Bukan Bakpia, 100 Tahun Lalu Bule Paling Suka Berburu Kartu Pos Saat ke Jogja

Konten Media Partner
25 Juli 2022 19:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto kartu pos lama tentang Yogyakarta. Foto: Toko House of Lala
zoom-in-whitePerbesar
Foto kartu pos lama tentang Yogyakarta. Foto: Toko House of Lala
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jika saat ini bakpia dan gudeg menjadi oleh-oleh utama bagi sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, dan foto selfie adalah ritual wajib, berbeda dengan wisatawan mancanegara 100 tahun silam. Seabad yang lalu, para bule dari Eropa dan Amerika yang berwisata ke Jogja justru paling suka berburu kartu pos.
ADVERTISEMENT
Hal itu diceritakan oleh kurator sekaligus sejarawan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Siti Mahmudah Nur Fauziah. Saat itu, awal abad 20-an, bakpia dan gudeg memang belum menjadi oleh-oleh yang populer di Yogyakarta.
“Awal abad 20 dulu populer sekali kartu pos,” kata Uzi, sapaan akrab Siti Mahmudah Nur Fauziah, kepada Pandangan Jogja @Kumparan, pekan kemarin.
Pada masa itu, kartu pos memang menjadi salah satu benda yang paling dicari oleh turis mancanegara. Ketika berwisata ke Hindia Belanda, mereka suka sekali mencari kartu pos bergambar pemandangan, bangunan bersejarah, atau potret kehidupan masyarakat Hindia Belanda.
Karena teknologi informasi belum secanggih sekarang, kartu pos saat itu berfungsi untuk mengirimkan salam atau kabar kepada keluarga atau teman di negara asalnya, fungsinya seperti email atau pesan elektronik pada zaman sekarang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kartu pos juga bisa dibawa pulang ke negara asalnya sebagai oleh-oleh atau kenang-kenangan. Fungsinya mirip dengan foto, yang bisa menjadi tanda bahwa seseorang pernah mengunjungi suatu tempat.
“Kalau sekarang cukup pakai foto, tapi karena dulu masih sedikit sekali yang punya kamera, maka kartu pos juga menjadi tanda bahwa seseorang sudah pernah mengunjungi suatu tempat,” ujarnya.
Toko Europa di Ngabean, Primadona Bule untuk Berburu Kartu Pos
Foto Toko Europa di Jalan Ngabean Yogyakarta. Foto: Repro dari buku Kota di Djawa Tempo Doeloe karya Olivier Johannes Raap
Di Yogyakarta, ada sebuah toko yang menjadi primadona para bule untuk berburu kartu pos. Toko itu adalah Toko Europa.
“Salah satu toko di Yogyakarta yang menjual kartu pos itu ada di Toko Europa,” kata Uzi.
Toko Europa merupakan toko yang menjual berbagai keperluan orang Eropa yang diimpor langsung dari Eropa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Eropa yang tinggal maupun berkunjung ke Yogyakarta. Selain menjual perlengkapan untuk orang-orang Eropa, Toko Europa juga menjadi salah satu penjual kartu pos yang paling lengkap di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Belum diketahui pasti, kapan toko ini pertama kali dibangun. Tapi, Uzi mengungkapkan bahwa Toko Europa ini telah disinggung oleh J. Groneman dalam bukunya ‘Reosgids voor Jogjakarta en omstreken’ yang pertama kali diterbitkan pada 1900.
J. Groneman merupakan orang yang pertama kali membuat panduan wisata khusus tentang Yogyakarta dalam bahasa Belanda. Buku panduan itu berisi tentang tempat-tempat wisata apa saja yang ada di Yogyakarta dan sejumlah informasi lain seperti hotel atau penginapan yang ada di Yogyakarta.
Salah satu tempat yang dipromosikan oleh panduan wisata itu adalah Toko Europa. Dalam buku itu dituliskan dalam Bahasa Belanda yang artinya ‘Tidak Tahu Jogja yang Tidak Mengunjungi Toko Europa’. Kalimat itu semacam promosi untuk mengajak para turis untuk mengunjungi Toko Europa karena banyak menyediakan barang-barang khas Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
“Kalau di buku itu pernah disebutkan, berarti kemungkinan Toko Europa memang sudah ada dari sebelum abad 20,” ujarnya.
Dulu, toko ini beralamat di Ngabean Straat (sekarang Jalan Ahmad Dahlan) Nomor 4. Pada tahun 1915, toko ini mendapat tambahan tanah dari sebagian area Loji Kebun yang sekarang menjadi Gedung Agung. Namun, saat ini toko tersebut sudah tidak ada, bekas bangunannya juga sudah tidak tersisa.
Kartu Pos Pertama di Indonesia
Foto kartu pos lama tentang Yogyakarta. Foto: Toko House of Lala
Di Indonesia, kartu pos pertama kali dicetak pada 1874 oleh pemerintah Hindia Belanda melalui Pos Negara. Waktu itu, kartu pos yang diterbitkan belum memiliki gambar. Satu sisi yang kosong berfungsi untuk menulis surat, sedangkan sisi lainnya untuk menulis alamat penerima dengan perangko yang sudah tercetak.
ADVERTISEMENT
Pada akhir abad 19, sekitar tahun 1890an, baru penerbit-penerbit swasta mulai ikut mencetak kartu pos dengan gambar. Karena itu, kartu pos menjadi lebih indah dan menarik dengan berbagai variasi ukuran, ada yang 9x14, ada juga yang 10x14.
“Gambarnya bisa berupa foto, ilustrasi, sketsa, lukisan, dan sebagainya,” kata Siti Mahmudah Nur Fauziah.
Sejak saat itulah, tren kartu pos sebagai oleh-oleh atau kenang-kenangan mulai meningkat. Sebab, selain tampilannya lebih indah, gambar-gambar yang ada di kartu pos itu juga bisa menunjukkan ciri khas dari tempat-tempat yang dikunjungi oleh wisatawan.
Selain gambar, judul pada kartu pos juga memiliki daya tarik tersendiri. Olivier Johannes Raap, dalam bukunya ‘Kota di Djawa Tempo Doeloe’, mengatakan bahwa ditemukan banyak judul menarik dengan toponimi atau nama geografis yang menyimpan cerita tersembunyi tentang keadaan suatu tempat pada masa lalu.
ADVERTISEMENT
Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi turis-turis mancanegara yang tentu sudah mengorbankan banyak uang dan waktu untuk datang ke Hindia Belanda.
“Bagi para produsen kartu pos, orang Eropa merupakan sasaran utama yang terbiasa membeli kartu pos,” tulis Olivier Johannes Raap.