PKSPL IPB University Koordinasikan Data Lintas Batas Laut Arafura dan Laut Timor

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
22 Juni 2022 9:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
PKSPL IPB University Koordinasikan Data Lintas Batas Laut Arafura dan Laut Timor
zoom-in-whitePerbesar
PKSPL IPB University Koordinasikan Data Lintas Batas Laut Arafura dan Laut Timor
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Isu-isu Lintas Batas kembali menjadi tema Focus Group Discussion (FGD) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University dan Arafura and Timor Seas Ecosystem Approach Phase II (ATSEA-2). Kali ini, FGD diselenggarakan di Kabupaten Kepulauan Aru Provinsi Maluku, 20/6.
ADVERTISEMENT
Bekerja sama dengan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Aru, kegiatan dibuka oleh Kepala Dinas Perikanan dan dihadiri juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Aru. FGD ini melibatkan berbagai stakeholder, lembaga swadaya masyarakat lokal dan tokoh masyarakat pesisir berkaitan dengan sumberdaya pesisir dan lautan, Dobo, Provinsi Maluku.
Kabupaten Kepulauan Aru merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan Laut Arafura, salah satu ekosistem laut yang bersama dengan Laut Timor dimasukkan dalam kategori ekosistem laut luas (large marine ecosystem).
Dalam konteks ekosistem laut luas ini, maka isu spasial termasuk pergerakan dan dinamika masyarakat pesisir, khususnya perikanan yang terkait dengan lintas batas (transboundary) menjadi sangat penting untuk dikaji. Termasuk di dalamnya dinamika ekosistem dan masyarakat pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru.
ADVERTISEMENT
Dr Arsyad Al Amin, Tim ahli PKSPL IPB menyebut, isu-isu lintas batas adalah isu lingkungan dan masyarakat pesisir yang dampak, sumber dan dinamikanya memiliki dimensi spasial antar wilayah, dan antar negara.
“Masalah Large Marine Ecosystem seringkali berkaitan dengan perbedaan kepentingan lintas negara, yang pada akhirnya memiliki perbedaan aturan dan kebijakan yang seringkali merugikan nelayan, terutama nelayan tradisional”, jelas Dr Arsyad pada FGD yang digelar di Aula Kantor Bupati Kepulauan Aru.
Lebih lanjut, Dr Arsyad yang merupakan Climate Change Specialist ini menekankan, pertemuan kali ini berkaitan erat dengan upaya mengupdate isu-isu serta masalah yang terjadi di Kepulauan Aru. Pasalnya, isu perikanan dan kelautan berkembang sangat dinamis.
“Perkembangan dan dinamika isu perikanan dan kelautan terjadi begitu cepat, seperti halnya perubahan iklim telah membangun kompleksitas isu transboundary, sehingga verifikasi dan update isu dengan masyarakat mutlak diperlukan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru, Ambram L. O. Tabela, SPi, MSi dalam sambutannya menyampaikan, update isu lintas batas memang perlu dijalankan. Isu ini, kata dia, sudah lama terjadi namun informasi yang sampai masih merupakan informasi lama.
“Misalnya nelayan yang melakukan penangkapan lintas batas seringkali bukan lagi nelayan asli kepulauan Aru, meski memiliki identitas dan perizinan kepulauan Aru,” sebut dia. Sebagaimana temuan di lapangan bahwa sebagian besar berasal dari Jawa Tengah terutama Juwana-Pati, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Di sisi lain, target tangkapan juga telah berubah. Sirip Hiu dan Telur Ikan terbang menjadi daya tarik baru nelayan lintas batas. Untuk itu masalah ini harus diperjelas sehingga tidak merugikan nelayan kecil dan tradisional di Kepulauan Aru khususnya dan Nelayan Indonesia pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Selain melakukan FGD tim kajian juga melakukan pengumpulan data ke kampung-kampung nelayan yang menjalankan aktivitas perikanan perbatasan yang tersebar di pulau-pulau seperti Kampung Batu Goyang, Benjina, Gomo-gomo,Tabarfane, Siwalima dan Galay Dubu. Pengumpulan juga dilakukan pada instansi terkait seperti Dinas Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pangkalan TNI Angkatan Laut, Dinas Lingkungan Hidup, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Satuan Kerja Pengelola Kawasan Suaka Alam Perairan (SAP) Aru Tenggara, Yayasan Sitakena dan penggiat lingkungan lain. (*/riz)