Geopolitik AS : Gudang Senjata di Kawasan Asia-Pasifik Untuk Demokrasi Taiwan

Muhammad Reza Zwageri
Seorang mahasiswa berusia 20 tahun dengan kromosom XY yang sedang menempuh studi di program studi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman. Memiliki ketertarikan pada isu-isu internasional dan memiliki kegemaran mendengarkan musik.
Konten dari Pengguna
7 Mei 2024 9:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Reza Zwageri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.usni.org/sites/default/files/styles/hero_image_1600/public/AmerSeaPower-PRO-1-21%201%20Opener.jpg?itok=RWkfamGe
zoom-in-whitePerbesar
https://www.usni.org/sites/default/files/styles/hero_image_1600/public/AmerSeaPower-PRO-1-21%201%20Opener.jpg?itok=RWkfamGe
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peran Amerika Serikat di wilayah Pasifik telah lama menjadi fokus strategi keamanan global sejak Perang Dunia II. Pangkalan militer AS di Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara lainnya menjadi simbol kekuatan dan komitmen AS terhadap keamanan regional. Namun, pergeseran geopolitik belakangan ini menuntut penyesuaian dalam menjaga stabilitas di kawasan Asia-Pasifik.
ADVERTISEMENT
Presiden Biden menegaskan pentingnya melindungi Taiwan dari ancaman China, mencerminkan perubahan signifikan dalam pendekatan keamanan AS di wilayah ini. Langkah-langkah pemerintahan Biden, termasuk peningkatan kehadiran militer dan pengembangan sistem senjata baru, bertujuan untuk memperkuat deterensi terhadap agresi militer China dan menjaga stabilitas regional.
Geopolitik Amerika Serikat
Seperti sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika Partai Demokrat berkuasa, orientasi kebijakan luar negerinya sering kali cenderung ke arah militer. Partai Demokrat sering dianggap lebih cenderung terlibat dalam isu-isu keamanan nasional dan menggunakan kekuatan militer untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan luar negerinya. Di sisi lain, Partai Republik cenderung menonjolkan pendekatan yang lebih berorientasi pada persaingan ekonomi dan diplomasi ekonomi sebagai landasan kebijakan luar negerinya. Mereka sering menekankan pentingnya perdagangan, investasi, dan kerja sama ekonomi dalam hubungan internasional.
ADVERTISEMENT
Hal diatas dapat tercermin dari kebijakan Presiden Joe Biden baru-baru ini. Pada Rabu (24/4) yang lalu, ia menandatangani paket bantuan militer tambahan sebesar $95 miliar serta RUU pengeluaran yang baru saja disahkan Kongres. Paket tersebut mencakup alokasi dana sebesar $8,1 miliar yang ditujukan untuk menghadapi China di wilayah tersebut. Selain itu, Menteri Luar Negeri Antony J. Blinken melakukan perjalanan ke Shanghai dan Beijing dalam minggu yang sama untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Blinken menyoroti aktivitas militer China di Selat Taiwan dan Laut China Selatan, yang disebutnya sebagai "mengganggu stabilitas". Ini menandakan ketegangan yang semakin meningkat antara Amerika Serikat dan China terkait dengan isu-isu keamanan di wilayah Asia-Pasifik.
https://i2.wp.com/media.globalnews.ca/videostatic/news/9axoq4pngy-7j6wh35xke/AUKUS_VMS.jpg?w=1040&quality=70&strip=all
Selain itu, ada perjanjian bernilai miliaran dolar yang disebut AUKUS, melibatkan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Melalui perjanjian ini, beberapa kapal selam serang terbaru kelas Virginia dari Angkatan Laut AS akan dipindahkan secara permanen ke Canberra. Tujuan perjanjian ini adalah untuk memungkinkan kekuatan kapal selam AS dan Inggris beroperasi di Australia, membantu melatih awak Australia, dan meningkatkan kemampuan pertahanan negara itu, dan ini juga akan meningkatkan proyeksi keberadaan Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat juga telah meningkatkan kehadiran militer di Asia-Pasifik dengan mengirimkan rudal jelajah Tomahawk ke Jepang dan membentuk resimen Korps Marinir baru di Okinawa. Langkah ini dirancang untuk memperkuat kemampuan perang dari pulau-pulau kecil dan menghancurkan kapal-kapal di laut. Pentagon juga mendapatkan akses ke lapangan terbang dan pangkalan angkatan laut di Filipina, mengurangi kebutuhan akan kapal induk yang rentan terhadap serangan rudal dan kapal selam jarak jauh Tiongkok. Pemerintah Australia menyambut Marinir AS di bagian utara negara itu, dan satu dari tiga lokasi di timur akan menjadi rumah bagi kapal selam serang canggih buatan Amerika. Selain itu, Amerika Serikat telah menandatangani perjanjian keamanan baru dengan Papua Nugini.
https://static01.nyt.com/images/2024/04/12/multimedia/00dc-asia-military-sub-gfkm/00dc-asia-military-sub-gfkm-superJumbo.jpg
Korelasi dengan Sea Power Theory oleh Alfred T. Mahan
ADVERTISEMENT
Sea Power Theory yang dikemukaan oleh Alfred T. Mahan menyoroti pentingnya kekuatan laut dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan suatu negara. Laut China Selatan, sebagai salah satu jalur laut penting bagi perdagangan global dan kaya sumber daya alam, menjadi sorotan utama. China telah mengklaim sebagian besar wilayah ini, memicu ketegangan dengan negara-negara sekitarnya seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Pendekatan Amerika Serikat yang mendukung kebebasan navigasi dan akses di Laut China Selatan sejalan dengan prinsip-prinsip Sea Power Theory. Dalam konteks ini, keberadaan pangkalan militer AS di wilayah ini, termasuk di Guam, Okinawa, dan Filipina, berperan penting dalam mempertahankan prinsip-prinsip ini serta menjaga stabilitas regional.
Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan kekuatan militernya, termasuk dalam bidang angkatan laut. Ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara tetangga dan Amerika Serikat. Kehadiran militer AS di kawasan Pasifik, yang termasuk keberadaan pangkalan militer, memiliki peran strategis dalam menyeimbangkan kekuatan China dan memelihara stabilitas di kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pangkalan militer AS di kawasan Pasifik memungkinkan Amerika Serikat untuk secara efektif memproyeksikan kekuatan militernya di wilayah tersebut, serta melindungi kepentingannya. Ini meliputi perlindungan terhadap jalur perdagangan laut yang vital, pencegahan terhadap potensi agresi dari China, dan juga memberikan dukungan kepada sekutu-sekutu AS di kawasan ini. Dengan demikian, keberadaan pangkalan militer AS di wilayah Pasifik bukan hanya tentang kehadiran fisik, tetapi juga merupakan bagian integral dari strategi AS dalam menjaga stabilitas regional dan melindungi kepentingan nasionalnya di kawasan tersebut.
Kesimpulan
Peran Amerika Serikat di wilayah Pasifik telah menjadi fokus strategi keamanan global sejak Perang Dunia II, dengan pangkalan militer di Jepang, Korea Selatan, dan wilayah lain sebagai simbol komitmen keamanan. Presiden Biden menegaskan perlunya melindungi Taiwan dari ancaman China, dengan langkah-langkah peningkatan militer dan pengembangan sistem senjata baru. Perjanjian AUKUS dan peningkatan kehadiran militer AS di Asia-Pasifik menunjukkan upaya untuk memperkuat proyeksi keberadaan AS di kawasan ini, sambil memberikan dukungan bagi sekutu-sekutu regional. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip Sea Power Theory oleh Alfred T. Mahan, yang menekankan pentingnya kekuatan laut dalam menjaga keamanan suatu negara. Keberadaan pangkalan militer AS di wilayah Pasifik menjadi kunci dalam menjaga stabilitas dan menghadapi tantangan-tantangan baru di kawasan ini.
ADVERTISEMENT