Romy Sebut Puisi Panglima TNI adalah Wujud Keprihatinan

24 Mei 2017 1:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ketum PPP Romy (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Puisi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya' menuai banyak tanya dari banyak pihak. Puisi yang dibacakan dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar pada Senin (22/5) di Balikpapan, Kalimantan Timur itu, seolah sedang memberikan kritik terhadap pemerintahan Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
Namun, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy membantah hal itu. Romy menilai, Gatot hanya menyampaikan keprihatinannya akan kondisi negara yang penuh ketimpangan sejak dulu hingga saat ini.
"Sebenarnya bukan mengkritik tapi menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi hari ini. Keprihatinan itu bukan dibentuk tiba-tiba, namun akumulasi dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, mulai dari Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi yang menimbulkan ketimpangan seperti hari ini," ujar Romy usai menghadiri Rapimnas PPP bertajuk 'Ukhuwah Islamiah, Wathaniah, Basyariah sebagai Perekat NKRI' di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (23/5).
Menurut Romy, Gatot hanya mengingatkan masyarakat untuk menghargai bangsa sendiri. Persoalan pengangguran, ketimpangan dan kemiskinan, kata Romy, tidak bisa dilihat dalam beberapa tahun terakhir.
"Jadi apa yang dilakukan panglima saya kira adalah bagian dari ikhtiar bahwa kita sebagai bangsa harus jadi tuan rumah di negeri sendiri. Yang dikritik kan itu. Dan persoalan utama kita adalah kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan itu terjadi atas proses bukan dalam dua atau tiga tahun tapi dalam berpuluh-puluh tahun, makanya harus ada transformasi struktural," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, puisi yang dibuat oleh konsultan politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA itu masih viral di berbagai media sosial.
Berikut isi puisi yang dibacakan oleh Panglima TNI:
Tapi Bukan Kami Punya
Sungguh Jaka tak mengerti, mengapa ia dipanggil ke sini
Dilihatnya Garuda Pancasila, tertempel di dinding dengan gagah
Dari mata burung Garuda, ia melihat dirinya
Dari dada burung Garuda, ia melihat desa
Dari kaki burung Garuda, ia melihat kota
Dari kepala burung Garuda, ia melihat Indonesia
Lihatlah hidup di desa, sangat subur tanahnya
Sangat luas sawahnya, tapi bukan kami punya
Lihat padi menguning, menghiasi bumi sekeliling
ADVERTISEMENT
Desa yang kaya raya, tapi bukan kami punya
Lihatlah hidup di kota, pasar swalayan tertata
Ramai pasarnya, tapi bukan kami punya
Lihatlah aneka barang, dijual belikan orang
Oh makmurnya, tapi bukan kami punya
Jika terus Jaka terpana, entah mengapa meneteskan air mata,
Air mata itu ia yang punya.