Sayap Turki di Langit Afrika

Naldo Helmys
CPNS Diplomat Pusat Strategi Kebijakan Multilateral Kementerian Luar Negeri. Dosen Tutor Ilmu Pemerintahan Universitas Terbuka. Penulis Isu-isu Hubungan Internasional. Semua tulisan di platform ini adalah pandangan pribadi.
Konten dari Pengguna
24 Mei 2022 10:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naldo Helmys tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana pada saat kedatangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Mogadishu, Somalia, pada tahun 2015. Tampak di sisi bendera Turki dan Somalia terdapat potret kedua pemimpin negara: Erdogan (kanan) dan Mohamud (kiri). DAILYSABAH
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pada saat kedatangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Mogadishu, Somalia, pada tahun 2015. Tampak di sisi bendera Turki dan Somalia terdapat potret kedua pemimpin negara: Erdogan (kanan) dan Mohamud (kiri). DAILYSABAH
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Elang setiwel (Hieraaetus pennatus) bermigrasi lintas benua dari Turki ke Ethiopia dalam dua minggu. Fakta itu diamati ilmuwan dari Aras Bird Center, lembaga riset yang berbasis di Iğdır, bagian timur Turki, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Selain elang, ada lagi yang lalu lalang di langit Afrika, yaitu Turkish Airlines. Maskapai penerbangan terbesar Turki itu telah meningkatkan rute penerbangan ke berbagai negara Afrika. Ekspansinya luar biasa. Pada tahun 2004 hanya ada empat kota Afrika yang menjadi tujuan penerbangan. Saat ini tidak kurang dari 40 destinasi. Jumlah itu bahkan telah menurun dibandingkan sebelum pandemi Covid-19, yang mencapai 52 rute penerbangan.
Ekspansi Turkish Airlines menunjukkan fenomena pelebaran sayap pengaruh Turki di Afrika. Banyak yang sudah berubah sejak Turki memandang penting Afrika pada tahun 2005. Sekarang sudah ada 43 misi diplomatik Turki di Afrika. Padahal, pada tahun 2009 jumlahnya hanya beberapa. Tahun lalu perdagangan Turki dengan Afrika mencapai USD 29 miliar, yang mana USD 11 miliar dengan negara-negara sub-Sahara. Jumlah ini meningkat delapan kali lipat dibanding tahun 2003.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata kehadiran Turki di Afrika dapat ditemui di Somalia. Di Mogadishu, ibu kota Somalia, berdiri Rumah Sakit Erdogan. Rumah sakit itu sebenarnya dibangun perusahaan konstruksi Italia pada 1960-an. Dulu namanya Rumah Sakit Digfer. Namun, perang saudara yang melanda Somalia pada awal 1990-an memaksa rumah sakit itu tutup.
Pada tahun 2015 rumah sakit itu direnovasi dengan biaya dari Turki. Hal itu terjadi berkat kedekatan Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Sehingga untuk menghormati Erdogan, namanya dijadikan nama rumah sakit berkapasitas 47 tempat tidur instalasi rawat intensif (ICU). Lebih dari itu, bagi Somalia, RS Erdogan bukan hanya simbol persahabatan dengan Turki, tetapi juga penyelamat korban pengeboman al-Shabab, kelompok teroris yang dihadapi pemerintah sejak 2009.
ADVERTISEMENT
Itu secara tidak langsung. Secara langsung, Turki turun tangan dalam upaya kontra terorisme di Somalia. Turki mendirikan pangkalan militer di Mogadishu dan melatih tentara Somalia dengan biaya USD 50 juta. Turki juga melatih tentara Somalia untuk memerangi teroris al-Shabab. Jumlah tentara yang dilatih memang simpang siur, antara 1.500 hingga 5.000.
Tidak hanya di Somalia, Turki juga berperan melawan terorisme di Afrika Barat. Pada tahun 2018 lalu misalnya, Turki meluncurkan dana USD 5 juta untuk memerangi terorisme melalui mekanisme G5 Sahel Joint Force. Inisiatif itu dibentuk Mali, Burkina Faso, Niger, Chad, dan Mauritania pada tahun 2017 untuk menghadapi ekstremisme dan kejahatan terorganisir di kawasan Sahel. Turki bahkan telah mencapai kerja sama militer dengan Niger dan Nigeria (2020), Togo (2021), dan Senegal (2022). Turki juga memberdayakan Agensi Kerjasama dan Koordinasi Turki (TIKA) untuk menyelesaikan persoalan ekonomi yang menjadi pendorong terciptanya ekstremisme di Afrika.
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara Afrika lain Turki turut dilirik untuk urusan pertahanan. Ethiopia, Libya, Maroko, dan Tunisia telah menjadi konsumen pesawat tempur nirawak Turki. Sedangkan Angola, Nigeria, dan Rwanda menunjukan ketertarikan. Turki, sebagai penjual pragmatis, memang tampak menutup mata ketika drone mereka digunakan untuk membunuh warga sipil dalam perang sipil di Ethiopia. Akan tetapi, peminat drone tempur Turki tidak pernah sepi. Bahkan produk itu menjadi salah satu kunci resistansi Ukraina menghadapi invasi Rusia.
Pesawat tempur nirawak yang menjadi buah bibir itu adalah Bayraktar TB2. Kecepatannya 130 km per jam dengan jarak jelajah mencapai 150 km. Teknologi itu berasal dari perusahaan swasta Baykar. Selcuk Bayraktar selaku orang kunci sekaligus direktur utama teknis (CTO) bukan filantropi biasa. Dia adalah menantu Erdogan setelah menikahi putrinya, Sumeyye, pada tahun 2016. Namun, terlepas dari kedekatannya dengan presiden, Bayraktar sosok yang brilian. Dia membangun ekosistem teknologi tinggi di Turki. Saat ini dia dan timnya tengah mengembangkan mobil terbang Cezeri, yang namanya terinspirasi dari penemu dan teknisi Muslim klasik, Ismail al-Jazari (1136-1206).
ADVERTISEMENT
Selain bicara militer dan teknologi, kedekatan Turki dengan Afrika jelas memiliki dampak sosial. Turki sendiri mengupayakan diplomasi publik untuk membangun citra yang baik di hadapan masyarakat Afrika. Setidaknya ada 14.000 pelajar dari Afrika yang memperoleh beasiswa dari Pemerintah Turki dalam sepuluh tahun terakhir.
Di Tanzania drama Turki, terutama Kaderimin Oyunu, punya banyak penggemar. Sulit dipungkiri serial Turki punya daya tarik tersendiri dengan kisah percintaan yang butuh ketegaran luar biasa. Tentu masyarakat Indonesia familiar dengan serial Muhteşem Yüzyıl (Abad Kejayaan) atau Hercai yang pernah tayang.
Diplomasi publik Turki barangkali sukses. Sebab, belakangan semakin banyak orang Afrika yang berkunjung ke Turki. Mereka tidak hanya pengusaha, tetapi juga pelajar dan wisatawan, di samping imigran. Komunitas Somalia, Sudan, Libya, Mesir, Tunisia, Aljazair, Senegal, dan Nigeria tumbuh di kota-kota besar Turki.
ADVERTISEMENT
Jika ditarik lagi ke belakang, ekspansi Turki ke Afrika bukan strategi instan. Situasi dan dinamika regional pulalah yang memaksa Ankara untuk menentukan ke arah mana mereka akan melihat. Turki mulai meneropong ke Selatan mengingat upaya untuk mendekatkan diri ke Barat dengan menjadi anggota Uni Eropa tidak kunjung tercapai. Usulan mereka sejak 1987 hanya berbalas status ‘kandidat’ pada tahun 2004. Sejak itu negosiasi penerimaan Turki sebagai anggota organisasi supranasional di Eropa itu mandek.
Melihat situasi terkini di Tanduk Afrika, sepertinya kepak sayap Turki akan semakin luas dan tinggi. Hassan Sheikh Mohamud, sahabat lama Erdogan, kembali terpilih menjadi Presiden Somalia. Dia dilantik Senin, 23 Mei 2022 setelah sebelumnya mengalahkan petahana Presiden Farmajoo pada pemilu pekan lalu. Kembalinya Mohamud ke tampuk kekuasaan diharapkan dapat membawa Somalia kembali ke percaturan dunia setelah dilanda berbagai perang saudara. Sedangkan bagi Turki, Somalia sangat strategis sebagai pintu masuk ke Afrika.
ADVERTISEMENT