Perencanaan Pembangunan Nasional di Tengah Pemilu 2024

Muhammad Fitra Kurniawan
Mahasiswa Konsentrasi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.
Konten dari Pengguna
21 April 2023 20:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fitra Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembangunan kota. Foto: REUTERS/Maxim Shemetov
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembangunan kota. Foto: REUTERS/Maxim Shemetov
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perencanaan pembangunan nasional diperlukan untuk mencapai tujuan bernegara. Tanpa adanya perencanaan pembangunan nasional, maka suatu negara akan mengalami stagnasi atau ketidakberlanjutan dalam proses pembangunan.
ADVERTISEMENT
Arah pembangunan yang tidak menentu dan tanpa arah juga dikhawatirkan perencanaan pembangunan hanya sebatas dokumen. Setidaknya pasca reformasi, Indonesia memiliki model pembentukan perencanaan pembangunan yang melibatkan dari akar masyarakat.
Di samping itu, beberapa dokumen perencanaan tersebut juga seringkali mengacu pada visi misi Presiden & Wakil Presiden dan Kepala Daerah yang terpilih saat pemilihan umum, di antaranya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Dalam Pemilu 2024, Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi termasuk memilih Presiden & Wakil Presiden serta Kepala Daerah. Pemungutan suara pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden akan dilangsungkan Februari 2024, sementara pemilihan umum kepala daerah akan dilangsungkan November 2024.
Ilustrasi Bendera Indonesia. Foto: Shutterstock
Para kontestan pemilu akan membawa visi misi untuk dipilih oleh konstituen. Namun sayangnya apabila merujuk pada sistem perencanaan pembangunan nasional Indonesia, seharusnya antara visi misi dari pemerintahan tingkatan bawah tidak dapat bertentangan dengan di atasnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak hanya disebabkan adanya kemungkinan afiliasi partai politik yang berbeda antara pemerintah pusat dan daerah, namun karena adanya pemilu 2024.
Ditambah lagi adanya persoalan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) pertama yang akan berakhir pada tahun 2025, sehingga visi misi kontestan sejatinya hanya sampai 2025 apabila Undang-Undang RPJPN hingga saat ini belum terbentuk.
Hal ini bagaikan kotak pandora, yang mana terdapat permasalahan yang terduga dalam perencanaan pembangunan nasional di Indonesia di tengah Pemilu 2024.

Penjelasan tentang Perencanaan Pembangunan Nasional

Ilustrasi Pembangunan Jaringan Listrik di Ibu Kota Baru. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Fokus dalam pembahasan ini adalah dokumen perencanaan dalam jangka panjang dan menengah pada level pusat dan daerah, diantaranya RPJPN, RPJMN, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan RPJMD.
ADVERTISEMENT
RPJPN merupakan produk perencanaan yang mengacu terhadap konstitusi dan dituangkan dalam UU dengan jangka waktu selama 20 tahun. Sedangkan RPJMN merupakan produk perencanaan yang mengacu terhadap RPJPN dan dituangkan dalam Peraturan Presiden dengan jangka waktu selama 5 tahun.
RPJMN ini biasanya mengacu pada visi misi calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sementara itu pada tingkat daerah, RPJPD sebagai perencanaan pembangunan jangka panjang atau 20 tahun daerah yang mengacu RPJPN dan dituangkan dalam Regional Regulation. Selain itu, RPJMD sebagai perencanaan jangka menengah atau 5 tahun daerah mengacu terhadap RPJPD dan RPJMN dan dituangkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
Antara dokumen satu dengan yang lain memiliki keterkaitan. Hal ini bertujuan agar perencanaan pembangunan tidak dijalankan secara terpisah, tetapi terintegrasi dan menyatu.
ADVERTISEMENT
Hal ini sesuai dengan definisi sistem perencanaan pembangunan nasional berdasarkan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Konsekuensinya yaitu perencanaan pembangunan memiliki hubungan yang bergantung satu dengan yang lain.

Pemilu dan Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah

Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Hingga saat ini seluruh dokumen perencanaan telah ada sejak 2005. Meskipun dalam beberapa daerah ada keterlambatan 1-2 tahun. Artinya untuk perencanaan jangka panjang yang berlaku selama 20 tahun, akan selesai pada tahun 2025.
Sementara itu, perencanaan jangka menengah untuk level nasional selesai 2024 dan untuk level daerah memiliki jangka waktu perencanaan yang berbeda-beda. Berdasarkan UU 7/2017 tentang pemilu, telah ditetapkan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada dilaksanakan dalam tahun yang sama.
Hal ini mengakibatkan potensi tidak terintegrasinya perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah. Sebab dekatnya waktu pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada.
ADVERTISEMENT
Tentunya, kampanye kepala daerah sudah ada sebelum pengumuman presiden & wakil presiden terpilih. Saya menggambarkan saat kontestan (Calon Presiden atau Calon Kepala Daerah) mengampanyekan visi misinya ke masyarakat.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Maka dalam bayangan konstituen tentu mereka akan berharap visi misi calon terpilih dapat terwujud sesuai janji kampanye. Apabila perlu penyesuaian, maka dalam arti lain bahwa visi misi calon terpilih tidak sesuai dengan janjinya.
Jika mencermati hubungan antara perencanaan pembangunan dan pemilu, maka kebijakan perencanaan pembangunan nasional memiliki keterkaitan erat dengan dinamika politik dan proses pemilihan umum, sehingga akan mempengaruhi proses penyusunan RPJMN dan RPJMD.
Meskipun pada akhirnya akan ada “penyesuaian”, tetapi hal ini jelas membohongi publik secara sistematis. Bagaimana pasangan calon kepala daerah membuat visi misi sesuai dengan tingkat nasional, apabila presiden dan wakil presiden terpilih baru saja diumumkan?
ADVERTISEMENT

Pemilu dan Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang

Ilustrasi perhitungan suara pemilu. Foto: AFP/Bas Ismoyo
Selain itu, permasalahan lainnya adalah perencanaan jangka panjang yang berakhir pada tahun 2025. Hingga saat ini, baik antara DPR dan Pemerintah (Bappenas) belum ada pembahasan mengenai penyegeraan RPJPN yang baru.
Hal ini tentu berimplikasi sulitnya menentukan visi misi Presiden dan Wakil Presiden selama 5 tahun saat pemilu, dalam hal ini 2024-2029, padahal perencanaan jangka panjang nasional akan selesai tahun 2025.
Adanya hal ini sebenarnya merupakan wujud ketidak antisipasi pembentuk UU dalam menyiapkan Pemilu atau kemungkinan Pemilu merupakan prioritas dibandingkan perencanaan pembangunan.
Jika melihat perencanaan pembangunan selain RPJPN, terdapat beberapa dokumen perencanaan jangka panjang yang sering diinformasikan oleh pemerintah yaitu Visi Indonesia 2045, Visi Indonesia 2030, dan SDG’s.
ADVERTISEMENT
Di antara ketiga tersebut, dokumen yang paling kuat dari segi legal formal adalah SDG’s karena sudah ada peraturannya melalui Peraturan Presiden No. 59/2017. Namun, apabila melihat UU SPPN, tidak disebutkan acuan perencanaan pembangunan seperti SDG’s. Tentu hal ini menjadi hambatan dalam menyiapkan perencanaan pembangunan nasional.
Oleh karena itu, perlu adanya inisiatif cepat bagi pembentuk undang-undang untuk menyiapkan perencanaan pembangunan nasional jangka panjang sehingga ada perencanaan yang matang dan potensi tidak integrasinya antar dokumen dapat diminimalisir.
Apabila diperlukan penyesuaian, maka penyesuaian tersebut sejatinya tidak menderogasikan hak-hak warga negara secara berlebihan. Dengan demikian, permasalahan ini menjadi pembelajaran untuk memperhatikan kaitan antara perencanaan pembangunan dan pemilihan Presiden & wakil Presiden, serta Kepala Daerah.
ADVERTISEMENT