Pemberontakan Nika, Kehancuran Rakyat di Tengah Pertandingan Olah Raga

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
16 Februari 2019 19:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era Bizantium terdapat sebuah perhelatan olah raga yang dilaksanakan setiap hari libur, bertempat di Hippodrome –sebuah arena besar yang diperuntukan bagi kompetisi olah raga, salah satunya balap kereta kuda.
ADVERTISEMENT
Ribuan orang akan berkumpul di tempat itu untuk menonton atlet-atlet kebanggaan mereka berkompetisi demi kehormatan suatu golongan tertentu. Terdapat empat tim utama, yang dibedakan sesuai dengan warna yang mereka kenakan: putih, merah, hijau, dan biru.
Pada saat Kaisar Yustinianus berkuasa di Bizantium, berbagai kelompok masyarakat menyatakan ketidakpuasan atas pemerintahannya. Mereka sering menyuarakan keluhan atas kinerja kaisar di berbagai tempat, termasuk saat pertandingan di Hippodrome saat tim yang diusung kaisar berlaga.
Pada Januari 532 M, kritik dan tuntutan masyarakat telah mencapai puncaknya, di mana terjadi beberapa pemberontakan di wilayah Bizantium. Dikisahkan, setelah seminggu menghadapi gempuran para pemberontak, Yustinianus memutuskan menonton pertandingan balap kereta kuda di Hippodrome.
Saat sang kaisar tiba di arena, suasana di antara para penonton cukup panas. Mereka yang hadir merupakan bagian dari rakyat yang mendukung penurunan Yustinianus sebagai kaisar, termasuk juga para atlet yang akan bertanding.
ADVERTISEMENT
Pada akhir kompetisi hari pertama, tim biru dan tim hijau bersatu meneriakkan ‘Nika’ (menang) untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan kaisar. Tindakan itu menyulut para penonton untuk menyatakan komitmen mereka pada pemilihan kaisar baru di Bizantium, hingga akhirnya kerusuhan besar pun pecah.
Ketika Konstantinopel berada di luar kendali, Yustinianus yang ketakutan telah bersiap untuk melarikan diri. Namun, Theodora menahannya dan mengatakan bahwa Yustinianus lebih baik tewas ketika memegang jabatan kaisar daripada harus menanggalkan statusnya itu.
Theodora kemudan mengatur sebuah strategi untuk menghancurkan kekuatan para pemberontak di dalam negerinya. Ia dan Yustinianus mengirim seseorang untuk menyuap setengah dari rakyat yang melakukan perlawanan di Hippodrome. Jumlahnya yang cukup banyak telah berhasil memecah kekuatan pihak oposisi.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Theodore mengutus sebuah pasukan di bawah pimpinan Belisarius untuk menghabisi kekuatan pemberontak yang tersisa. Pasir di dalam stadion, yang sebelumnya berwarna coklat berubah menjadi merah gelap ketika 30.000 orang dibantai oleh pasukan kerajaan yang bersenjata penuh.
Sumber : Montefiore, Simon Sebag. 2012. Tokoh Kontroversial dalam Sejarah Dunia. Jakarta : Penerbit Erlangga
Foto : commons.wikimedia.org