Ancaman Ambisi Laos dan Hilangnya ASEAN di Sungai Mekong

M Scessardi Kemalsyah
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
16 Juni 2021 15:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Scessardi Kemalsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kegiatan Perikanan di Sungai Mekong (Sumber: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kegiatan Perikanan di Sungai Mekong (Sumber: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sungai Mekong menjanjikan kesejahteraan bagi negara-negara yang dilaluinya. Tidak mengherankan, banyak di antara negara-negara ini sangat bergantung terhadap aliran sungai ini. Mulai dari Delta Mekong yang subur untuk pertanian hingga produksi listrik dari tenaga air, menjadi beberapa contoh keuntungan yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Di balik keuntungan ini, kehadiran Sungai Mekong menyimpan potensi konflik khususnya terkait ambisi negara Laos sebagai the battery of Southeast Asia yang bisa berdampak besar pada negara tetangganya khususnya Kamboja dan Vietnam.
Menurut WWF, Delta Sungai Mekong menjadi pusat industri perikanan, pertanian, dan perkebunan buah Vietnam yang secara keseluruhan menyumbang 27% dari total GDP Vietnam. Selain itu, Industri ekspor perikanan Kamboja juga diproduksi di wilayah ini khususnya di Danau Tonle Sap dan menyumbang 8% dari total GDP Kamboja. Industri ekspor agrikultur Kamboja juga terpusat di sini dan menyumbang 27% dari total GDP Kamboja.
Sebagai satu-satunya negara tanpa laut di Asia Tenggara, tidak mengejutkan Laos sangat berambisi dalam memanfaatkan sungai ini khususnya di bidang energi. Hal ini tidak mengejutkan mengingat Laos dialiri 35% dari total aliran Sungai Mekong. Sejauh ini, terdapat 50 bendungan baru yang sedang dibangun di Laos untuk mendukung mimpinya sebagai eksportir terbesar energi listrik hydropower di Asia Tenggara .
ADVERTISEMENT
Melalui pembangunan bendungan di sepanjang aliran Sungai Mekong, tentunya Laos akan mendapatkan keuntungan yang besar. Laos sekarang ini mengekspor dua pertiga dari energi hidropowernya atau sekitar 30% dari total ekspornya. Ke depannya, Laos diperkirakan akan mengalami penambahan 70% keuntungan ekspor atau senilai 2.6 Juta USD/tahun jika mampu mencapai targetnya.
Luput dari perhatian, ambisi Laos ini menyimpan potensi konflik karena adanya dampak lingkungan yang muncul dari pembangunan bendungan baru oleh Laos dan berdampak langsung pada perekonomian Kamboja dan Vietnam.
Hal ini terlihat dari berkurangnya debit air di Danau Tonle Sap yang penting dalam industri perikanan Kamboja dan hilangnya sedimentasi di Delta Sungai Mekong yang penting untuk kesuburan tanah. Jika agenda Laos ini terus dijalankan, dampak jangka panjang yang bisa timbul adalah penurunan GDP Kamboja dan Vietnam. Diperkirakan, Kamboja akan kehilangan 3.7% GDP dan Vietnam akan kehilangan 0.3%.
ADVERTISEMENT
Dimanakah kehadiran ASEAN terkait ancaman ini? ASEAN nampaknya belum terlihat untuk mengatasi masalah ini. Sejauh ini, hanya MRC atau Mekong River Commission yang aktif dalam menangani masalah ini.
Sebagai organisasi yang berfungsi dalam manajemen pengelolaan Sungai Mekong secara berkelanjutan, MRC yang beranggotakan Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam ini masih mengalami hambatan karena sifatnya yang kurang tegas dan mengikat. Hal ini terlihat dari kontroversi mengenai pembangunan Bendungan Xayaburi oleh Laos yang dianggap melanggar hukum internasional karena dilakukan secara sepihak.
Belum ada kehadiran ASEAN secara nyata dalam mengatur pengelolaan Sungai Mekong. ASEAN sebetulnya memiliki perjanjian kerja sama di wilayah Mekong, bersama Tiongkok, yaitu ASEAN Mekong Basin Development Cooperation (AMBDC) tetapi tidak menempatkan perhatian terhadap pemanfaatan Sungai Mekong secara jelas seperti salah satu proyek besarnya yaitu Singapore-Kunming Railway Link yang hingga saat ini juga belum menemui kejelasan.
ADVERTISEMENT
ASEAN juga memiliki perjanjian kerja sama dengan MRC melalui penandatanganan MoU mengenai kerja sama dalam peningkatan kapasitas negara-negara yang dilalui Sungai Mekong dalam pengelolaan sungai ini.
Mengingat MRC sendiri gagal dalam praktiknya, sulit melihat kerja sama ASEAN-MRC ini untuk bisa memberikan pengaruh yang besar mengingat posisi ASEAN sendiri cenderung lemah. Sejauh ini justru negara-negara di luar ASEAN yang menunjukkan keseriusannya dalam pengelolaan Sungai Mekong seperti Tiongkok dengan Lancang-Mekong Cooperation dan Amerika Serikat dengan Mekong-US Partnership.
Maka dari itu, penting bagi ASEAN untuk menunjukkan peran aktifnya secara serius di kawasan Asia Tenggara dan tidak hanya sebatas di pertemuan-pertemuan resmi yang seringkali menjadi ajang unjuk gigi semata. ASEAN perlu menunjukkan komitmen seriusnya dalam upaya menjaga kestabilan dan perdamaian Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Sangat mungkin konflik muncul di Sungai Mekong jika pembangunan bendungan terus dilakukan tanpa memerhatikan peraturan dan kondisi lingkungan yang ada. Kehadiran AS-Tiongkok di sini seharusnya sudah menjadi peringatan bagi ASEAN untuk memposisikan dirinya sebagai pusat dari negara-negara Asia Tenggara.