MK Melawan Kedaulatan Rakyat, Gugatan DPD RI Hapuskan "Presidential Threshold" !

Nazar EL Mahfudzi
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Pancasila
Konten dari Pengguna
14 Juli 2022 23:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazar EL Mahfudzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat Menuntut Keadilan di Mahkamah Konstitusi
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat Menuntut Keadilan di Mahkamah Konstitusi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kedaulatan rakyat dapat tercermin dari lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mempunyai peranan strategis dalam pembentukan sistem politik yang demokratis dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Dalam teori perwakilan, disebutkan bahwa :Professional politician as representatives in so far as educated elite (Heywood, 1999) dapat dimaknai sebagai praktek representasi rakyat di beberapa negara, secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga sistem perwakilan yaitu : perwakilan politik, perwakilan territorial dan perwakilan sistem fungsional.
Pembentukan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia telah merangkum konstitusi kedaulatan rakyat kepada tiga sistem perwakilan tersebut. Praktek kenegaraan melalui sistem pewakilan dapat mereduksi aktualisasi kepentingan rakyat.
Walaupun keterwakilan rakyat secara politis dinyatakan dalam bentuk partai politik, namun banyak organisasi massa dan rakyat tidak secara nyata terwakili.
LaNyalla Mahmud Mattalitti DPD RI tengah memperjuangkan untuk menghapus ambang batas capres atau Presidential Threshold yang diatur di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
ADVERTISEMENT
Menurutnya UU tersebut telah membatasi syarat pencalonan presiden dengan aturan capres baru bisa maju setelah ada dukungan dari partai atau gabungan partai dengan jumlah suara paling sedikit 20 persen kursi DPR dan 25 persen total perolehan suara nasional.
“Itu jelas merugikan partai politik yang tidak memiliki kursi besar. Sehingga kadernya sendiri juga tidak akan pernah bisa memperoleh kesempatan yang merupakan hak setiap warga negara untuk memimpin negeri ini,” ujarnya LaNyalla, Selasa (25/5/2021).
Praktek di parlemen selama ini lebih berkembang pada format sistem perwakilan politik atau tepatnya partai politik. Keterwakilan melalui Parpol telah mengalami perubahan format lembaga legislasi melalui amandemen UUD 1945, bahwa pembentukan DPD merupakan dalam rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas DPR dan DPD.
ADVERTISEMENT
Dengan struktur bikameral ini diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double-check yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas.sebuah langkah penguatan sistem perwakilan rakyat yang secara nyata cermin kedaulatalan rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kedudukan DPD Merupakan Representasi Kedaulatan Rakyat
Representasi rakyat melalui salah satu sistem perwakilan rakyat bila dijalankan dengan baik maka akan mencerminkan arti demokrasi yang sesungguhnya, hal ini akan membawa dukungan luas dari masyarakat karena merasa kepentingannya terwakili, dapat dibuktikan dengan pemilihan anggota DPD yang dilaksanakan melalui pemilu.
DPD sebagai lembaga politik memiiki dua dimensi politik, yaitu : Pertama, sebagai implikasi pembagian peran dimana DPD sebagai lembaga politik harus berbagi tugas, fungsi, dan kewenangan dengan DPR dan kekuasaan negara lainnya. Kedua , sebagai lembaga perwakilan yang dianggap mewakili masyarakat dan daerah melalui prosedur pemilihan umum, seperti yang dituliskan oleh Daniel Dhakidae (2000) yang menamakan fungsi parlemen sebagai “kuasa wicara” rakyat.
ADVERTISEMENT
Mekanisme Presidensial Treshold dalam Sistem Presidensial
Keputusan politik ambang batas "Presidential Threshold" di Indonesia sangat keliru untuk diterapkan, koalisi Parpol lebih membangun hegemoni berbagi kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden lewat parlemen dan melemahkan fungsi parlemen dari pihak yang kalah melalui mekanisme pemilihan langsung presiden.
Mekanisme "Presidensial Treshold" dapat dijabarkan dalam kedudukan peran dan fungsinya antara lain :
Pertama, Kedudukan Presiden dan Wakil Presiden yang kuat secara politik bukan ditentukan oleh syarat ambang batas "Presidensial Treshold" untuk mencalonkan presiden tapi lebih objektif sebagai syarat kemenangan menjadi presiden.
Kedua, "Presidential Threshold" tidak menjamin mayoritas parlemen dikuasai oleh koalisi Parpol pemenang pemilihan presiden jika pemilu legislatif dilakukan secara bersama.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Konsep "Presidential Threshold" diseluruh dunia dalam sistem presidensial, mengatur mekanisme semua Parpol tanpa ambang batas untuk bisa mencalonkan Capres dan Cawapres yang terseleksi melalui mekanisme pemilihan di MPR / DPR RI dan utusan golangan memberikan suara menentukan dua atau tiga pasangan Capres dan Cawapres untuk dapat dipilih oleh rakyat setelah melalui tahap seleksi.
Keempat, Perimbangan koalisi partai politik dapat dilakukan jika sudah terdapat kemenangan Bakal Calon (BALON) Capres dan Cawapres yang di pilih oleh mekanisme di MPR /DPR RI secara terbuka untuk memilih Capres dan Cawapres, juga harus memikirkan jumlah kursinya bukan memenangkan mayoritas di parlemen tetapi juga pihak yang kalah menjadi oposisi penyeimbang jalanya kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kelima, Ambang batas presiden "Presidential Threshold" sebesar 20 persen yang telah beralih fungsi bukan sebagai keterwakilan masyarakat melainkan koalisi Parpol berbagi kekuasaan.
Mengapa MK menolak gugatan DPD RI yang mempunyai fungsi legislasi dan representasi keterwakilan kedaulatan rakyat ?
Kedudukan dan fungsi keterwakilan kedaulatan rakyat menjadi hak konstitusi DPD untuk dapat mencalonkan diri Capred dan Cawapres, tolak ukur representasi ini terjadi ketika terdapat pembatasan fungsi kepartaian melalui ambang batas "Presidential Threshold" 20 persen memaksa Parpol untuk membentuk koalisi besar dengan pembagian kekuasaan
Sistem kepartaian dalam pembatasan ambang batas"Presidential Threshold" 20 persen sudah melanggar hak representasi konstitusi, sehingga keterwakilan DPD tidak bisa mecalonkan Presiden / Wakil Presiden melalui Parpol.
ADVERTISEMENT
Maka patut kiranya Mahkamah Konstitusi (MK) melihat bagaimana peran hilangnya hak konstitusional DPD dalam sistem keterwakilan dengan aturan ambang batas presiden melalui Parpol. Hilangnya kedaulatan rakyat karena hak konstitusi keterwakilan rakyat melalui DPD berubah menjadi sistem kepartaian yang lebih menekankan berbagi kekuasaan untuk dapat mencalonkan sebagai presiden, yaitu :
(1). Kepekaan politik sebagai “wakil daerah” keterwakilan rakyat, bertolak belakang ranah kepentingan koalisi Parpol dalam pembagian kekuasaan di DPR RI.
(2). DPD memliliki kemahiran teknis dalam mengolah dan mengelola aspirasi rakyat yang didapatnya dari wakil daerah dan organisasi organisasi massa dan rakyat diluar Parpol.
(3). Batasan-batasan perilaku yang tertuang dalam etika Politik keterwakilan melalaui Parpol dan DPD untuk maju dalam Capres tidak boleh dibatasi dengan sistem ambang batas presiden 20 persen.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai dasar demokrasi dalam kedaulatan rakyat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sekedar normatif klasik, tidak bertumpu pada gagasan ideal kedaulatan rakyat. Peran DPD RI saat ini telah mampu diterjemahkan oleh masyarakat secarai luas dalam keterwakilan tataran empirik.
DPD seluruh Indonesia telah mempunyai hak konstitusi keterwakilan, ketentuan prosedural dengan cita-cita ideal gagasan kedaulatan itu sendiri tidak mengarah kepada ambang batas Capres (Calon Presiden) dalam sistem presidensial yang berlaku diseluruh dunia, keputusan ambang batas di DPR RI hanya berorentasi pembagian kekuasaan sebagaian kecil Partai Politik.