Yusril: Tidak Mungkin Pemilu Serentak Ada Presidential Threshold

20 Juli 2017 13:14 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Parlemen (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Parlemen (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
ADVERTISEMENT
Perdebatan panjang RUU Pemilu yang akan disahkan dalam paripurna hari ini, mengerucut soal angka presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menyebut presidential thresold tidak mungkin diterapkan karena Mahkamah Konstitusi (MK), sudah memutuskan bahwa Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden mulai tahun 2019 digelar serentak.
"Putusan MK itu memang hanya mewajibkan pemilu serentak sesuai maksud pasal 22E UUD 45, tidak secara khusus putusan itu menyebutkan presidential threshold. Namun putusan MK itu harus dipahami secara utuh dengan logika hukum yang benar, bukan logika politik dan kepentingan," ucap Yusril kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (20/7).
Menurut Yusril, kalau pemilu dilakukan serentak, bagaimana caranya menentukan presidential treshold. Karena itu keberadaan presudential treshold menjadi tidak mungkin dalam pemilu serentak.
"Tentang pencalonan presiden, kita kembalikan kepada norma pasal 6A ayat 2 UUD 45 'pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum'," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Pemilu dimaksud, merujuk pada Pasal 22E ayat 3, yakni pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Jadi pengusulan capres dan cawapres oleh parpol peserta pemilu itu sebelum pemilu DPR dan DPRD, baik pemilu dilaksanakan serentak maupun tidak serentak.
"Dari tafsiran sistematik tersebut, tidak mungkin presidential treshold akan menjadi syarat bagi parpol dalam mengajukan calon presiden," tegas Yusril.
Sementara itu, pemerintah melalui Mendagri Tjahjo Kumolo menyebut putusan MK itu tetap bisa ditafsirkan memperbolehkan presidential threshold. Sumber angkanya adalah hasil Pemilu Legislatif tahun 2014, untuk Pemilu 2019. Namun ini menuai perdebatan karena hasil pemilu 2014 tidak bisa digunakan untuk 2019.