Filsafat Ranjang Kematian Pemimpin Manipulatif

Muhammad Rifqi Musyaffa
Mahasiswa kedokteran Universitas Palangka Raya
Konten dari Pengguna
7 November 2022 19:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rifqi Musyaffa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Bercerita tentang Ranjang Kematian Procrustes (Sumber Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Bercerita tentang Ranjang Kematian Procrustes (Sumber Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai salah satu buah dari alegori filsafat tentang kepemimpinan.
ADVERTISEMENT
Di dunia ini terdapat banyak gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pimpinan, mulai dari gaya demokratis sampai autokratis. Sebagian besar dari kita akan menyebut bahwa gaya kepemimpinan autokratis atau otoriter adalah yang terburuk. Mungkin akan langsung terbayang dalam benak kita siapa saja tokoh pemimpin yang tercatat dalam sejarah yang memiliki gaya kepimimpinan autokratis yang pada akhirnya mendapatkan stigma negatif oleh masyarakat dan generasi sekarang.
Namun, ada tipe kepemimpinan yang lebih berbahaya dan lebih mengerikan daripada sosok pemimpin otoriter yaitu pemimpin manipulatif. Manipulatif sendiri secara literal memiliki makna bersifat memanipulasi dan manipulasi sendiri memiliki arti upaya kelompok atau perseorangan untuk memengaruhi perilaku, sikap, dan pendapat orang lain tanpa orang itu menyadarinya. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa pemimpin manipulatif adalah pemimpin yang memiliki sifat memengaruhi berbagai macam sifat orang lain tanpa orang tersebut menyadarinya untuk mencapai kehendak si pemimpin tersebut.
ADVERTISEMENT
Sifat manipulatif ini menjadi mengerikan sekalipun si pemimpin melakukannya untuk tujuan baik. Hal ini diakibatkan persepsi baik sendiri itu setiap orang berbeda alias subjektif , apalagi jika seandainya seseorang yang memiliki otoritas ingin memaksakan interpretasinya tentang hal yang baik pada orang lain yang mungkin berbeda peradaban dengannya. Bisa saja yang menurutnya baik adalah ketika keuntungan banyak datang pada dirinya atau hanya pada kaumnya. Oleh karena itu, setiap orang harus skeptis terhadap siapapun orang yang memimpinnya karena sesuatu tentang yang baik itu tidak pernah diturunkan secara satu interpretasi oleh Tuhan di dunia ini.
Pemimpin otoriter mungkin akan dengan mudah kita kenali, lebih mudah bagi kita mempersiapkan cara untuk mengantisipasi kerugian-kerugiannya, juga sudah pasti siapa saja yang akan menjadi musuhnya. Namun, pemimpin manipulatif sulit–bahkan mustahil–untuk dikenali dan sulit untuk kita mencari cara bagaimana menangkalnya, apakah yang dilakukannya itu untuk kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan komunitas. Terlepas dari itu semua, keduanya memiliki kesamaan yaitu sama-sama ingin menerapkan standar yang menurutnya benar. Pemimpin otoriter adalah pemimpin manipulatif tingkat rendah, sedangkan pemimpin manipulatif adalah tingkatan tertinggi dari seni memimpin otoriter. Begitulah saya menyebutnya.
ADVERTISEMENT
Dalam mitologi Yunani kuno terdapat ‘Big of three’ dewa-dewi yang merupakan personifikasi yang dibuat oleh orang-orang Yunani kuno untuk menjelaskan hal-hal transendental yaitu Zeus, Hades dan Poseidon. Ketiga nama tersebut konon katanya adalah tiga dewa terkuat yang merupakan anak dari Rhea dan Cronus. Sejalan dengan penjelasan tentang tipe kepemimpinan manipulatif di atas, terdapat sebuah cerita yang masih berkaitan dengan ketiga dewa tersebut. Cerita tersebut adalah cerita tentang Procrustes, anak dari Poseidon (dewa laut), dengan ranjang ‘magisnya’.
Cerita tentang ranjang Procrustes ini juga ditulis menjadi sebuah buku oleh seorang penulis terkenal asal Lebanon, yakni Nassim Nicholas Taleb. Dalam kisah ini, Procrustes , juga disebut Polypemon, Damastes, atau Procoptas , dalam legenda Yunani , dikenal sebagai seorang perampok manipulatif yang tinggal di suatu tempat di Attica—dalam beberapa versi, di lingkungan Eleusis.
ADVERTISEMENT
Ia sering mengundang tamu untuk menghabiskan malam di rumahnya. Orang-orang tertarik karena keramahan dan sambutan hangatnya. Dia menawarkan makanan lezat dan istirahat malam di tempat tidur magis khusus, yang katanya, bisa menyesuaikan panjang siapa saja yang akan berbaring di atasnya.
Procrustes akan memaksa tamunya untuk berbaring di tempat tidur besi. Lalu ia akan mengikatnya ke tempat tidur dan mulai perlakuan kejamnya. Jika tamunya lebih pendek dari tempat tidur, ia akan meregangkan tubuh tamunya pada tempat tidur menggunakan palu sampai panjangnya sama persis dengan tempat tidur, tentu saja ini menyebabkan penderitaan besar dan kematian. Jika tamunya lebih panjang dari tempat tidur itu, maka Procrustes akan memenggal kaki tamunya hingga panjangnya sama dengan tempat tidur. Yang pasti tamunya akan mati karena kehabisan darah. Dalam kedua kasus, korban pasti mati.
ADVERTISEMENT
Dalam versi lain disebutkan bahwa Procrustes bahkan memiliki dua tempat tidur berbeda ukuran untuk mengelabui tamunya. Dengan demikian, tamu yang datang tentunya tidak akan pernah cocok berada di tempat tidur itu dan tidak mungkin melarikan diri dari kematian yang menyakitkan. Pada akhirnya Procrustes dibunuh dengan caranya sendiri oleh pahlawan muda Attica yaitu Theseus , saat Theseus akan bepergian dari Trozen ke Athena .
“Ranjang Procrustes,” atau “Tempat tidur Procrustean,” telah menjadi alegori untuk menggambarkan sifat manipulatif dan kesewenang-wenangan yang memaksa seseorang atau sesuatu untuk masuk ke dalam skema atau standar tertentu.