Pak Jokowi Bersama Siapa, Prabowo, Ganjar, atau Anies?

Konten Media Partner
6 Agustus 2023 21:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah opini dari Sugeng Bahagijo, Direktur Rumah Politik Kesejahteraan.
Presiden Joko Widodo bersama Menhan Prabowo Subianto dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meninjau panen raya di Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023).Foto: Dok. Istimewa
Pertanyaan utama hari-hari ini adalah, kepada siapa kah Jokowi akan memberikan dukungan: Prabowo, Ganjar atau Anies?.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan ini penting karena pemilih dan warga Indonesia diyakini masih sangat mendukung dan menyukai Jokowi. Tidak kurang bahwa tingkat popularitas Jokowi masih di atas 60 persen. Sebuah angka dukungan publik yang memberikan jaminan menang apabila beliau mencalonan diri lagi.
Pertanyaan ini juga penting karena para elite politik baik di legislatif dan eksekutif tengah menunggu tanda-tanda dan sinyal politik dari Presiden. Kemanakah restu Presiden dalam pemilu presiden 2024?
Sugeng Bahagijo, Direktur Rumah Politik Kesejahteraan. Foto: Istimewa
Dalam sebuah diskusi hasil survei oleh Rumah Politik Kesejahteraan (RPK) bulan Juni lalu di Jakarta dengan para diplomat asing, pertanyaan tentang ke mana arah dukungan Jokowi dan apa program-program para calon presiden (capres) menjadi pertanyaan kunci.
Kita hanya bisa menduga-duga. Namun kita percaya publik dan calon pemilih berhak tahu agar pemilu berjalan rasional, kompetisi berbasis program tidak sekadar tokoh, dan berjalan damai.
ADVERTISEMENT
Tanda pertama adalah apa yang kita sebut sebagai siapa yang akan melanjutkan ciri khas Pembangunan ala Presiden Jokowi.
Jokowi sudah sering menyebut masa depan kita Indonesia tidak mudah. Karena kita hanya punya waktu 13-15 tahun untuk lepas dari Jebakan Negara Menengah (menjadi Negara Maju).
Alasannya sesudah masa 13-15 tahun ke depan, bonus demografi Indonesia akan mulai berubah, jumlah tenaga kerja produktif mulai menurun dan Indonesia tidak punya waktu emas untuk melakukan lompatan ekonomi. Tanpa lompatan SDM, Indonesia akan berhenti menjadi Argentina ketimbang menjadi Korea Selatan.
Karena itu, diperlukan pemimpin visioner yang bisa melanjutkan strategi dan rencana pembangunan berbasis Indonesia-sentris. Dua ciri utama utama dari Indonesia masa Jokowi adalah fokus kepada dua langkah pembangunan strategis yaitu pembangunan SDM dan infrastruktur nasional.
Presiden Jokowi menerima finalis Puteri Indonesia 2023 di Istana Merdeka dan berdiskusi mengenai bonus demografi. Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Tanda Kedua, demokrasi dan politik dipandang dalam kacamata persaingan gagasan dan metode kerja, bukan permusuhan dan penghancuran. Kompetitor, tokoh yang berbeda program dan metode kerja perlu dikalahkan dengan cara damai dan persuasi. Karenanya masih mungkin untuk menemukan kesepakatan di antara para pihak. Politik tidak perlu dan tidak boleh memperparah pembelahan sosial.
ADVERTISEMENT
Jokowi tahu bahwa dalam politik sebenarnya ada dua aspek yaitu ada prosedur politik (pemilu) dan ada legitimasi sosial.
Meski ia menang secara prosedur pemilu, tetapi legitimasi sosial tetap harus dipenuhi dan dijaga. Karena itulah, Prabowo dirangkul dan diajak untuk bersama-sama mengelola pemerintahan. Dengan cara itu politik bukan permusuhan ideologi tetapi kompetisi program dan tokoh saja. Gentleman agreement dapat dilakukan.
Karena di sebalah sana bukan musuh tetapi tokoh yang punya potensi dan kontribusi untuk membangun tetapi dengan fokus dan metode kerja yang berbeda. Dengan cara itu, Jokowi dapat mengenlola pemerintahan secara efektif dan dapat menghantar prioritas program dan kebijakan-kebijakan.
Prabowo Subianto dan Joko Widodo bertemu di MRT Lebak Bulus pada 13 Juli 2019tak lama usai hasil pilpres diumumkan. Foto: Ricky Febrian/kumparan
Tanda Ketiga, adalah pelanjutan sistem demokrasi. Meski Rocky Gerung dan banyak pihak melancarkan kritik pedas, Jokowi tidak memandangnya sebagai ancaman dan tidak berencana melakukan tuntutan hukum serta tidak berniat menghukum. Hal ini dianggap biasa atau bukan perkara besar.
ADVERTISEMENT
Sistem pemilu terbuka tetap didukung padahal penganjur perubahan menjadi sistem tertutup adalah parpol pengusungnya, selama dua periode. Usulan agar putranya menjadi calon wakil presiden (cawapres) dibantah secara terbuka dan agar para cawapres mencari calon lainnya.
Dan akhirnya, rekonsiliasi sosial budaya kepada pelanggaran HAM masa lalu ditempuh termasuk dengan korban 1965 dan korban-korban pelanggaran HAM lainnya. Bahkan ada tawaran untuk pemulihan kewarganegaraan.
Presiden Jokowi berangkat ke Aceh untuk kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM pada 27 Juni 2023. Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Sayangnya ketiga tanda tanda ini masih belum cukup membantu kita untuk menebak dan memprediksi ke mana suara dukungan Presiden. Indikator atau tanda tanda yang menyambungkan antara ketiganya dengan para calon presiden masih terlalu jauh. Masih belum kita temukan mata rantai keterkaitan atau sebab akibat yang valid tanpa ragu.
ADVERTISEMENT
Sejauh mana fakta – ucapan dan tindakan - mendukung komitmen ketiga capres kepada misi Indonesia menjadi negara maju, politik sebagai persaingan program dan ide dan kelanjutan sistem demokrasi dan hak asasi manusia?
Dalam hal lepas keluar dari jebakan negara menengah, atau melompat menjadi negara maju, hanya Gus Imin dan PKB yang sistematik dan jelas menjadikannya sebagai tujuan dan program prioritas. Sementara Ganjar dan PDIP tampaknya belum mengeluarkan statemen kunci. Sementara Prabowo sudah mengusung proposal perdamaian menangani konflik Rusia-Ukraina.
Dalam hal sistem demokrasi, Gerinda dan PKB dan Golkar bersama-sama partai politik lainnya menolak sistem pemilu tertutup. Sementara PDIP ingin sistem tertutup. PDIP menekankan warisan Soekarno, sayangnya ide Soekarno zaman dulu belum diturunkan operasional konkret dalam konteks kekinian seperti yang sudah dikerjakan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Maka, baiklah kita pertimbangkan tiga indikator yang mungkin menjadi pembeda. Ketiganya adalah:
(a) Siapakah yang secara kuat mendukung kelanjutan IKN?
Jokowi tiba bersama Cak Imin di Harlah PKB ke 20 tahun di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (22/7). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sejauh kita tahu secara publik, Gus Imin dan PKB sebagai calon cawapres yang justru sudah hadir dan mengunjungi lokasi Pembangunan IKN di Kalimantan. Sebagai simbol dan bukti kuat dukungan kelanjutan IKN
(b) Siapakah yang tegas kuat mendukung politik demokrasi?
Politik sebagai arena persaingan ide ide dan program dan bukan permusuhan – ketiga capres kelihatan masih sama.
Yang berbeda adalah Prabowo kini bergeser gaya dan pendekatan cara lebih mengajak dan mendengarkan ketimbang masa lalu. Lainnya masih belum mulai kontestasi ide-ide program sebagai cara berkonukiasi dan meyakinkan publik dan calon pemilih. Justru pada titik ini Gus Imin PKB yang sudah mengeluarkan 11 Program PKB. Termasuk Dana Desa 5 Miliar per Tahun.
ADVERTISEMENT
(c) Siapakah yang melanjutkan sistem demokrasi dan Hak Asasi Manusia di masa depan?
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau proyek pembangunan Sirkuit Formula E di Ancol, Jakarta, Senin (25/4/2022). Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden
Ganjar dan PDIP tidak didukung publik ketika menolak penyelenggaran Piala Dunia U-20. Sementara kedua capres termasuk Anies mendukung Piala Dunia U-20 di Indonesia. Secara umum, hingga Agustus ini, dua bulan sebelum pendaftaran capres dan cawapres, kita belum menemukan ide atau program politik dari ketiganya.
Alhasil, pertanyaan awal kita masih belum terjawab dengan baik dan meyakinkan. Kita masih belum menemukan ada tanda-tanda valid tentang ke mana arah angin dukungan Presiden Jokowi. Justru Gus Imin dan PKB yang memiliki resonansi kuat atau mata rantai logis yang menyambung antara warisan Jokowi dengan rencana kerja, janji kerja dan program priotasnyanya di masa depan. ####
ADVERTISEMENT