Review Fast and Furious 9: Makin Hiperbola, Tetapi Juga Melodrama

Konten Media Partner
13 Juni 2021 7:09 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fast & Furious 9. Foto: Dok. Universal Pictures
zoom-in-whitePerbesar
Fast & Furious 9. Foto: Dok. Universal Pictures
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Jakarta - Fast and Furious 9 (F9), bagian dari The Fast Saga, menunjukkan betapa franchise ini gak ada matinya. Skalanya terus naik, semakin gila, semakin hiperbola, dengan adegan-adegan laga yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Setelah beberapa kali rilisnya mengalami penundaan di tahun 2020, akhir F9 rilis juga di bioskop pada hari Jumat kemarin, 11 Juni 2021.
ADVERTISEMENT
Setelah sempat bergeser ke kisah Luke Hobbs (Dwayne Johnson) dan Deckard Shaw (Jason Statham), di Fast & Furious: Hobbs & Shaw, saga ini kembali ke tokoh utamanya yaitu Dominic Toretto (Vin Diesel) dan La Familia-nya. Tentu saja kisahnya kembali ke skenario world-saving yang sampai sekarang pun saya masih heran kenapa pemerintah mempercayakan hal-hal sensitif seperti itu kepada orang "biasa" seperti Dom.
Hidup damai bersama Letty (Michelle Rodriguez) dan anak mereka, Baby B, setelah apa yang terjadi pada Fast & Furious 8 (The Fate of The Furious), Dom kedatangan crew lamanya. Mereka adalah Roman (Tyrese Gibson), Tej (Ludacris), dan Ramsey (Nathalie Emmanuel). Mereka menginfokan bahwa pesawat Mr. Nobody (Kurt Russell) telah dibajak dan ia diculik bersama benda berbahaya yang disebut Project Ares. Pemerintah meminta Dom untuk menemukan dan menyelamatkan Mr. Nobody.
ADVERTISEMENT
Dom awalnya menolak permintaan tersebut. Namun, ketika ia menonton video penculikan Mr. Nobody, dirinya melihat sesosok pria dengan kalung yang sama dengannya. Kalung tersebut adalah kalung keluarga Toretto yang berarti siapapun pemiliknya adalah bagian dari keluarga Dom. Satu-satunya orang yang memiliki kalung tersebut selain dirinya adalah Jacob (John Cena), sang adik. Di titik tersebut, Dom memutuskan untuk keluar dari masa pensiunnya dan menghadapi sang adik.
Fast & Furious 9. Foto: Dok. Universal Pictures
Majalah Variety sempat berkata, terjadi pergeseran dalam franchise-franchise film action saat ini. Franchise film James Bond mulai tampil realistis ala Jason Bourne. Franchise Mission Impossible mulai go global ala James Bond. Nah, franchise Fast and Furious makin "impossible" misi-misinya ala Mission Impossible. In some way, Fast and Furious pun makin terasa seperti film superhero (akuilah!). Lewat F9, franchise berusia 20 tahun itu makin jauh dari identitas aslinya, racing movies.
ADVERTISEMENT
Nyaris tidak ada balap-balapan di film ini kecuali satu balapan yang dipaksakan masuk. Mobil sport hadir untuk laga yang semakin menjadi-jadi hingga kami berpikir makan apa sutradara Justin Lin ketika membuat film ini. Ada saja trik ia untuk menaikkan skala kegilaan di F9 agar melebihi apa yang sudah gila juga di film-film sebelumnya seperti menarik brankas bank dengan mobil (Fast Five).
Dari awal hingga akhir, F9 menyajikan laga-laga menegangkan yang menawarkan edge-of-your seat excitement. Mulai dari kejar-kejaran di hutan dengan mobil beraksi ala Tarzan hingga permainan tarik menarik mobil dengan magnet. Tentu saja aksi-aksi tersebut memporak-porandakan fasilitas publik. Jika Dom dan La Familia tidak bekerja untuk pemerintah, mungkin bukan action yang ia dapat melainkan pengadilan class action. Bayangkan hajat hidup orang banyak yang ia hancurkan.
ADVERTISEMENT
Untuk kisah Dom sendiri, film ini mengupas satu layer (jika tak ingin dikatakan memeras) kehidupannya lagi. Jika film sebelumnya berbicara tentang anak hasil hubungan di luar nikah Dom, F9 berbicara tentang sejarah keluarganya. Treatmentnya cukup melodramatis, memperlihatkan apa yang rusak dari tali persaudaraan Dom dan Jacob. Dualitas keduanya merupakan keseruan tersendiri.
Sayangnya, Vin Diesel sepertinya terlalu narsis. Semakin ke belakng, fokus film menjadi terlalu banyak ke Dom. Karakter Jacob jadi tidak berkembang dengan baik. Dia berakhir seperti gelas yang setengah terisi, serba nanggung. Kontras dengan Dom yang digambarkan dengan begitu sempurna layaknya superhero.
Fast & Furious 9. Foto: Dok. Universal Pictures
Hal itu diperparah dengan bagaimana F9 juggling dengan berbagai macam plot atau karakter yang dipaksakan masuk. Hasilnya adalah film yang terasa sesak dengan karakter-karakter lama hadir untuk sekedar numpang. Di satu sisi, kami paham bahwa F9 berusaha memastikan semua karakter berada di kontinuitas yang sama setelah "kekacauan kronologis" bernama Fast and Furious: Tokyo Drift itu.
ADVERTISEMENT
Dari semua karakter yang kembali, tentu Han (Sung Kang) yang menjadi sorotan utama kami. Kehadirannya membuat kematian ia di Tokyo Drift seperti sia-sia, tidak berbobot, terlepas selogis apapun alasannya. Kami tidak akan kaget misalkan Gal Gadot kembali di Fast 10 (Fasten?). Mungkin franchise Fast and Furious memang benar-benar berniat menjadi franchise superhero di mana berlaku hukum "tidak ada superhero yang benar-benar mati".
In the end, kami harus menyadarkan diri (lagi) bahwa franchise Fast and Furious memang hadir bukan untuk menghadirkan kisah berkualitas dan logis. Ini bukan produk high culture, tapi pop culture. Franchise Fast and Furious hadir untuk menyajikan laga-laga kendaraan di luar nalar, beroktan tinggi, yang pada titik ini it's a given.
ADVERTISEMENT
F9 melanjutkan tradisi hiburan tersebut dan masih berhasil menghibur kami. Laganya asyik, karakter-karakternya lumayan menarik, namun di satu sisi formulaic. Jika kalian sudah menonton film-film Fast and Furious sebelumnya, F9 masih mempertahankan formula laga di luar nalar, kembalinya karakter lama, misi berskala besar, dan kehancuran di mana-mana. Bisa saja dikritik, tapi ada pepatah lama "If it ain't broke, don't fix it".
TRISNANYOLO , ISTMAN