PDIP Beda Pendapat dengan Jokowi soal Pelibatan TNI di RUU Terorisme

31 Mei 2017 19:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang Paripurna (Foto: Akbar Ramadhan/kumparan)
Panitia Kerja RUU Terorisme hari ini kembali menggelar rapat dengar pendapat dengan pemerintah. Dalam rapat tersebut, Fraksi PDIP sempat menyampaikan bantahan terhadap pernyataan Ketua Panja RUU Terorisme Muhammad Syafi'i yang menyatakan hampir semua fraksi di DPR setuju tentang pelibatan TNI .
ADVERTISEMENT
Bantahan itu diutarakan oleh perwakilan Fraksi PDIP, Risa Mariska. Menurut dia, pelibatan TNI cukup diatur dalam UU TNI.
"Saya kritisi mengenai statement dari pimpinan yang selama ini mengklaim semua fraksi-fraksi di Pansus untuk sudah setuju. Faktanya belum. Di kita (PDIP) tidak setuju. Jadi kita masih sama dengan yang sebelumnya soal pelibatan TNI," kata Risa di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (31/5).
Mengenai pelibatan TNI, menurut Risa, sikap PDIP tetap mengacu pada ketentuan Undang-undang berlaku tentang operasi TNI di luar militer.
"Mengenai pelibatan TNI, pada prinsipnya kita masih mengacu ketentuan peraturan Undang-undang yang berlaku. Ada UU TNI yang mengatur soal operasi di luar militer. Soal pelibatan TNI sikap kami masih sama. TNI diperlukan sebatas perbantuan, sesuai undang-undang," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski Presiden Joko Widodo sudah secara khusus meminta pelibatan TNI, Fraksi PDIP tetap punya alasan tersendiri di balik ketidaksetujuan itu.
"Jika TNI dilibatkan secara langsung bukan hanya perbantuan, tentu akan mengubah sistem penegakan hukum yang selama ini dipegang oleh kepolisian. Kalau TNI dilibatkan secara aktif ini mau pakai sistem yang mana? Karena TNI enggak bisa penegakan hukum sama dengan Polri. Ini akan tumpang tindih," jelas Risa.
Tak hanya soal ketidaksetujuan pelibatan TNI, menurut Risa, fraksinya juga menegaskan bahwa masih ada materi lain dalam RUU Pemilu yang masih harus dibahas, khususnya soal penghapusan pasal Guantanamo.
"DIM (Daftar Inventaris Masalah) kita minta itu diberi penjelasan lagi, karena kalau kami memahami itu bukan pasal Guantanamo, jadi terduga teroris yang sudah memang betul divonis sebagai teroris kemudian dibawa ke suatu tempat selama 6 bulan adalah proses deradikalisasi. Jadi bukan pula diasingkan ini dan itu. Tapi nanti kita dengar pemerintah penjelasan seperti apa," tegasnya.
ADVERTISEMENT