Pengungsi Rohingya Di Mata Hukum dan Kemanusiaan

Muhamad Rizky
Mahasiswa Hukum di Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
8 Januari 2024 13:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Rizky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustration made with canva by Author
zoom-in-whitePerbesar
Illustration made with canva by Author

Sejarah Singkat

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengungsi Rohingya merupakan sekelompok etnis m
uslim yang terpaksa kabur dari negaranya yang sedang dalam konflik. Dalam konteks ini, negara yang sedang berkonflik adalah Myanmar. Selain konflik yang sedang terjadi, para pengungsi kabur dikarenakan warga Myanmar banyak yang melakukan penindasan, diskriminasi, pemerkosaan, dan tindak pidana lainnya yang melanggar hak asasi manusia. Diskriminasi tersebut bahkan dilakukan oleh pemerintah Myanmar sendiri, dikarenakan Rohingya merupakan etnis muslim yang merupakan minoritas. Pemerintah Myanmar pun tidak menganggap keberadaan Rohingya. Bahkan, pemerintah Myanmar mencabut status sensus kelompok Rohingya pada tahun 2014 dan hanya menganggap mereka sebagai imigran illegal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pada 2017, pemerintah Myanmar terindikasi melakukan penyiksaan dan genosida terhadap rakyat Rohingya di Rakhine sehingga negara Gambia pun mengajukan kasus ini ke International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional yang merupakan lembaga kehakiman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Gambia bersama 10 negara muslim lainnya, mengajukan kasus tersebut ke ICJ agar Myanmar berhenti melakukan penyiksaan dan genosida yang sedang berlangsung, karena ribuan kelompok Rohingya sudah terbunuh dan ribuan lainnya terpaksa kabur ke negara-negara tetangga untuk mencari keamanan. Namun, Suu Kyi membantah tuduhan genosida tersebut dan mengatakan bahwa yang terjadi di Rakhine merupakan perlawanan militer biasa terhadap kelompok ekstrem muslim yang ada di Rakhine. Selain itu, Suu Kyi juga menyatakan bahwa jika militer Myanmar memang terbukti melakukan kejahatan perang, maka mereka siap menerima hukuman.
ADVERTISEMENT
Para pengungsi Rohingya pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 2009. 193 pengungsi Rohingya pada 7 Januari 2009 pada saat itu terdampar di daerah
Sabang, Aceh. Selanjutnya, pada tahun 2012 pun muncul gelombang kedatangan pengungsi Rohingya lainnya. Para pengungsi terus berdatangan hingga pada tahun 2023. Pada 10 dan 14 Desember 2023, pengungsi Rohingya kembali datang ke Aceh. Banyaknya pengungsi yang datang di tanggal 10 Desember 2023 adalah sebesar 200 orang yang mendarat di Kabupaten Pidie, Aceh. Selain itu, di hari yang sama, 135 orang pengungsi tiba di Dusun Blang Ulam di Aceh Besar. Dari sejarah tersebut, selama puluhan tahun, para pengungsi Rohingya selalu berdatangan ke Indonesia, khususnya daerah Aceh. Sehingga, total pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia adalah sekitar 1.684 orang.
ADVERTISEMENT

Pandangan Hukum

Mengenai perlindungan terhadap pengungsi Rohingya, Hukum Internasional sebenarnya sudah mempunyai hukum dalam menjamin perlindungan dan status mengenai pengungsi yang tertuang dalam Konvensi 1951. Konvensi ini merupakan perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara atau multilateral yang mempunyai tujuan untuk mengatasi permasalahan mengenai pengungsi. Konvensi 1951 dibuat di Jenewa melalui konferensi yang dilaksanakan pada 2 Juli 1951 sampai 25 Juli 1951 dan dihadiri oleh 26 negara. Selanjutnya, diambil dari disertasi Tamara Nurvidia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Konvensi 1951 pun mempunyai beberapa isi penting, yang diantaranya adalah:
ADVERTISEMENT
Konvensi 1951 memastikan perlindungan dan perlakuan yang baik terhadap para pengungsi yang terpaksa kabur dari negara mereka yang dianggap sedang tidak aman. Pembuatan Konvensi tersebut juga terpengaruh oleh efek dari Perang Dunia II, dimana banyak sekali pengungsi perang yang dalam keadaan darurat negaranya.
Selain Konvensi 1951, terdapat juga mengenai Protokol 1967 yang bersifat sebagai amandemen dari Konvensi 1951. Protokol ini ditunjukkan untuk para pengungsi yang lebih universal atau luas, bukan hanya ditunjukkan untuk para pengungsi pada Perang Dunia II tetapi juga nasib pengungsi di seluruh dunia.
Illustration made with canva by Author
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 yang mengatur mengenai pengungsi harus ditaati dan dilaksanakan bagi setiap negara yang telah tunduk dan meratifikasi keduanya dalam sistem negara masing-masing. Sehingga, setiap negara tersebut perlu menerima dan membantu pengungsi yang mencari keamanan ke negara-negara tersebut. Namun, Indonesia dari saat Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dibuat hingga saat ini belum pernah meratifikasi keduanya. Oleh sebab itu, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menampung dan menerima para pengungsi Rohingya. Bahkan, negara-negara lain pun tidak dapat memaksa Indonesia untuk membantu para pengungsi Rohingya karena Indonesia sendiri tidak pernah menundukkan diri kepada Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Maka dari itu, Indonesia dapat menolak dan mengirim para pengungsi ke negara lain ketika Indonesia sudah tidak mampu lagi untuk menampung mereka.
ADVERTISEMENT

Pandangan Kemanusiaan

Illustration made with canva by Author
Meski secara Hukum Internasional Indonesia dapat menolak pengungsi Rohingya dan tidak berkewajiban menampung mereka, terdapat pula konflik kemanusiaan di dalamnya. Hal tersebut didukung oleh sejarah bangsa Indonesia yang dijajah oleh Belanda yang membuat kita dapat merasakan betapa tidak adil dan sedihnya ketika diperlakukan tidak adil di negara sendiri. Terlebih, Indonesia dalam pembukaan UUD 1945 pun bercita-cita ingin melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan. Kondisi yang dialami pengungsi Rohingya merupakan kondisi dimana kemerdekaan mereka dicabut.
Selain itu, sifat gotong-royong dan saling membantu bangsa Indonesia yang telah mengakar dari zaman dahulu pun dapat menjadi pendorong dalam membantu pengungsi Rohingya. Bukan hanya kesamaan faktor kondisi Indonesia yang pernah dijajah saja yang dapat menjadi dasar dalam membantu mereka tetapi juga faktor kemanusiaan yang dimana kita perlu membantu kelompok lain yang sedang dalam penderitaan. Selain itu, genosida yang terjadi kepada kelompok Rohingya pun yang dapat menjadikan faktor lain bagi Indonesia untuk membantu para pengungsi Rohingya. Genosida yang merupakan pembunuhan massal yang dilakukan pemerintah Myanmar kepada kelompok Rohingya merupakan suatu tindakan keji yang melanggar Hak Asasi Manusia sehingga kelompok Rohingya terpaksa untuk mencari perlindungan dari negara lain. Atas dasar kondisi tersebut, sudah seharusnya Indonesia membantu kelompok Rohingya.
ADVERTISEMENT