Peluang Besar Budidaya Ikan Botia, Si Cantik 'Harimau' Dunia Air

Konten dari Pengguna
24 Oktober 2020 13:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ikan botia. Foto: tfhmagazine.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ikan botia. Foto: tfhmagazine.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika banyak dunia usaha tumbang di era pandemi, ada beberapa sektor usaha yang justru mengalami perkembangan pesat. Salah satunya adalah usaha budidaya ikan hias. Usaha-usaha budidaya ikan hias semakin menjamur selama masa pandemi seiring banyaknya penghobi-penghobi ikan hias baru.
ADVERTISEMENT
Idil Ardi, Kepala Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), mengatakan hal tersebut menunjukkan tren positif bahwa budidaya ikan hias bisa menjadi sumber perekonomian masyarakat Indonesia, terutama di masa yang serba sulit seperti sekarang.
“Perdagangan ikan hias semakin meningkat sampai dua kali lipat,” ujar Idil Ardi dalam seminar daring yang diadakan oleh BRBIH, Kamis (22/10).
Potensi itu didukung dengan adanya sumber daya ikan hias yang sangat bervariasi di Indonesia yang sudah memiliki pasar baik pasar ekspor maupun domestik. Salah satu ikan hias yang paling dicari oleh pasar ekspor adalah ikan botia (Chromobotia macracanthus) yang hidup di perairan tawar Sumatera dan Kalimantan.
“Ikan ini memiliki kelebihan warnanya yang sangat menarik. Warnanya sangat bagus sekali (hitam dengan loreng jingga). Kalau kita bisa katakan di darat ada macan (harimau), di air botia adalah macannya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di Sumatera, botia banyak ditemukan di sungai Batanghari, sedangkan di Kalimantan biasa ditemukan di danau Sentarum. Biasanya, ikan ini hidup di aliran sungai. Namun pada musim hujan dan musim pijah, ikan ini akan bermigrasi ke hulu dan menetap di aliran sungai yang lebih kecil.
Hampir semua eksportir ikan hias menurut Idil selalu mencari ikan botia. Sayangnya, akhir-akhir ini suplai ikan botia dari Indonesia mengalami penurunan karena populasinya di alam semakin menipis.
“(Sehingga) mau tidak mau ikan ini harus dikembangkan budidayanya,” lanjutnya.
Untuk melakukan budidaya botia, diperlukan sejumlah teknologi. Sejak 2008, BRBIH menurut Idil telah melakukan pengembangan budidaya ikan hias ini mulai dari teknologi pembenihan sampai pada produksi pembesaran. Teknologi ini menurutnya juga sudah diaplikasikan di beberapa daerah di habitat asal botia yakni Sumatera dan Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Nicky Kusuma, seorang eksportir ikan hias dari Lucky Indo Aquatic juga mengatakan bahwa botia merupakan salah satu primadona ikan hias dari Indonesia. Di pasar ikan hias dunia, ikan botia menurutnya sangat populer.
“Botia ini sangat populer di perdagangan ikan hias di seluruh dunia. Baik di Indonesia, sampai di luar negeri, Asia maupun Eropa,” ujar Nicky.
Sebagai eksportir, setiap mengekspor ikan ke luar negeri, hampir 90 persen negara menurutnya selalu meminta ikan botia. Sehingga semua eksportir menurutnya pasti membutuhkan ikan botia karena pasarnya yang sangat besar.
Alasan Botia Jadi Pilihan
Foto: Istimewa.
Ada beberapa alasan kenapa botia merupakan pilihan yang tepat untuk dibudidayakan. Pertama, tentu karena botia merupakan ikan endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di perairan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ikan populasi ikan botia di alamnya akan semakin menipis karena terus ditangkap dalam jumlah besar.
“Botia adalah salah satu primadona ikan hias Indonesia. Itu sebabnya banyak banget permintaan dari negara lain, dari dalam maupun luar negeri,” ujar Nicky Kusuma.
Keterbatasan waktu dan fasilitas penampungan di musim botia juga menjadi alasan kenapa ikan ini mesti dibudidayakan. Pasalnya, botia hanya bisa didapatkan di saat musim penghujan dalam periode waktu hanya sekitar enam bulan. Karena itu, ikan ini harus ditampung dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan selama setahun sampai musim botia berikutnya.
“Jadi terkadang kekurangan fasilitas untuk menampung botia,” ujarnya.
Apalagi saat ini teknik budidaya ikan botia dan teknologi resirkulasi sudah dikuasai oleh BRBIH, sehingga tidak ada lagi alasan kesulitan teknologi. Dengan dilakukannya pembudidayaan ini, maka ke depan tidak perlu lagi menangkap ikan botia dari alam untuk memenuhi permintaan pasar.
ADVERTISEMENT
“Sehingga alam kita bisa terjaga. Kalau alam kita sudah terjaga, otomatis kelestariannya juga akan terjamin,” lanjutnya.
Saat ini juga sudah semakin banyak jalur-jalur pemasaran ikan hias yang bisa dimanfaatkan. Misalnya melalui media sosial, pameran ikan hias, kontes-kontes ikan hias, rekomendasi dari lembaga terkait seperti KKP maupun BRBIH, bergabung dengan asosiasi ikan hias, serta penjualan secara online.
Memulai Budidaya Ikan Botia
Untuk melakukan budidaya botia, diperlukan beberapa wadah pemeliharaan, di antaranya ruang pemeliharaan induk, bak inkubasi telur, ruang penetasan artemia, serta yang paling penting adalah ruang untuk pemeliharaan larva menjadi benih.
“Semua fasilitas ini menggunakan sistem resirkulasi,” ujar Agus Priyadi, Peneliti dari BRBIH.
Pemeliharaan induk botia dilakukan di dalam kanvas tank dengan sistem resirkulasi. Bobot ideal indukan ada di kisaran antara 60 sampai 100 gram atau 5 sampai 6 inchi. Dalam satu kanvas bisa diisi sebanyak 100 ekor indukan.
ADVERTISEMENT
Indukan botia diberi makan cacing tanah sebanyak 5 sampai 10 persen dari biomas setiap hari. Untuk kualitas air, yang paling penting diperhatikan adalah temperatur. Temperatur air dalam ruang pemeliharaan induk botia harus dijaga antara 25 sampai 26 derajat celcius.
“Jadi harus stabil, tidak boleh temperatur di bawah 25 derajat atau di atas 26 derajat,” ujarnya.
Induk betina yang sudah siap dipijah, ciri-cirinya dapat diamati secara visual. Badannya gendut dengan perut yang buncit dan ketika diraba kulitnya akan terasa halus. Selain itu, genitalnya sudah terlihat memerah dan menonjol.
Berbeda dengan ciri-ciri indukan jantan yang memiliki tubuh lebih ramping dan memanjang. Namun ketika diurut dari bagian perut ke genitalnya sudah mengeluarkan sperma. Proses pemijahan, bisa dilakukan sekali dalam sebulan.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan pemijahan, langkah berikutnya adalah melakukan penetasan di inkubasi telur. Ruang inkubasi ini terdiri atas bak beton dengan ukuran 500 x 120 x 100 cm.
Diperlukan juga corong penetasan yang dibuat dari fiberglass sebagai tempat telur, satu corong biasanya bisa diisi 5 gram telur. Corong ini nantinya dihubungkan dengan selang resirkulasi. Telur akan menetas 12 sampai 18 jam pada suhu 25 sampai 26 derajat celcius.
Setelah larva aktif berenang di dalam hapa, corong kemudian diangkat. Pada hari ke 4 sampai 5, larva sudah bisa diberi pakan nauplii artemia dengan suhu air dinaikkan sampai 28 derajat.
Larva bisa dipanen pada hari ketujuh dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Setelah itu, larva kemudian dipindahkan ke panel dengan populasi 1000 larva tiap panel. Dalam satu siklus panen, bisa dihasilkan 57 ribu lebih ikan botia siap jual.
ADVERTISEMENT
“Jika satu siklus diperlukan waktu 6 bulan, maka dalam satu tahun bisa dilakukan 2 siklus. Benih hasil produksi bisa dijual ke pasar lokal dan pasar ekspor,” ujar Agus.
Agus Priyadi menggambarkan, untuk budidaya botia skala ekspor, kira-kira dibutuhkan modal berupa biaya investasi sebesar Rp 1,5 miliar, biaya penyusutan sekitar Rp 100 juta, biaya tetap sekitar Rp 200 juta, serta biaya variabel sekitar Rp 100 juta.
Modal awalnya memang cukup besar, namun laba yang diperoleh juga besar. Dengan skala industri sedang, berdasarkan analisis usaha yang dibuat Agus, dalam setahun laba yang didapat bisa mencapai Rp 600 juta lebih.
“Jadi tidak sampai 4 tahun sebenarnya sudah BEP, sudah bisa menikmati hasilnya,” ujar Agus. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT