"Milk Tea Alliance" dan Imaji Masa Depan Asia Tenggara

M Scessardi Kemalsyah
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2021 17:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Scessardi Kemalsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring dengan fenomena regresi demokrasi di berbagai penjuru dunia, mulai banyak pula respons dari berbagai lapisan masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya partisipasi mereka dalam memaknai demokrasi itu sendiri. Kelompok kaum muda menjadi salah satunya dan bisa dilihat dari lahirnya Aliansi Teh Susu atau "Milk Tea Alliance" (MTA).
ADVERTISEMENT
MTA sendiri merupakan sebuah aliansi pro-demokrasi berbasis kaum muda yang lahir sebagai respons atas pemerintahan yang otoriter. Bermula di Hongkong dan Taiwan, aliansi ini kemudian menyebar ke Thailand, Myanmar, dan bisa juga ditemui di Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Nama aliansi ini sendiri diperoleh karena adanya kesamaan tren di antara negara-negara tersebut untuk mengkonsumsi minuman berbasis teh susu khususnya di kalangan kaum muda. Tidak mengejutkan kemudian minuman ini justru menjadi alat pemersatu semangat kaum muda ini untuk sama-sama memperjuangkan demokrasi.
Dimotori oleh anak-anak muda, MTA banyak menjalankan aksi-aksinya melalui sosial media dan hal ini pula yang menyebabkan MTA dapat dengan mudah mengembangkan jaringannya ke berbagai negara yang bernasib sama. Tuntutan-tuntutan yang dibawa oleh aliansi ini pun bersifat progresif dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai konservatif di tiap-tiap negara khususnya di Asia Tenggara sendiri. MTA memiliki bayangannya sendiri mengenai masa depan yang lebih baik
ADVERTISEMENT
Di Asia Tenggara, MTA saat ini aktif berpartisipasi pada aksi-aksi yang terjadi di Myanmar dan Thailand. Sejak kudeta oleh junta militer Myanmar yang membatalkan hasil pemilu 2020 secara sepihak, MTA bersama-sama dengan Civil Disobedience Movement (CDM) menjadi motor utama masyarakat Myanmar dalam melawan junta militer yang dipimpin Min Aung Hlaing.
Tuntutan-tuntutan yang dibawa sangat progresif. Selain sebagai pendukung pemerintahan sipil NUG (The National Unity Government of the Republic of the Union of Myanmar), MTA juga mendukung inklusi orang-orang Rohingya ke dalam Myanmar serta juga mendukung adanya pembentukan Myanmar yang federal untuk memastikan pemenuhan hak bagi kelompok-kelompok etnis yang ada di Myanmar. Hal ini berbeda dengan kondisi Myanmar yang sebelumnya penuh konflik etnis disertai kekerasan karena pemerintahan yang hanya dikuasai kelompok militer dan kelompok etnis Bamar saja.
ADVERTISEMENT
Di Thailand, MTA menjalankan aksinya bersama-sama dengan kelompok pemuda lainnya seperti Free Youth, UFTD Thammasat, dan Thalufah dalam melawan rezim militer Prayuth Chan-o-cha yang dianggap gagal dan tidak demokratis. Salah satu tuntutan yang cukup mengejutkan adalah adanya tuntutan akan reformasi kerajaan Thailand sebagai penyebab ketidakdemokratisan Thailand. Hal ini mengejutkan karena selama ini isu-isu terkait kerajaan merupakan isu yang tabu dibicarakan dan tentunya bisa dipidanakan melalui Artikel 112 di Konstitusi Kerajaan Thailand.
Kedua contoh di atas merupakan sedikit contoh yang menggambarkan bagaimana MTA di sini berhasil untuk menyampaikan narasi-narasi baru untuk melawan nilai-nilai usang yang dipertahankan oleh segelintir penguasa untuk mempertahankan posisinya. MTA berhasil menyuarakan hal-hal yang awalnya tidak mungkin disuarakan. Kaum muda di sini berhasil menunjukkan eksistensinya dalam pemerintahan yang lama dikuasai oleh kelompok elite yang didominasi generasi tua.
ADVERTISEMENT
ASEAN sebagai sebuah organisasi regional nampaknya belum cukup menunjukkan kehadirannya dalam memperjuangkan demokrasi. Seringkali permasalahan terkait demokrasi di tingkat regional terkesan sangat kaku dan birokratis sehingga perlu waktu lama untuk mengambil keputusan. Selain itu, sifat ASEAN yang negara-sentris menyebabkan ketidakefektifan pengambilan keputusan. Berkaca pada permasalahan Myanmar, ASEAN membutuhkan waktu yang cukup lama sejak kelahiran 5 Konsensus hingga penunjukan Utusan Khusus untuk Myanmar dan belum ada tindak lanjut lebih jauh lagi. Tidak mengejutkan kemudian kondisi ini menyebabkan ketidakpuasan masyarakat Myanmar terhadap ASEAN.
Keberadaan MTA dan gerakan kaum muda yang kemudian menjadi alternatif bagi masyarakat untuk bisa memposisikan diri mereka dalam berpartisipasi mengawal dan memperjuangkan demokrasi. Melalui serangkaian aksi-aksi nirkekerasan masyarakat terus berupaya melawan praktik-praktik kekerasan yang dijalankan junta militer atau pemerintah setempat dan mendukung satu sama lain walaupun terpisah jarak dan batas-batas negara.
ADVERTISEMENT
MTA berhasil memberikan harapan bagi masyarakat dengan berani mendefinisikan kembali masa depan yang terbaik bagi mereka, berpartisipasi aktif dalam mengakomodir suara-suara yang seringkali kalah dan tidak didengar.
Aksi Anti Rezim Junta Militer di Myanmar (Sumber: Unsplash @tsawunna24)