Kisah Musa, Paruh Baya Penderita Katarak Bertahan Hidup dari Hasil Kelapa Jatuh

Konten Media Partner
11 Agustus 2020 8:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Musa (56), paruh baya penderita katarak di Desa Kabetan, Kecamatan Ogodeide, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang bertahan hidup seorang diri dari hasil kelapa jatuh. Foto: Moh Sabran/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Musa (56), paruh baya penderita katarak di Desa Kabetan, Kecamatan Ogodeide, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang bertahan hidup seorang diri dari hasil kelapa jatuh. Foto: Moh Sabran/PaluPoso
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asap mengepul tampak keluar dari sebuah dapur yang terlihat reot. Di sekelilingnya terdapat rumah panggung mengelilingi pondok berukuran 4x8 meter itu.
ADVERTISEMENT
Dengan duduk berjongkok di atas papan yang lapuk, seorang paruh baya tampak terlihat sedang memasak air. Di sekitarnya tak terlihat seorang pun yang tampak menemaninya.
Namanya Musa (56), paruh baya di Desa Kabetan, Kecamatan Ogodeide, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Sungguh ironis di tengah keterbatasan ekonomi membuatnya tak berdaya dan berjuang hidup sendiri tanpa pendamping hidup, yang tinggal di gubuk seadanya dengan kondisi penyakit katarak.
PaluPoso bertandang ke rumah Musa di Dusun Labuan Soppeng, Pulau Kabetan menyaksikan sendiri bagaimana kondisi gubuk yang dihuni oleh duda paruh baya itu, hampir sebagian besar dindingnya “tembus pandang".
Perabotan rumahnya hanya terlihat dipan, jika ada orang di atasnya langsung mengeluarkan bunyi berderik. Perabotan lainnya adalah bangku sepasang ditambah mejanya. Lainnya, adalah seperangkat alat dapur seperti piring pelastik, gelas pelastik, panci dan tungku memasak berbahan bakar kayu. Selebihnya, adalah onggokan karung yang berisi potongan kayu dan peralatan tukang yang sudah lama tak difungsikan.
ADVERTISEMENT
Di sebuah gubuk yang terbilang sempit itu, ia menceritakan sebelum menderita penyakit katarak, mencari nafkah sebagai tukang kayu.
"Sebelum saya menderita katarak pekerjaan yang saya lakukan sebagai tukang kayu, setelah saya menderita katarak saya hanya mencari kelapa yang jatuh di sekitar rumah saya," kata Musa saat dijumpai PaluPoso, Selasa (11/8) pagi.
Kondisi dalam pondok tempat tinggal Musa (56), paruh baya penderita katarak di Desa Kabetan, Kecamatan Ogodeide, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang bertahan hidup seorang diri dari hasil kelapa jatuh. Foto: Moh Sabran/PaluPoso
Kini Musa tak mampu lagi melakukan aktivitas seperti biasanya. Pandangannya jadi buram sejak penyakit katarak menyerang ke dua bola matanya yang membatasi dirinya untuk beraktivitas.
"Sudah hampir 30 tahun saya mengalami katarak ini," katanya.
Musa hanya bekerja seadanya sembari mengharap belas kasih dari para sanak familinya yang bermukim di Pulau Kabetan, salah satu pulau yang dihuni sekitar seribu jiwa.
ADVERTISEMENT
Musa mengakui, meskipun dirinya memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dibagikan kepadanya sebulan lalu dari Pemerintah Desa Kabetan, namun masih bingung untuk memanfaatkannya lantaran ketiadaan biaya jika nantinya ia dirawat di Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli, yang kini telah memiliki dokter spesialis mata.
"Saya berpikir juga pak walaupun biaya operasi saya gratis dan ditanggung pemerintah, setidaknya butuh biaya juga untuk pergi ke rumah sakit dan uang belanja sehari hari nantinya di rumah sakit," kata Musa.
Sementara itu, Sekretaris Desa Kabetan Ramli, mengatakan, pihaknya siap memfasilitasi warganya itu guna memberikan pelayanan jika nantinya dirujuk ke RSUD Mokopido untuk dilakukan operasi mata.
"Saya akan berkoodinasi dengan Kasi Pemerintahan mempersiapkan segala biaya yang ditimbulkan terkait apa yang menjadi kebutuhan warganya itu," kata Ramli.
Kondisi dapur rumah Musa (56), paruh baya penderita katarak di Desa Kabetan, Kecamatan Ogodeide, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, yang bertahan hidup seorang diri dari hasil kelapa jatuh. Foto: Moh Sabran/PaluPoso