Festival Seni Cahaya Van Gogh-nya Indonesia Digelar di Jogja sampai 5 Desember

Konten Media Partner
27 November 2023 19:07 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pengunjung menonton salah satu bagian dari pameran Sumonar 2023 di Museum Affandi. Foto: Maya P
zoom-in-whitePerbesar
Para pengunjung menonton salah satu bagian dari pameran Sumonar 2023 di Museum Affandi. Foto: Maya P
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akun TikTok ngalorngidulyuk, membuka kontennya dengan sebuah kalimat pendek yang menggoda,”katanya Van Gogh Alive Jakarta sudah pindah ke Jogja ya.”
ADVERTISEMENT
Van Gogh adalah seniman Belanda hidup pada pertengahan hingga akhir abad 19 dan kemudian menjadi salah satu pelukis paling dikenal di dunia. Selain karyanya, Van Gogh juga dikenal karena ia mengiris telinga kirinya dengan pisau cukur.
Pameran Van Gogh Alive yang digelar di Jakarta pada Juli-Oktober lalu mendapat antusiasme yang luar biasa. Diproduksi oleh Grande Experience, pameran yang disebut sebagai pameran yang menghadirkan pengalaman Immersive ini telah digelar di lebih dari 70 negara.
Tapi sebenarnya bukan Van Gogh Alive Jakarta yang pindah ke Jogja. Meski tampak sebagai sebuah clickbait -karena ngalorngidulyuk memakai video di pameran Van Gogh Alive Jakarta- tapi sebenarnya tak berlebihan jika menyebut bahwa Affandi dan Sudjojono adalah Van Gogh-nya Indonesia.
Karya-karya Affandi ditembakkan ke dinding ruang Museum Affandi. Foto: Maya P
Affandi merupakan pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionismenya yang khas. Publik awam akan lekat dengan gambaran Affandi sebagai pelukis yang langsung memencet tube cat minyak ke kanvas untuk membuat lukisannya.
ADVERTISEMENT
Adapun Sudjujono, disebut sebagai Bapak Seni Rupa Modern Indonesia, meski bagi publik awam tentu saja tak sepopular Affandi.
Dua tokoh seni rupa Indonesia itulah -Affandi dan Sudjujono- yang dihadirkan oleh Pameran Sumonar 2023 yang digelar di Museum Affandi dari Sabtu (25/11) hingga 5 Desember nanti.
“Kehormatan besar kepada para seniman yang berpartisipasi terutama tahun ini menjadi sangat spesial, karena ini adalah tahun pertama bagi Sumonar merekonstruksi dan menginterpretasi 2 karya maestro penting Indonesia, Affandi dan Sudjojono.”
“Sebuah catatan penting bahwa dari tahun ke tahun Sumonar berfokus pada pengembangan dan implementasi teknologi seni instalasi cahaya,” demikian papar Kurator Sumonar Festival, Ignatia Nilu, saat memberi sambutan pada pembuka Sumonar 2023, di Museum Affandi, Sabtu (25/11) lalu.
ADVERTISEMENT
Perbedaan dan Persamaan 2 Maestro
Foto: Maya P
Diterangkan Nilu, Sudjojono dikenal memiliki karakter ideologis nasionalis, sedang Affandi seorang pelukis yang memiliki karakter ideologis kosmologis.
Orientasi pemikiran Sudjojono sering dimanivestasikan dengan konteks perjuangan kebangsaan dan identitas nasional. Sedangkan Affandi sering berhubungan dengan wilayah kemanusiaan dan universalitas.
“Di sinilah kami mencoba untuk melakukan interpretasi dan menggabungkan kedua narasi tersebut dalam wujud wahana immersive,” terang Nilu.
Sejak baru masuk gerbang Museum Affandi di Jalan Solo itu, penonton akan langsung disuguhi permainan lampu cahaya yang menyoroti karya pop-up relief karya Kartika Affandi berjudul “Wisdom of The East | Kebijaksanaan dari Timur.”
"Wisdom of The East" yang disorot cahaya. Foto: Maya P
Sorotan lampu tersebut merupakan proyeksi dari pemetaan video (video mapping) karya Fanikini yang diarahkan pada karya Kartika Affandi di dinding luar Museum Affandi.
ADVERTISEMENT
Memasuki Museum Affandi, pengunjung bisa menikmati 6 lukisan yang terkait Affandi dan Sudjojono yang sudah digubah dalam sebuah permainan cahaya yang ditembakkan melalui proyektor ke dinding.
Kurator Sumonar 2023, Mikke Susanto mengatakan baik Affandi dan Sudjojono, kedua maetro seni rupa Indonesia ini, sama-sama memiliki kisah cinta dan ide karya yang menarik untuk disimak dan diteladani.
Affandi memiliki istri pertama bernama Maryati, sedangkan Sudjojono memiliki istri pertama bernama Mia Bustam.
Maryati dan Mia Bustam juga memiliki kedekatan secara personal sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia. Mereka merasakan pahit getirnya menjadi istri pelukis yang ditekan oleh zaman.
Foto: Maya P
Di samping lukisan potret figur para istri, lukisan pemandangan juga disajikan dalam pameran ini. Keduanya, sama-sama pernah dan menyukai ide melukis alam.
ADVERTISEMENT
Ada 2 ruang di Museum Affandi yang pengunjung bisa menikmati perjalanan Affandi dan Sudjojono. Di ruang kedua bahkan pengunjung bisa duduk-duduk bean bag sambil menikmati gambar-gambar di dinding yang terus berubah. Di ruang kedua inilah, pengunjung bisa menikmati semuanya bersama dengan interpretasi musik dari Frau atas Affandi dan Sudjojono.
Selain itu Sumonar 2023 juga menghadirkan karya seni cahaya dari karya-karya Heri Dono dan karya retrospeksi dari Gunawan Maryanto dengan kolaborator M Komarudin.
Dukungan Penuh Dinas Kebudayaan DIY
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Laksmi Pratiwi, saat memberi sambutan pembukaan pameran Sumonar 2023. Foto: Maya P
Saat membuka Sumonar 2023 pada Sabtu (25/11) itu, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Laksmi Pratiwi, mengatakan bahwa sudah sejak tahun 2019, festival ini hadir dan memberi ruang presentasi karya seni cahaya meliputi video mapping dan instalasi seni cahaya bagi artis nasional maupun internasional. Di tengah masa pandemi, festival ini pun tetap mampu menunjukkan konsistennya.
ADVERTISEMENT
“Sumonar merupakan festival video mapping dan seni cahaya yang digagas oleh Jogja Video Mapping Project (JVMP) yaitu kolektif seniman visual dan media yang mendapat dukungan penuh dari Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY,” papar Dian.
Dian juga menerangkan bahwa tak hanya di Museum Affandi, salah satu bagian pertunjukan dari Sumonar tahun ini adalah sebuah Video Mapping di Titik Nol Yogyakarta pada 1-3 Desember nanti.
Pertunjukan seni cahaya di salah satu bagian Museum Affandi. Foto: Maya P
Menurut Dian, pertunjukan video mapping dari beberapa seniman nasional dan internasional di fasad Gedung BNI 46 merupakan bentuk pemanfaatan warisan budaya.
“Sudah kewajiban kita bersama untuk melestarikan budaya dan ini tidak hanya berhenti pada upaya perlindungan dan pengembangan, namun juga terus-menerus menggali potensi pemanfaatan."
"Apalagi kita masih dalam suasana suka cita, karena kawasan sumbu filosofi di mana video mapping ini disajikan, baru saja diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia,” papar Dian.
ADVERTISEMENT
Terakhir Dian Laksmi mengatakan bahwa Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY menyambut baik semangat dari Sumonar untuk menjadi festival seni cahaya paling bergengsi dan termutakhir sebab ini sesuai dengan visi Bubernur DIY untuk terus mengembangkan budaya inovasi dan pemanfaatan teknologi.
“Untuk itulah kami hadir dan memberi support penuh. Kami berharap peristiwa ini akan berdampak secara luas baik bagi kemajuan seni cahaya DI Yogyakarta dan kesejahteraan pelaku maupun siapa saja yang terlibat sehingga ekosistem seni cahaya di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat tumbuh subur,” tandas Dian.
Indonesia Urutan 3 Dunia dan Sumonar Masuk Kharisma Event Nusantara (KEN)
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu. Foto: Maya P
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu, yang hadir mewakili Menparekraf, Sandiaga Uno, di kesempatan yang sama mengatakan bahwa Sumonar menunjukkan besarnya potensi ekonomi kreatif Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dan Indonesia, dikatakan Vinsensius, ada di urutan 3 dunia untuk ekonomi kreatif. Hanya kalah dari Amerika yang punya Hollywood dan Korea Selatan yang punya Drakor dan K-Pop.
“Potensi seni inilah yang perlu digali dan dikembangkan melalui strategi, inovasi, adaptasi dan kolaborasi. Seni pencahayaan adalah seni yang baru dan ini merupakan adaptasi bahkan inovasi yang layak diapresiasi. Mungkin satu-satunya, kalaupun ada di daerah lain belum ada festival sebesar ini,” katanya.
"Wisdom of The East" yang disorot cahaya. Foto: Maya P
Untuk diketahui, Sumonar menjadi salah satu festival di Yogya yang masuk dalam 110 even di seluruh Indonesia yang disuport penuh oleh Kemenparekraf dalam tajuk Kharisma Event Nusantara (KEN).
Selain Sumonar, ada 5 even lain di Yogya yang masuk dalam KEN yakni, Ngayogjazz, Wayang Jogja Night Carnival, Keroncong Plesiran, Festival Van Der Wick, dan Jogja Violin Fest.
ADVERTISEMENT
“Kalau tahun depan Sumonar masuk KEN, pasti akan terus kami dukung. KEN adalah event-event unggulan daerah yang kita kumpulkan dan kita dukung sepenuhnya untuk bisa diselenggarakan."
Salah satu karya yang dipajang di Sumonor 2023 di Museum Affandi. Foto: Maya P
"Satu pesan khusus dari Menparekraf Sandiaga Uno, kalau tahun depan masih diselenggarakan lagi jangan sampai ini hanya dinikmati oleh orang sekitar. Oleh karena itu promosi, exposure harus diperluas sehingga nanti ada pergerakan wisnus dari berbagai daerah datang dan juga wisman,” papar Vinsensius Jemadu.
Vinsensius Jemadu memastikan tahun depan makin banyak event-event di Yogya yang akan masuk dalam KEN. Ia berharap, bukan kuantitas saja tapi kualitas penyelenggaraan event harus makin ditingkatkan.
“Kualitas yang memberikan dampak ekonomi, sosial budaya dan bagaimana menyelenggarakan event dengan konsep sustainable event, peduli lingkungan, sehingga sponsor banyak datang,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT