisme yang disertai dengan keinginan-keinginan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara apapun turut menjadi substansi dari pendidikan itu sendiri.
Ketika dipadukan dalam konteks kehidupan pada zaman sekarang, banyak sekali dari kaum-kaum yang memiliki gelar dalam berbagai bidang maupun kaum yang mengatakan dirinya sebagai intelektual berambisi untuk meraih sesuatu padahal ketika ditelisik.
ADVERTISEMENT
Nyatanya mereka telah terkungkung dalam sebuah dominasi culture positivism, yang mana pendidikan hanya digunakan untuk membuat para intelektual hasil didikannya beradaptasi terhadap dunia industri serta membentuknya menjadi manusia-manusia yang mengorientasikan kehidupannya bagi dirinya sendiri.
Fenomena di mana para kaum terdidik dan intelek ini hanya mengimplementasikan keilmuannya sendiri bagi keuntungan sendiri disebut sebagai “masturbasi intelektual”.
Kita semua tentu mengetahui bahwa masturbasi adalah cara yang dilakukan oleh manusia untuk memuaskan hasrat pribadinya. Yaa, tentu sama dengan istilah yang digunakan, masturbasi intelektual berarti sama halnya dengan orang yang melakukan masturbasi di mana mereka hanya berusaha untuk memuaskan dan memberi kenikmatan pada dirinya sendiri.
Pendidikan di sini seringkali membuat para kaum intelektual buta akan kondisi lingkungan di sekitar. Tujuan mereka menempuh pendidikan pun hanya sebatas sebagai jalan untuk mendapat masa depan yang lebih baik. Gelar yang mereka dapatkan juga seringkali hanya untuk kepentingan gengsi mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Terjadinya masturbasi intelektual ini nyatanya telah berlangsung sejak lama, kejadian ini diyakini merupakan pengaruh dari kekuasaan kapitalisme yang merenggut dan menjalar bak jamur di musim hujan ke sistem pendidikan yang kemudian mempengaruhi budaya di tengah masyarakat.
Pada awalnya, kaum intelektual ini disingkirkan kesadarannya terhadap hakikat kehidupan dan Pendidikan yang mereka jalani, proses ini dilakukan dengan cara yang amat halus sehingga siapapun yang berada dalam kondisi tersebut tidak akan menyadari.
Hasilnya, fenomena masturbasi intelektual ini mendapatkan pembenaran di mata umum. Kemudian membuat mereka para kaum intelektual tidak pernah ingin tau bagaimana problematika kehidupan di tengah masyarakat terlebih masyarakat di pinggiran.
Fenomena masturbasi intelektual ini sangat marak terjadi. Hal ini terbukti dengan banyaknya kaum intelektual dengan gelar berjejer yang selalu menerbitkan karya-karya tulis ke dalam jurnal-jurnal prosiding nasional maupun internasional. Padahal penelitian yang mereka lakukan bukanlah tentang problematika yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jurnal yang diterbitkan pun seringkali membutuhkan biaya untuk penerbitan, hal ini juga menjadi tampak jelas di mana sebenarnya tujuan dari penelitian mereka adalah agar mereka terpandang makin kompeten dan intelek. Jutaan rupiah bahkan dikeluarkan dengan tujuan agar tulisan mereka diterbitkan dalam portal-portal jurnal internasional yang tentu saja tidak semua orang paham dan mampu untuk mengaksesnya.
Uang untuk terbit tersebut mengalir deras pada penerbit yang nantinya akan bermuara kepada kepentingan pribadi perusahaan penerbit. Jurnal yang telah terbit tidak bisa diakses dengan cuma-cuma, butuh biaya lagi untuk mengunduh atau bahkan hanya untuk sekadar membaca jurnal tersebut. Lagi-lagi, uang ini akan mengalir ke kantong pribadi perusahaan penerbit yang tentu saja tujuannya adalah untuk alasan komersial.
Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock
Bahkan jika ditelisik lagi, kaum intelektual yang seringkali merupakan tenaga pendidik di berbagai institusi pendidikan meninggalkan kewajiban sesungguhnya sebagai tenaga pendidik yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, kita sudah banyak melihat tenaga pendidik yang hanya menunaikan kewajiban pertama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran. Mereka lupa atau sengaja melupakan kedua kewajiban selanjutnya yaitu penelitian dan pengembangan serta pengabdian pada masyarakat.
Bahkan publikasi dalam bentuk tulisan ilmiah yang mereka terbitkan seringkali hanya sebagai syarat administratif tertentu dalam konteks pemenuhan keperluan mereka pribadi. Lantas, siapa yang memperoleh manfaat selain diri mereka sendiri?
Jawabannya adalah tidak ada, manfaatnya hanya diperoleh oleh mereka sendiri bersama tim. Dalam kontak psikologis, publikasi ini juga memberikan rasa kepuasan ego dan kebanggaan semu dalam diri-diri mereka, dalam kata singkat hanya sebatas gengsi belaka.
Jadi, nyatanya masturbasi intelektual ini tidak jauh berbeda dengan masturbasi seksual di mana sama-sama melakukan usaha untuk kepuasan sendiri. Namun, tidak akan ada manfaatnya bila kita hanya menyalahkan mereka-mereka yang bermasturbasi intelektual ria.
ADVERTISEMENT
Kita harus melakukan hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan sekitar. Bisa dimulai dari hal kecil seperti menceritakan bagaimana serunya membaca buku hingga mengedukasi terkait kebiasaan-kebiasaan baik yang sederhana.
Akhirnya, tujuan dari penulisan artikel ini bukan untuk menyalahkan kaum intelektual. Tetapi, untuk memberikan gambaran kepada masyarakat umum bahwa peristiwa seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju. Peristiwa ini sudah terjadi dan terus terjadi di negara kita. Mari sama-sama kita kuatkan lagi tenggang rasa yang ada sehingga apapun yang kita lakukan dapat bermanfaat minimal pada lingkungan sekitar.