Masalah Subsidi Pupuk, Begini Solusi Pakar IPB University

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
19 Januari 2021 8:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masalah Subsidi Pupuk, Begini Solusi Pakar IPB University
zoom-in-whitePerbesar
Masalah Subsidi Pupuk, Begini Solusi Pakar IPB University
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Subsidi pupuk yang telah digelontorkan pemerintah tiap tahunnya ternyata belum dibarengi dengan peningkatan produksi pangan secara signifikan. Ir Ujang Sehabudin, MSi, Dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen menjelaskan beberapa masalah terkait subsidi pupuk yang terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengalamannya melakukan evaluasi subsidi pupuk dan benih dengan Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian (Kementan) RI, ditemukan beberapa masalah. Di antaranya yaitu salah sasaran. Sasaran penerima subsidi harusnya petani dengan luas lahan maksimal dua hektar, namun di lapangan terdapat petani dengan luas lahan lebih dari dua hektar yang mendapat subsidi. "Mereka memecah luas lahan ke beberapa anggota keluarga petani," ungkapnya.
Menurutnya, harga pupuk subsidi hanya sampai pada tingkat kecamatan, bukan tingkat lokasi petani. Terdapat tambahan biaya transportasi sehingga harga pupuk di tingkat petani menjadi lebih mahal. Selain itu, menurutnya terjadi penjualan pupuk subsidi ke bidang usaha yang seharusnya non subsidi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan harga yang cukup besar antara pupuk non subsdi dengan pupuk subsidi.
ADVERTISEMENT
"Lokasi pabrik pupuk juga terbatas, padahal sasaran petani menyebar di pelosok tanah air yang jaraknya cukup jauh dari pabrik. Ditambah dengan permintaan pupuk bersubsidi juga meningkat karena adanya permintaan dari petani hortikultura dan perkebunan rakyat, yang sebelumnya terbatas untuk petani padi. Sementara untuk subsidi benih malah tidak terserap karena kualitas benih bersubsidi (padi dan jagung) menurut petani tidak berbeda signifikan dengan benih produksi penangkar lokal. Bahkan kadang benih produksi penangkar lokal lebih baik," imbuhnya.
Ia juga menambahkan bahwa integrasi pupuk bersubsidi dengan pupuk organik di beberapa lokasi belum dirasakan efektivitas dan manfaatnya oleh petani, di samping harga pupuk organik dirasakan cukup mahal.
Oleh karena itu, solusi yang ditawarkannya ialah penetapan petani sasaran penerima subsidi harus lebih transparan. Selain itu, perlu melibatkan kelompok tani di tingkat bawah untuk selanjutnya dibuat database dan diberi tanda penerima yang berhak. Seperti kartu tani misalnya.
ADVERTISEMENT
"Dengan kartu tani tersebut, petani bisa menukarkan (transaksi) ke kios saprotan dengan pupuk dan benih subsidi senilai jatahnya berdasarkan luas lahan dan dosis anjuran. Harus dilakukan deregulasi di bidang sertifikasi benih dengan mempermudah penangkar benih (masyarakat) dalam mendapatkan sertifikat benih edar, disamping menambah tenaga atau petugas sertifikasi di Balai Sertifikasi Benih sampai tingkat kabupaten. Saat ini masih di tingkat provinsi," tuturnya.
Bantuan penyehatan keuangan untuk PT Sang Hyang Sri sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen benih yang mengalami persoalan manajemen keuangan menurutnya juga perlu dilakukan agar perusahaan tersebut sehat kembali. Tujuannya agar dapat melakukan fungsinya sehingga efektivitas produksi benih semakin baik, di samping proses kemitraan dengan penangkar benih menjadi lebih sehat.
ADVERTISEMENT
"Beberapa penangkar benih mengalami penundaan pembayaran padahal telah menjalin kontrak dengan PT Sang Hyang Sri", ujarnya.
Berikutnya perlu dilakukan edukasi kepada petani dalam penggunaan pupuk sesuai dosis anjuran dan kelas kesuburan lahan dengan melibatkan perguruan tinggi untuk pendampingan. "Masih terdapat persepsi di petani bahwa untuk meningkatkan produksi, dosis pupuk harus ditambah. Padahal belum tentu demikian,” jelasnya.
Ia menambahkan, perlunya penguatan kapasitas lembaga dan Sumberdaya Manusia (SDM) pengawas pupuk di tingkat daerah. Selain itu menurutnya pemerintah perlu membayar subsidi ke perusahaan pupuk dengan tepat waktu agar likuiditas perusahaan tidak terganggu sehingga produksi pupuk terjamin. "Tidak seperti selama ini yang tertunda sampai dengan tahun anggaran berikutnya," tandasnya. (IR/Zul)
Keyword: hortikultura, pangan, pupuk subsidi, ESL, FEM, IPB University
ADVERTISEMENT
Kategori SDGs: SDGs-8