Single or Married ?

Nora Fitriani Setyo Harsono
Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Konten dari Pengguna
26 Maret 2024 12:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nora Fitriani Setyo Harsono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/id/image-photo/sign-pole-arrows-crossroad-walking-alleys-233399494
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/id/image-photo/sign-pole-arrows-crossroad-walking-alleys-233399494
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut laporan statistik tahun 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan tersebut, penurunan paling drastis terjadi selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Dari tahun 2021 hingga 2023, pernikahan di Indonesia telah menurun sebanyak 2 juta.
Banyak yang menganggap pernikahan adalah hal yang sakral, goal hidup, akhir yang sempurna bagi hubungan antar dua sejoli. Sedangkan keadaan ‘single’ dianggap sebagai sesuatu yang membuat depresi, kesepian, dan hal yang buruk.
Anehnya tren untuk tidak menikah meningkat beberapa tahun belakangan, tidak hanya di Indonesia, banyak negara juga mengalami tren ini. Di Korea Selatan, Statistics Korea melaporkan penelitian bahwa hanya ada 27,5 persen wanita muda berusia 20-an tahun yang mau menikah. Ini artinya, hanya ada satu dari empat wanita muda Korea Selatan yang mau menikah. Menurut The Japan Times, jumlah pernikahan di Jepang pada tahun 2023 turun sekitar 30.000 dibandingkan tahun sebelumnya ke angka terendah pasca perang dunia yaitu 489.281. Di China, gaya hidup melajang juga menyebar luas di kalangan warganya. Sampai-sampai China mengeluarkan peraturan di tahun 2021 untuk memperbolehkan pasangan memiliki tiga anak. Padahal sebelumnya, di Negeri Tirai Bambu tersebut rakyatnya hanya boleh memiliki satu anak. Di Singapura, angka pernikahan juga turun drastis, di tahun 2021 mereka mencatat angka pernikahan turun ke level terendah sejak tiga dekade terakhir.
ADVERTISEMENT
Banyak faktor yang menyebabkan orang enggan untuk menikah. Seperti, orang lebih sibuk mengejar karir dan gaji sehingga pernikahan dikesampingkan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena semakin lama biaya hidup semakin meningkat ditambah tuntutan hidup semakin banyak. Biaya pernikahan dan biaya membesarkan anak juga tidak sedikit, jadi jika tidak siap secara finansial orang lebih memilih untuk melajang. Di Jepang, pemerintah Negeri Sakura tersebut sampai mau mengeluarkan uang untuk memberi tunjangan bagi pengantin baru untuk memulai hidup baru. Tapi hal tersebut sepertinya gagal untuk menaikkan angka pernikahan di negara tersebut. Karena faktor menurunnya angka pernikahan bukan hanya masalah finansial saja.
Dari sisi perempuan, membesarkan anak adalah hal yang sulit. Perempuan harus mengorbankan banyak hal dalam hidupnya untuk membesarkan anak. Sedangkan banyak kaum laki-laki yang tidak peduli dan menyerahkan segala hal yang berhubungan dengan membesarkan anak pada perempuan ditambah urusan rumah tangga lainnya. Dengan anggapan bahwa membesarkan anak adalah sepenuhnya ‘tugas dan kewajiban’ perempuan. Padahal membesarkan anak adalah tanggung jawab kedua orang tua bukan hanya salah satu orang tua. Peran laki-laki sebagai ayah juga sangat dibutuhkan oleh anak. Sikap kaum laki-laki yang seperti itu juga menjadi penyebab perempuan menjadi enggan menikah.
ADVERTISEMENT
Angka perceraian saat ini juga tidak sedikit. Meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga juga menambah angka perceraian. Menyedihkannya lagi, banyak orang saat ini yang menikah karena takut kesepian atau mereka menikah karena ‘tuntutan’ dari keluarga atau orang lain. Pernikahan semacam itu banyak yang berujung ke perceraian. Makin banyaknya kasus kegagalan pernikahan semacam ini membuat orang juga jadi ragu-ragu untuk menikah.
Perubahan paradigma tentang pernikahan juga menambah jumlah orang yang ingin melajang. Banyak perempuan yang merasa tanpa menikah mereka bisa lebih bahagia dan bebas. Support dari teman dan keluarga sudah cukup tanpa harus memiliki support dari pasangan. Banyak perempuan yang beranggapan bahwa keluarga dan teman lebih aman dari pada suami yang mungkin bisa selingkuh dan meninggalkan mereka.
ADVERTISEMENT
Tapi kembali lagi bahwa keputusan untuk menikah atau tetap single sangat tergantung pada preferensi individu. Ada orang yang bahagia dan merasa lengkap dengan kehidupan lajang, sementara yang lain merasa bahwa pernikahan adalah langkah penting dalam hidup mereka.
Menikah dapat memberikan banyak manfaat, seperti dukungan emosional dan keintiman. Namun, pernikahan juga bisa menjadi tanggung jawab yang besar dan membawa banyak tekanan serta kompromi.
Di sisi lain, tetap single dapat memberikan kebebasan dalam menjalani hidup, lebih banyak waktu dan uang untuk mengejar minat dan hobi, serta lebih sedikit konflik dan tanggung jawab.
Penting untuk mengevaluasi prioritas dan tujuan hidup pribadi saat memutuskan untuk mau menikah atau tetap single. Yang terpenting, setiap pilihan harus dihormati dan dijadikan keputusan yang tepat untuk diri sendiri.
ADVERTISEMENT