Strategi Cegah dan Hadapi Modus Baru Korupsi

Nicholas Martua Siagian
Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi Sivitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Awardee Beasiswa Unggulan Kemendikbud RI, Penyuluh Antikorupsi Tersertifikasi LSP KPK.
Konten dari Pengguna
24 April 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nicholas Martua Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bitcoin. Foto: REUTERS/Benoit Tessier
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bitcoin. Foto: REUTERS/Benoit Tessier
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cryptocurrency Sebagai Sarang Penyimpanan Hasil Korupsi, Bagaimana Strategi Pencegahannya?
Salah satu musuh dari penyelenggaraan negara dalam mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah tindak pidana korupsi. Tingginya angka korupsi di Indonesia mengakibatkan kerugian keuangan negara, serta menghambat pembangunan nasional.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tingginya angka korupsi juga mempengaruhi tingkat investasi dan iklim usaha, mendistorsi alokasi sumber daya, menurunkan produktivitas belanja publik, mendegradasi kualitas pembangunan, dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1995, Indonesia merupakan salah satu negara yang selalu dipantau situasi korupsinya secara rutin. Pada Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) 2023 yang dirilis, menunjukkan bahwa Indonesia terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi.
CPI Indonesia tahun 2023 berada di skor 34/100 dan berada di peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei. Secara umum, sejumlah temuan menggambarkan bahwa masih banyak negara yang melakukan sedikit upaya untuk memberantas korupsi di sektor publik.
Hal ini terkonfirmasi dari rerata CPI global yang tidak berubah dari tahun lalu, yakni dengan skor 43 dengan lebih dari 2/3 negara yang disurvei berada di bawah skor 50—sebuah penanda bahwa korupsi sebagai masalah yang sangat serius bagi sebagian besar negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Seiring perkembangan zaman dan meningkatnya kemajuan teknologi, objek tindak pidana korupsi tidak lagi hanya uang, valuta asing, sertifikat tanah, barang berharga, dan lain sebagainya. Objek tindak pidana korupsi semakin meluas hingga ke penggunaan futures baik yang terdiri dari investasi berjangka, serta turunan produk keuangan lainnya.
Berkembangnya model serta aksesibilitas dalam dunia cyber membuat berbagai fenomena transaksi muncul di dalamnya. Salah satu fenomena yang menjadi topik hangat belakangan ini adalah kemunculan bitcoin.
ADVERTISEMENT
Bitcoin adalah cryptocurrency atau uang elektronik yang bersifat digital. Penggunaannya bersifat desentralisasi, atau dapat digunakan tanpa otorisasi bank sentral di setiap negara. Bitcoin pun dapat menjadi alat transaksi, karena nilainya yang sangat diperhitungkan dalam dunia siber dalam jenis pembayaran barang legal hingga ilegal.
Berdasarkan hal tersebut, secara umum akan dibahas mengenai risiko bitcoin menjadi wadah serta fasilitas yang sangat mempermudah transaksi dengan tujuan korupsi hingga money laundering.
Di Indonesia, bitcoin sudah memiliki status resmi sebagai komoditas dan bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lain yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan peraturan tersebut, uang kripto kini menjadi produk komoditas dan dapat diperdagangkan di bursa berjangka Indonesia. Dengan kata lain, bitcoin legal sebagai suatu bentuk alat investasi. Dengan demikian, mata uang virtual (cryptocurrency) khususnya Bitcoin telah menjadi pisau bermata dua.
Di satu sisi, telah membuatnya lebih mudah untuk melakukan transaksi secara aman melalui internet. Namun, di sisi lain dapat dieksploitasi untuk memfasilitasi kejahatan dunia maya dan membantu para pelaku kejahatan lebih aman mencuci hasil kejahatannya.

Contoh Kasus

Seorang penyelenggara negara yang diberikan kewenangan untuk membangun infrastruktur jalan dengan anggaran yang berasal dari APBN senilai 1 Triliun selama 4 tahun pelaksanaan konstruksi. Dari nilai yang dianggarkan, penyelenggara negara tersebut mengambil 500 Miliar yang belum dipergunakan untuk diinvestasikan ke dalam cryptocurrency.
ADVERTISEMENT
Dalam mengelola anggaran tersebut, penyelenggara negara tersebut melakukan kerja sama dengan Ahli yang kompeten di bidang cryptocurrency, sehingga bisa menghasilkan profit/keuntungan yang banyak.
Berdasarkan modus dalam studi kasus tersebut, maka penyelenggara negara tersebut sudah melakukan tindak pidana korupsi yaitu Merugikan Keuangan Negara. Bahwa Perbuatan yang dilakukan oleh penyelenggara negara yang melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Adapun orang yang melanggar Pasal 2 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dan denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Kesimpulan

Penyalahgunaan aset kripto menjadi emerging threat media pencucian uang, memiliki makna bahwa mulai adanya kenaikan tren penyalahgunaan aset kripto. Sehingga dapat dikatakan bahwa ini menjadi modus baru pencucian uang. Dari sisi pencegahan, maka Aparat Penegak Hukum diharapkan mengoptimalkan fitur yang dapat melacak/mengetahui keberadaan aset penyelenggara negara secara detail, termasuk yang diletakkan ke dalam cryptocurrency.
ADVERTISEMENT

Saran

Fitur LHKPN yang dimiliki Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan dapat melacak seluruh aset yang dimiliki oleh penyelenggara negara, artinya LHKPN tidak hanya melihat aset secara umum.
Peningkatan kompetensi para penyelidik, penyidik, dan penuntut KPK, Kejaksaan, Polri, PPATK, dan lembaga penegak hukum lainnya. Hal tersebut dilakukan sebagai komitmen bersama para aparat penegak hukum di Indonesia merespons perkembangan modus korupsi yang semakin canggih.
Perlunya evaluasi terhadap Peraturan perundang-undangan yang menjadi legal standing dari keberadaan cryptocurrency di Indonesia, serta bagaimana upaya negara untuk melacak serta meminimalisasi modus-modus kejahatan melalui cryptocurrency.