5 Mitos Warga soal Buaya Sungai Palu: Dianggap Keluarga hingga Bencana

Konten Media Partner
5 Februari 2020 20:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Udin menyeberang di Muara Sungai Palu, Rabu (5/2) sore. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Udin menyeberang di Muara Sungai Palu, Rabu (5/2) sore. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sungai Palu di Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyimpan banyak cerita tentang buaya muara yang dipercaya masyarakat kalau itu bukan sekadar buaya biasa.
ADVERTISEMENT
Meskipun cerita ini perlahan luntur, beberapa masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Palu masih menaruh kepercayaan.
Nurdin alias Udin merupakan salah seorang warga yang tinggal di sekitar Sungai Palu dan dikenal sebagai sahabat buaya.
Aksinya yang pemberani dan sering berada di Muara Sungai Palu membuat Udin dikenal warga sekitar.
Berikut cerita BKSDA dan warga yang tinggal di sekitar Sungai Palu.

Mengaku Berkeluarga dengan Buaya

Ilustrasi: Pria Amerika Serikat jadikan buaya peliharaannya sebagai obat depresi. (Foto: Ty Lohr/York Daily Record via AP)
Kalimat ini yang sering didengar oleh telinga ketika berbicara tentang buaya putih yang beberapa kali muncul di muara Sungai Palu. Ada yang mengaku saudara kembarnya, ada yang mengaku anaknya dan juga ada yang mengaku neneknya.
Menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Pangi BKSDA Sulawesi Tengah, Haruna, pengakuan ini kerap ia dengar ketika tim BKSDA melakukan pengamanan terhadap buaya yang ditemukan warga ataupun yang sengaja dipelihara oleh warga.
ADVERTISEMENT
“Bahkan di daerah Pantai Timur ada yang mengakui buaya itu anaknya dan sudah dia rawat sejak kecil, sekarang buaya itu ukurannya empat meter,” kata Haruna.
Meskipun pengakuan ini sering menjadi salah satu kendala BKSDA dalam melakukan pengamanan dan penyelamatan terhadap hewan yang dilindungi itu, belum ada satu orang warga Sulawesi Tengah yang dapat membuktikannya ataupun datang langsung ke kantor BKSDA dan mengambil buaya yang telah diamankan.
“Ada buaya yang didapat warga, kami amankan dan mereka bilang jangan karena itu saudaranya. Ya kami jawab kalau memang saudaranya nanti ambil di kantor dan satu pun tak ada yang datang,” ujarnya.

Meyakini Buaya di Sungai Palu Bukan Satwa Liar Biasa

Seekor buaya yang terjerat ban bekas sepeda motor muncul di permukaan air di Muara Sungai di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (14/7). Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Masyarakat menganggap bahwa buaya di Sungai Palu bukan hewan biasa melainkan jelmaan leluhur seperti yang diceritakan orangtua pada zaman dulu.
ADVERTISEMENT
Udin, salah satu warga yang tinggal di Jalan Rajamoili yang percaya hal itu. Bahkan, laki-laki berusia 53 tahun itu mengaku bersahabat dengan buaya berkalung ban yang baru-baru ini kembali dibahas pasca munculnya sayembara oleh BKSDA.
“Dulu saya akrab dengan buaya ban dan sering kasih makan tetapi sekarang sudah tidak karena dia sudah liar setelah kedatangan panji petualang itu,” kata Udin.

Percaya akan Terjadi Bencana Pasca Buaya di Sungai Palu Diganggu

Seekor buaya liar berkalung ban bekas berjemur di Sungai Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Masyarakat percaya jika buaya yang ada di Sungai Palu diganggu maka orang itu akan mendapat bencana atau masalah. Hal ini diyakini benar oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Palu. Dan, inilah alasan mengapa mereka tidak pernah menangkap buaya di Sungai Palu.
ADVERTISEMENT
“Beberapa kali kejadian di Sungai Palu ini, nelayan ataupun petambak pasir yang ganggu buaya pasti dapat bencana dan buaya itu akan menyerang makanya kami tidak berani ganggu buaya di sini dan justru kami kasih makan,” kata Udin.

Buaya di Sungai Palu Tidak Pernah Memangsa Manusia

Seorang warga sedang memancing di Sungai Palu. Foto: Rony Sandhi
Sejak tahun 1987 keberadaan buaya di Sungai Palu mulai berkembang biak, masyarakat tidak pernah dihebohkan dengan kejadian buaya menyerang dan makan manusia. Meskipun termasuk satwa liar dan buas, masyarakat percaya buaya di Sungai Palu punya sifat bersahabat dengan manusia.
“Ya ceritanya hanya orang-orang yang menyerang buaya baru kami dengar ada buaya pukul dengan ekor atau menyerang tetapi tidak makan manusia,” kata Udin.

Buaya Bisa Dipanggil ke Darat dengan Adat

Seekor buaya liar yang terjerat ban sepeda motor saat muncul ke permukaan sungai. Foto: ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
Menurut Udin salah satu cara untuk mengundang buaya naik ke daratan adalah dengan adat. Hal ini pernah dilakukan oleh masyarakat dan tokoh adat di Kota Palu beberapa tahun lalu sebelum bencana 28 September 2018.
ADVERTISEMENT
“Ayam putih, pisang, telur yang biasa dipakai untuk adat,” ujarnya.
Udin juga mengungkapkan kalau jumlah buaya di Sungai Palu sangat banyak. Bahkan, ada satu buaya berwarna hitam yang berukuran sangat besar lebih dari ukuran buaya berkalung ban.
“Biasanya buaya hitam itu akan muncul habis terjadi bencana dan terbukti habis bencana buaya itu muncul dan banyak ditonton orang,” ujarnya.