Menkominfo: CEO Telegram Sudah Minta Maaf

16 Juli 2017 17:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkominfo Rudiantara  (Foto: Nadia Riso/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menkominfo Rudiantara (Foto: Nadia Riso/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Niat baik CEO Telegram, Pavel Durov, untuk menjalin komunikasi lebih intens dengan pemerintah disambut positif oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara. Rudiantara, atau akrab disapa Chief RA, mengatakan pihaknya sudah menerima permintaan maaf dari Durov terkait tidak adanya proses penanganan laporan dari Kemenkominfo untuk menutup sejumlah kanal publik di Telegram yang kontennya mengandung terorisme. "Pagi tadi kami juga menerima permintaan maaf dari Pavel Durov, CEO Telegram," kata Chief RA kepada kumparan (kumparan.com) pada Minggu (16/7). Rudiantara mengatakan selama ini Durov tidak mengetahui bahwa Kemkominfo sudah menghubungi Telegram sejak 2016 dan mengusulkan beberapa perbaikan proses penanganan konten negatif seperti radikalisme atau terorisme. "Saya mengapresiasi respon dari Pavel, dan Kemkominfo akan menindaklanjuti secepatnya dari sisi teknis lebih detail agar SOP (Standard Operating Procedure) bisa segera diimplementasikan," tambah Chief RA. Pesan yang diterima Kemkominfo itu sesuai dengan apa yang dikatakan Durov dalam pernyataan resmi, yang dipublikasikan melalui kanal Telegram resmi miliknya pada Minggu, (16/7). Dalam pernyataannya, Durov menyarankan tiga solusi kepada pemerintah agar akses layanan web aplikasinya di Indonesia kembali dibuka. Pertama, mereka sudah blokir semua saluran publik terkait terorisme yang diminta pemerintah. Kedua, Durov juga ingin membangun komunikasi langsung dengan Kemkominfo agar mereka bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi dan memblokir propaganda teroris ke depannya. Terakhir, Telegram juga akan membuat sebuah tim moderator yang memiliki kemampuan bahasa Indonesia agar mempercepat proses penanganan konten terorisme. "Telegram adalah aplikasi yang sangat terenkripsi dan pribadi, tapi kami bukanlah teman dari teroris. Faktanya, setiap bulan kami memblokir ribuan kanal publik ISIS dan mempublikasikan hasilnya di @isiswatch. Kami dengan gigih terus mencegah penyebaran propaganda terorisme secara efisien, dan selalu menerima ide untuk menjadi lebih baik dalam hal ini," lanjutnya.
ADVERTISEMENT