Potensi Industri Influencer Capai Rp 14 Triliun, Bisa Dinikmati Kalangan Bawah

Konten Media Partner
27 April 2022 15:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dengan nilai PDB Indonesia menyumbang 1,28 persen dari total PDB dunia, bisa diperkirakan industri influencer marketing di Indonesia bernilai sekitar Rp 14 triliun. Dan ada peluang bagi kalangan bawah untuk ikut menikmatinya.
Ilustrasi influencer. Foto: Pixabay
Selain mengejar pertumbuhan ekonomi, di masa pemulihan pandemi, Indonesia menghadapi isu ketimpangan yang semakin melebar yang dipicu justru oleh penetrasi digital.
ADVERTISEMENT
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, mengutip hasil survey dari Bank Dunia yang menemukan bahwa penetrasi digital di era pandemi hanya memberi kenaikan pendapatan untuk kalangan bawah sebesar 1 persen, sedangkan bagi kalangan atas kenaikan pendapatan jauh di angka 24 persen.
“Dan data tersebut sebenarnya terkonfirmasi dengan data lain, bahwa total waktu penggunaan internet di kalangan bawah itu hanya 3 persen saja waktu habis untuk jualan, sementara 70 persen lebih untuk mainan media sosial, sisanya lain-lain,” kata Bhima, saat dihubungi akhir pekan lalu.
Sederhananya, saat kelas menengah atas bisa meningkatkan pendapatannya melalui e-commerce dan media sosial (medsos), kalangan menengah bawah masih menggunakan internet hanya untuk bersenang-senang saja di medsos.
ADVERTISEMENT
Data Statista menunjukkan jumlah pengguna sosial media di Indonesia sebanyak 204 juta dari total populasi pada tahun 2022 sebanyak 278 juta jiwa . Dan angka pengguna medsos tersebut akan terus mengalami kenaikan menuju 236 juta jiwa pada tahun 2026.
Pengguna medsos sebanyak itu menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara di dunia yang kecanduan sosial media.
Tren jumlah pengguna medsos yang terus meningkat itu juga terjadi di seluruh dunia dan telah diadopsi oleh pemilik brand dengan spending iklan influencer marketing (medsos) yang terus meningkat.
Influencer Marketing Hub (2022) memperkirakan total nilai pasar influencer marketing di dunia mencapai USD104 miliar atau setara dengan Rp1.493 triliun (Kurs Rp14.359 per USD) pada 2022. Dan diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang secara impresif.
ADVERTISEMENT
Dengan nilai PDB Indonesia menyumbang 1,28 persen dari total PDB dunia, bisa diperkirakan industri influencer marketing di Indonesia bernilai sekitar Rp14 triliun.
Namun sayangnya, nominal tersebut tidak terbagi rata bagi setiap segmen di mana influencer ataupun konten kreator kalangan atas masih mendominasi pembagian kue pendapatan industri ini.
Masalah Konten Kreator
Peneliti Indef Bhima Yudhistira saat menghadiri Diskusi Kinerja OJK Ditengah Kasus Jiwasraya, Selasa (28/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Bhima Yudhistira mengatakan pentingnya keterlibatan pemerintah dan pelaku teknologi di Indonesia untuk punya perhatian lebih pada UMKM dan kalangan ekonomi menengah bawah agar bisa produktif di dunia digital.
"Di e-commerce baru 20 persen UMKM yang migrasi ke sana, masih gagap. Sementara di industri influencer pun menengah bawah juga tak kebagian kue iklan," katanya.
Menurut Bhima, di industri konten kreator atau influencer marketing, kelas menengah bawah sulit mengambil peluang endorsement karena ketimpangan akses, skill, dan modal dengan kalangan atas.
ADVERTISEMENT
“Kenapa? Karena untuk menjadi influencer di medsos memerlukan akses ke brand, alat, dan skill digital, bahkan tim. Dan yang mempunyai sumberdaya itu semua kan kalangan atas jadinya ya mereka inilah yang sering mendapatkan kesempatan endorsement dari brand,” jelas Bhima.
Kebiasaan beberapa influencer kalangan atas yang kerap memamerkan hartanya (flexing) juga makin memperlihatkan ketimpangan kelas sosial yang begitu menganga.
Kesempatan influencer kalangan bawah untuk berekspresi seakan ditutup dengan hal tersebut.
“Ada fenomena dimana yang mendapatkan endorsement adalah mereka yang melakukan flexing. Ibaratnya influencer harus punya Ferrari dulu agar produk yang ditawarkan laku,” tambah Bhima Yudhistira.
Ada Peluang di Media Sosial
Jennifer Ang dalam diskusi di Yogyakarta, Rabu (27/4). Foto: Istimewa
Jennifer Ang, founder CUIT Indonesia–startup yang berusaha memberikan kesempatan kepada influencer ataupun konten kreator kalangan bawah– punya pandangan menarik.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, teknologi pada dasarnya adalah selalu tentang usaha untuk menyelesaikan masalah nyata di masyarakat.
Seperti iklim industri influencer marketing yang belum ideal dengan adanya ketimpangan antara kalangan atas dan bawah, sebenarnya bisa mendapat solusi dari teknologi.
“Temuan Bank Dunia tentang ketimpangan ekonomi karena penetrasi digital sebenarnya dapat dipecahkan dengan bantuan teknologi yang tepat guna. Medsos misalnya, menurut saya justru mempunyai kekuatan untuk bisa menyelesaikan masalah ketimpangan di Indonesia,” jelas Jennifer dalam diskusi di kantor pengembangan teknologi CUIT Indonesia di Yogyakarta, Rabu (27/4).
Dengan mengacu data yang menunjukkan peran media sosial serta industri influencer yang berkembang sejauh ini, dapat dilihat bahwa sebenarnya ketimpangan ekonomi bisa teratasi jika para influencer kalangan bawah mendapat pembagian kue pendapatan di industri ini.
ADVERTISEMENT
Kekuatan Persona Unik Kalangan Bawah
Seorang anak bermain di perkampungan kumuh, Kampung Bengek di Jakarta Utara. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Menurut Jennifer, influencer kalangan bawah atau yang lazim disebut sebagai hyper micro influencer mempunyai persona yang menarik. Influencer kategori ini mempunyai ciri khas yang unik, ekspresif, dan asli.
Hasil postingan mereka pun mempunyai kategori yang beragam mulai dari kuliner, fesyen, musik, game, dan sebagainya, bahkan pertanian.
“Jadi sebenarnya, dengan persona tersebut, terdapat banyak opsi bagi brand untuk bekerja sama dengan hyper micro influencer dalam kegiatan marketing yang sesuai kebutuhannya,” kata Jennifer.
Namun, brand perlu mendapat dukungan data yang akurat terkait hyper micro influencer sehingga bisa melakukan proses seleksi yang tepat dalam kegiatan influencer marketing mereka.
Dukungan data sangat penting untuk menemukan solusi sehingga menghasilkan simbiosis mutualisme antara brand dan hyper micro influencer.
ADVERTISEMENT
“Dan teknologi memungkinkan untuk menghasilkan data yang akurat sebagai bahan pertimbangan bagi brand untuk optimasi dana marketing mereka,” jelas Jennifer yang mendirikan CUIT bersama dengan para talenta data terbaik Indonesia di Yogyakarta.
Sementara Jennifer sepakat bahwa musti ada dukungan pemerintah bagi UMKM dan kalangan bawah untuk produktif di internet, baik lewat e-commerce maupun lainnya, di saat yang sama Jennifer kembali mengingatkan ada peluang sangat besar di industri influencer marketing yang musti dioptimalkan.
“Bayangkan jika nominal Rp 14 triliun di industri influencer marketing ini juga diperoleh oleh kalangan bawah, tentunya akan sangat membantu mengurangi ketimpangan ekonomi di Indonesia,” pungkas Jennifer Ang.