Mandikan Keris Pusakamu di Bulan Suro Ini Bersama Sanggar Keris Mataram

Konten Media Partner
2 Agustus 2023 20:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung sedang menyaksikan salah satu keris pusaka yang dipamerkan dalam Pagelaran Mahakarya Keris Kamarogan Nusantara di Ndalem Poenokawan, Yogya, Sabtu (27/5). Foto: ES Putra
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung sedang menyaksikan salah satu keris pusaka yang dipamerkan dalam Pagelaran Mahakarya Keris Kamarogan Nusantara di Ndalem Poenokawan, Yogya, Sabtu (27/5). Foto: ES Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sanggar Keris Mataram berkolaborasi dengan Sekber Keistimewaan DIY akan menggelar Jamasan Tosan Aji bulan Suro Jimawal 1957 pada Sabtu-Minggu (12-13) Agustus mendatang di Ndalem Widihastan Tegalsari, Geneng, Panggungharjo, Bantul. Jamasan atau upacara pemandian Tosan Aji ini akan dibuka dan bisa diikuti oleh masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Ketua Sanggar Keris Mataram, Ki Nurjianto atau akrab disapa Gus Poleng, menjelaskan bahwa jamasan merupakan ritual memandikan dan menyucikan koleksi benda-benda pusaka berunsur logam seperti keris, tombak, dan sebagainya.
Di Keraton Yogya, bahkan jamasan juga dilakukan terhadap kereta-kereta pusaka. Sedangkan di Makam Raja-Raja Mataram Pajimatan Imogiri juga dilakukan tradisi nguras enceh atau gentong air.
“Acara jamasan di Keraton Yogyakarta dan Imogiri serta lampah ratri topo bisu mubeng beteng malam 1 Suro selalu menyedot kehadiran publik. Masyarakat datang untuk ngalap berkah. Hal ini menggembirakan karena berarti masyarakat Yogyakarta masih peduli dan mencintai budayanya sendiri,” kata Gus Poleng pada Rabu (2/8).
Ketua Sanggar Keris Mataram, Ki Nurjianto atau akrab disapa Gus Poleng. Foto: Dok. Istimewa
Pada Bulan Suro seperti sekarang, bagi masyarakat Jawa memang menjadi momentum reflektif untuk memperbanyak laku spiritual. Dan salah satu ritual yang turun temurun lazim dilakukan di Bulan Suro adalah melakukan jamasan.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, bulan Suro 2023 akan berlangsung dari Rabu Legi, tanggal 19 Juli 2023 sampai dengan Rabu Wage, 16 Agustus 2023.
Menurut Gus Poleng, jamasan memiliki dua makna utama.
Pertama sebagai tindakan restoratif atas warisan karya seni budaya adiluhung dengan berupaya menjaga keutuhannya, mencuci, dan membersihkannya dari karat, debu, atau tempelan partikel lain lalu memberinya warangan serta minyak.
Kedua, jamasan juga bermakna sebagai manifestasi laku spiritual manusia Jawa untuk selalu menyembah dan mengingat keagungan Tuhan Sang Maha Pencipta. Menjamasi keris juga berarti bahwa manusia merefleksikan perjalanan hidup selama ini untuk memantapkan langkah kehidupannya ke depan agar senantiasa selaras dengan tuntunan Tuhan.
“Selain itu, ada nilai kesinambungan yakni sebagai wujud rasa terima kasih dan menghargai peninggalan atas karya seni budaya nan adiluhung para generasi pendahulunya kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Ilustrasi uborampe jamasan pusaka. Foto: Dok. Istimewa
Pada proses ritual jamasan pusaka nanti, Sanggar Keris Mataram menyiapkan kelengkapan mulai uborampe sesaji, air kelapa, jeruk nipis, minyak wangi pusaka, batu warangan, serta sejumlah wadah untuk merendam pusaka. Semua tahapan jamasan dilakukan pagi hingga siang saat terang hari supaya hasil pembersihan dan mewarangi tosan aji dapat berlangsung optimal.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Gus Poleng menegaskan bahwa dalam tradisi jamasan tak ada hubungannya dengan klenik atau mitos-mitos tertentu. Namun murni kesadaran manusia sebagai insan beriman yang memiliki perspektif kebudayaan yang cipta rasa dan karsa.
“Bahkan sejatinya menjamasi pusaka tidak harus terpaku pada Bulan Suro, bisa saja dilakukan di bulan-bulan lainnya. Tergantung kesiapan waktu dan niat masing-masing,” tegasnya.
Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra. Foto: Dok. Istimewa
Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra mengungkapkan bahwa keberadaan tosan aji atau senjata pusaka seperti keris dan tombak menjadi warisan budaya Indonesia yang sudah mendunia, bahkan telah ditetapkan menjadi salah satu warisan budaya tak benda asal Indonesia oleh lembaga ilmu pengetahuan dan budaya dunia atau UNESCO sejak 25 November 2005 di Paris.
“Keris menjadi yang pertama ditetapkan UNESCO baru kemudian menyusul batik, angklung, kapal pinisi, noken, dan gamelan,” kata Widihasto.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, jejak peradaban keris dapat terlihat dari keberadaan artefak arkeologis era kerajaan Medang periode Mataram Kuno di abad ke 8-9 seperti candi Kalasan, Sewu, Borobudur, dan Prambanan dimana banyak dijumpai relief candi yang memperlihatkan adanya benda tajam yang terselip di pinggang seperti keris, belati, dan tombak.
Relief Candi Prambanan. Foto: Dok. Istimewa
Kemungkinan besar penguasaan teknologi metalurgi sudah dimiliki leluhur Nusantara di era-era sebelum itu. Hal itu menurutnya sangat membanggakan dan jadi bukti bahwa Bangsa Indonesia memiliki sejarah peradaban yang bernilai tinggi.
“Peristiwa tahun 2020, yaitu pengembalian keris Pangeran Diponegoro bernama Kiai Nogo Siluman yang dirampas kompeni Belanda di era Perang Jawa tahun 1830 lalu misalnya, dapat dipergunakan menjadi materi edukasi yang menarik bagi generasi muda masa kini bahwa keberadaan sebuah benda pusaka keris lekat dengan nilai kesejarahan bangsa sehingga keberadaannya patut diselamatkan dan dilestarikan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT