Apa Beda Ojek Online dan On Demand Services? CEO Jogjakita Jelaskan Visinya

Konten Media Partner
22 Mei 2023 17:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengojek Jogjakita. Foto: Dok. Jogjakita
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengojek Jogjakita. Foto: Dok. Jogjakita
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
CEO Jogjakita, Ahmad Mirza Alif Syahrial, langsung menolak saat disebut perusahaannya adalah pengembang aplikasi ojek online. Jogjakita, menurutnya bukan sekadar aplikasi ojek online. Karena di aplikasi Jogjakita, merchant maupun pengguna juga bisa berbagi konten seperti halnya di media sosial.
ADVERTISEMENT
“Jogjakita bukan aplikasi ojek online ya, tapi aplikasi On Demand Services alias apa saja ada di Jogjakita. Ojek online ada, tapi seperti di tiktok, di Jogjakita semua bisa berbagi konten dan konten yang ditampilkan di feed akan berbasis lokasi sehingga bisa langsung klik beli pakai ojek Jogjakita,” terang Mirza saat ditemui di kantornya di Kotagede, Selasa (16/5).
Tangkapan layar web Jogjakita. Foto: Istimewa
Semua bisa berbagi konten di Jogjakita. Artinya baik user, merchant, ataupun pengojek onlinennya, semua bisa membagikan kontennya -dalam bentuk video ke aplikasi. Dan bagi user yang sedang melihat, feed yang ditampilkan akan berbasis lokasi sehingga jika ada konten jualan merchant yang lewat di feed, user bisa langsung membelinya dengan ongkos ojek yang murah.
ADVERTISEMENT
“Semua barang ada, nggak cuma food, ojek online, dan konten berbasis lokasi, tapi ada pembeda penting dari Jogjakita dengan apps ojol atau medsos lainnya adalah semua konten dan produk yang dijual di Jogjakita khusus produksi orang-orang dan tentang Jogja. Jogjakita dibikin dari dan untuk keistimewaan Jogja,” kata Mirza.
Jadi, di aplikasi Jogjakita tidak hanya makanan yang bisa dijual atau dibeli, melainkan kos-kosan, motor, handphone, baju, apa saja jika memang dijual di Jogja bisa dijual atau dibeli di Jogjakita.
Istimewanya Jogja Jadi Narasi Utama
CEO Jogjakita, Ahmad Mirza Alif Syahrial. Foto: ESP
Jadi gimana Mas Mirza, Jogjakita tuh kayak tiktok apa kayak ojek online?
Mirza menjelaskan, mula-mula yang harus dimengerti adalah founder Jogjakita, Ibnu Sunanto, adalah seorang nasionalis sejati. Dan karena ia seorang warga asli dan tinggal di Jogja -meski membangun bisnis di Surabaya- ia begitu mencintai Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Ibnu, dikisahkan Mirza, adalah seorang pebisnis teknologi namun memiliki sifat nasionalisme tinggi, yang sangat ingin berkontribusi untuk kota yang ia sangat ia cintai ini, Yogyakarta.
“Perusahaan teknologinya, bahkan Jogjakita ini, sudah banyak yang mau invest bahkan akuisisi, dari banyak pemodal asing. Tapi Pak Ibnu menolaknya, karena memang beliau ingin Jogjakita ini tetap milik orang Jogja, dalam hal ini sampai sekarang bootstrap (didanai sendiri) oleh Pak Ibnu,” papar Mirza.
Menarasikan istimewanya Jogja itulah ide dasar dari lahirnya Jogjakita versi terbaru yang diluncurkan pada Maret lalu. Sementara ojek online di dalam Jogjakita adalah bagian dari istimewanya Jogja.
Mirza meminta kita semua membayangkan narasi-narasi Jogja di platform medsos lain yang bisa ketumpuk-tumpuk dengan narasi-narasi yang tidak relevan dengan Jogja. Sementara di Jogjakita dijamin semua konten akan berisi konten soal Jogja semata. Sehingga pengalaman user akan Jogja akan lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
“Di medsos tentu saja sudah sangat banyak konten soal Jogja tapi yang ter-highlight di sana kan yang keren-keren saja. Banyak hal yang istimewa, tenggelam oleh FYP. Kalau di Jogjakita semua soal Jogja mendapat hak eksklusif untuk lewat feed di user di mana ia berada. Dan kalau makanan bisa langsung dibeli, ke depan akan ada kerajinan dan semua produk masyarakat Jogja. Pokoknya khusus produk Jogja,” jelas Mirza.
Harga Dijamin Paling Murah
Foto: Istimewa
Agar orang Jogja dan para wisatawan mau mendownload dan memakai aplikasi Jogjakita, Mirza memberi jaminan bahwa untuk layanan food, semua yang dijual di Jogjakita memiliki harga paling murah dibanding kompetitor.
Rahasianya ada pada potongan yang diambil manajemen Jogjakita dari harga makanan maksimal hanya 15 persen dan itu pun merchant sudah bebas pungutan. Jadi, harga makanan di Jogjakita ditentukan oleh Jogjakita yang maksimal hanya akan lebih mahal 10-15 persen dari harga aslinya.
ADVERTISEMENT
Sementara biaya ojol, Jogjakita pun memberi jaminan sangat kompetitif dan di jarak-jarak tertentu bahkan lebih murah dari kompetitor.
“Jadi jika harga jual makanan Rp 20 ribu, itu kita cuma ambil Rp 2-3 ribu alias nggak terlalu jauh dari harga asli makananya. Sementara di ojol potongan kita konsisten hanya 15 persen. Kita sudah riset kita bisa beri paling murah, jaminan,” kata Mirza.
CEO Jogjakita, Ahmad Mirza Alif Syahrial. Foto: ESP
Jogjakita bisa memberi tarif kompetitif, diterangkan Mirza, hal itu karena Jogjakita tidak bakar-bakar uang untuk diskon, untuk iklan, ataupun kampanye-kampanye besar-besaran lain.
Sebaliknya, semua program untuk konsumen yang dirancang oleh Jogjakita, tidak memerlukan bakar-bakar uang. Meskipun tampak memberi program diskon, hal itu sebenarnya tidak mengorbankan keuangan Jogjakita.
Misalnya, Jogjakita memiliki Customer Loyalty Reward dimana konsumen mendapat 100.000 dalam bentuk poin ketika pertamakali mendownload aplikasi Jogjakita.
ADVERTISEMENT
“Itu bentuknya poin yang setiap belanja akan mendapat potongan maksimal 20 persen yang berarti mengurangi poinnya. Belanja Rp 30 ribu dapat potongan 20 persen atau Rp 6 ribu. Jadi poin tersisa Rp 94 ribu. Nah, Jogjakita kan tidak rugi karena masih dapat komisi dari driver 15 persen,” kata CEO Jogjakita, Ahmad Mirza Alif Syahrial.
Jogjakita juga memiliki program referral dimana jika mengajak teman untuk mendownload dan saat teman tersebut order pertama kali, si pengajak mendapat poin 7.500. Punya 10 teman maka dia bisa mendapat 75.000 dan referral akan terus sampai berapapun teman yang mendownload memakai kode referral tersebut.
Mirza mengaku merasa penting untuk menjelaskan model bisnisnya bahkan membuka kepada semua orang bahwa Jogjakita tidak bakar-bakar uang, sebab, bakar-bakar uang menurutnya justru tidak menjamin sustainability. Dan yang pasti, aplikasi akan membutuhkan uang yang sangat banyak sekali hingga pada akhirnya memerlukan suntikan modal dari luar yang membuat visi Jogjakita sebagai bagian dari keistimewaan Jogja menjadi hilang.
ADVERTISEMENT
“Sekali lagi visinya adalah untuk keistimewaan Jogja. Jogjakita aplikasi yang hanya melayani orang Jogja. Tidak mau jadi aplikasi nasional, sebaliknya kita mau orang dari seluruh Indonesia bisa beli barang asli Jogja lewat aplikasi Jogjakita,” jelas Mirza.
Ya, Jogjakita di fase selanjutnya yang direncanakan akan dimulai tahun depan, akan bekerjasama dengan jasa kurir dan ekspedisi sehingga orang dari mana saja bisa beli barang-barang produksi penduduk Jogja.
Target 1 Juta User dalam 3 Bulan Mendatang
Foto: Istimewa
Hari-hari ini CEO Jogjakita, Ahmad Mirza Alif Syahrial, memiliki kerja yang sangat besar yakni memimpin tim untuk mencapai target pertama Jogjakita yakni mencapai 1 juta user dalam 3 bulan mendatang.
Saat wawancara berlangsung, total installer Jogjakita sudah mencapai 266 ribu. Pertumbuhan installer Jogjakita versi 3.0 pada Maret lalu setiap bulannya mencapai 100 persen sehingga dalam 3 bulan ditargetkan 1 juta user sudah akan tercapai.
ADVERTISEMENT
“Jogjakita meluncur pertamakali 2020 sebagai aplikasi pembayaran online, PBB, listrik, dan sebagainya. Lalu saat pandemi 2021 jadi ojek online untuk membantu teman-teman UMKM kita luncurkan kampanye “nengndi wae 5000," dan sukses. Nah 2 tahun kita luncurkan versi 3.0 versi on demand services (apa saja ada) berbasis media sosial,” kata Mirza.
Saat ini Jogjakita memiliki 6 ribu driver dan 7 ribu merchant. Sedangkan alat pembayaran bisa menggunakan semua channel pembayaran seperti tunai, gopay, ovo, shopee pay, dana, QRIS, dan bahkan paylater pun bisa.
“Kita percaya ketika kita mendanai sendiri pengembangan aplikasi kita, maka Jogjakita akan bisa mengejar visinya sebagai aplikasi istimewa dari dan untuk kota istimewa Jogjakarta. Maka hal ini harus dijaga dengan penuh kesabaran,” pungkas Mirza.
ADVERTISEMENT