Hajatan Kampung Buyar "Luput" Diangkat di Pentas Sedhut Senut di Sewon Bantul

Konten Media Partner
25 Agustus 2023 17:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu pentas Kelompok Sedhut Senut. Foto: Dok. Sedhut Senut
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pentas Kelompok Sedhut Senut. Foto: Dok. Sedhut Senut
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kelompok sandiwara berbahasa Jawa Sedhut Senut akan mementaskan lakon berjudul "Luput" di Ndalem Widihastan Tegalsari RT 01 Geneng Panggungharjo Sewon Bantul DIY pada Jumat malam ini, 25 Agustus, mulai pukul 19.00. Pementasan ini menjadi bagian dari perayaan HUT RI Ke-78.
ADVERTISEMENT
Lakon "Luput" mengisahkan tentang sebuah kampung yang merencanakan sebuah hajatan pernikahan. Warga kampung bersatu untuk memasang tarub. Namun, muncul konflik ketika salah satu warga memiliki gaya hidup yang berbeda dengan yang lainnya. Konflik ini mengakibatkan hajatan kampung menjadi hancur.
“Melalui lakon "Luput" ini, Kelompok Sedhut Senut ingin menyampaikan pesan penting tentang pentingnya hubungan harmonis antarwarga bangsa, toleransi, dan semangat persatuan dalam keberagaman suku, etnis, dan agama,” kata Widihasto Wasana Putra, sebagai tuan rumah penyelenggara acara, dalam rilis pers yang diterima redaksi, Jumat (25/8).
Widihasto mengatakan, kelompok Sedhut Senut, yang dipimpin oleh Elyandra Widharta, Fajar Murdiyanto, Ibnu Gundul Wibowo, Tuminten, Bambang Gundul, Gepeng, dan lainnya, dikenal dengan kemampuannya mengolah cerita kehidupan sehari-hari masyarakat menjadi lakon yang menarik, unik, dan menghibur.
ADVERTISEMENT
Menurut Widihasto, penampilan sandiwara berbahasa Jawa semakin menggema di Yogyakarta, terutama dengan munculnya Kelompok Sedhut Senut. Mereka sukses menggelar serangkaian pentas keliling yang melibatkan berbagai kelompok dari Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam Festival Milangkori. Tujuan festival tersebut adalah untuk menghidupkan kembali seni pertunjukan sandiwara berbahasa Jawa dan menciptakan generasi baru pelaku seni.
“Di festival itu tempat pementasannya juga unik, tidak seperti gedung seni pertunjukan atau instansi pemerintah. Mereka memilih untuk tampil di tengah-tengah pemukiman warga, seperti pelataran kampung, teras rumah warga, dan tepi sungai. Ini menciptakan hubungan yang erat antara pemain dan penonton,” papar Widihasto.
Salah satu pentas Kelompok Sedhut Senut. Foto: Dok. Sedhut Senut
Kelompok Sedhut Senut awalnya dikenal sebagai Komunitas Sego Gurih, telah berdiri sejak tahun 1998 di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia di Bantul. Pada tahun 2017, mereka mengubah nama menjadi Kelompok Sedhut Senut. Mereka diakui sebagai salah satu pemimpin dalam mempromosikan seni sandiwara berbahasa Jawa di DIY dengan mengadakan workshop di berbagai desa untuk mendorong ekspresi pemikiran dalam bentuk sandiwara bahasa Jawa.
ADVERTISEMENT
“Pada pementasan malam ini akan dibuka dengan penampilan biola oleh pelajar dari Komunitas Andum Violin yang akan memainkan lagu-lagu kebangsaan dan daerah Nusantara,” kata Widihasto.
Salah satu pentas Kelompok Sedhut Senut. Foto: Dok. Sedhut Senut
Aktor Whani Darmawan, di rilis yang sama, menyebutkan bahwa pertunjukan Sedhut Senut sangat menghibur dan mendekatkan diri dengan masyarakat Jawa. Mereka menggunakan konsep yang sederhana, 'narima ing pandum' atau menerima kondisi seadanya.
“Mereka bisa tampil di mana saja dan kapan saja dengan fasilitas yang minim. Ini adalah bentuk seni yang memanggil pemirsa dari berbagai lapisan masyarakat,” jelas Whani.