Penambang Kali Progo Keluhkan Izin Tak Diperpanjang Sultan, yang Ilegal Bebas

Konten Media Partner
14 Januari 2024 11:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penambangan pasir di Sungai Progo. Foto: DMPT Kulon Progo
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penambangan pasir di Sungai Progo. Foto: DMPT Kulon Progo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para penambang pasir di Kali Progo yang tergabung dalam paguyuban Kelompok Penambang Progo (KPP) mengeluhkan Instruksi Gubernur DIY No. 3/2023 tentang Penanganan Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan pada Daerah Aliran Sungai Progo di DIY.
ADVERTISEMENT
Ingub tersebut salah satunya mengatur tentang moratorium izin penambangan pasir di Sungai Progo. Instansi terkait diminta untuk melakukan moratorium Izin Usaha Pertambangan berupa penolakan permohonan perpanjangan izin dan penerbitan izin baru di wilayah Kali Progo.
Akibat kebijakan itu, ada sebanyak sebanyak 18 izin penambangan yang dimiliki anggota KPP tak bisa diperpanjang lagi. Sebab, izin yang dikeluarkan tahun 2019 itu akan habis pada Februari mendatang.
Ketua KPP, Yunianto, menilai kebijakan tersebut tidak tepat karena izin tersebut justru menjadi instrumen negara untuk mengatur penambang-penambang yang beroperasi di Kali Progo, di samping menjadi sumber pendapatan Pemerintah Daerah (Pemda) melalui pajak.
“Moratorium ini tidak akan menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan di Kali Progo,” kata Yunianto kepada Pandangan Jogja, Sabtu (13/1).
ADVERTISEMENT
Sebab, saat pemerintah mengeluarkan moratorium ini, di saat bersamaan ia melihat tak ada langkah serius dari pemerintah untuk menertibkan penambang-penambang ilegal yang beroperasi di Kali Progo.
“Penambang-penambang liar semakin marak, seolah ada pembiaran, bahkan di zona-zona merah seperti di dekat instalasi vital milik negara, misalnya bendungan dan sebagainya,” kata dia.
Penambang-penambang ilegal yang tak pernah ditertibkan ini menurut dia justru jauh lebih berbahaya. Pasalnya, sebagian besar penambang tersebut berasal dari luar daerah dengan kapasitas eksploitasi yang lebih besar.
Sementara itu, anggota KPP terdiri atas masyarakat yang tinggal di sekitar Kali Progo. Jika ditambang oleh warga sekitar, menurutnya akan lebih mudah untuk mengendalikan potensi kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan.
“Kalau yang bekerja orang lokal, itu secara otomatis akan bekerja sekaligus menjaga lingkungan karena itu adalah tempat kami tinggal. Berbeda jika yang menambang itu orang jauh,” kata Yunianto.
ADVERTISEMENT