Polemik BEM UI, dan Pelanggaran HAM di Papua : Perspektif HAM dan Historis

MUH FHAJAR FEBRYAN
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Konten dari Pengguna
7 April 2024 14:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUH FHAJAR FEBRYAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi TNI buru KKB Papua. Foto: Pupspen
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi TNI buru KKB Papua. Foto: Pupspen
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
26 Maret 2024, akun Instagram @bemui_official mengunggah postingan dengan cover “TNI ANIAYA SIPIL, HENTIKAN PELANGGARAN HAM DI PAPUA!” isi dari postingan itu berisi jejak rekam pelanggaran HAM yang dilakukan oleh beberapa anggota TNI kepada masyarakat sipil di Papua. Postingan itu diunggah setelah tersebarnya video penganiayaan warga oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) terhadap warga di kabupaten Puncak, Papua Tengah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan postingan tersebut, saya melihat tidak ada yang salah, karena yang disampaikan di postingan itu berisi fakta, dan tidak ada kebohongan sama sekali. Namun jika kita membuka komentar dari postingan itu, maka akan banyak sekali atau bahkan saya bisa katakan mayoritas komentar dari postingan itu kontra terhadap BEM UI. Salah satu akun bernama @attabiq20 berkomentar “Yg setuju bikin petisi bubarkan bem ui >” dan @hendrastapijar dengan komentar “Yuk BEM UI kunjungan ke wilayah KKB yuk”
Posisi saya di sini akan berbicara dari perspektif HAM (Hak Asasi Manusia) dan akan memberikan pertanyaan bagi para tim kontra terhadap BEM UI guna mengaktifkan diskusi hangat pada artikel opini ini. Postingan dari salah satu konten kreator dengan akun Instagram @bobonsantoso juga memancing perhatian netizen, dengan memberi tantangan kepada BEM UI untuk KKN di desa KKB, dan akan memberikan gaji Youtube seumur hidupnya, dengan syarat lokasi ditentukan oleh konten kreator, tidak boleh ada pengamanan sama sekali, maksimal tim KKN 6 orang, wajib berkemah 3 malam di lokasi yang telah ditentukan, dan membuat surat pernyataan sukarela melakukan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya jadi bertanya-tanya ketika melihat dua postingan, baik dari BEM UI dan Bobon Santoso, apa urgensi dari postingan Bobon tersebut yang menyuruh BEM UI untuk KKN di KKB? Lalu di mana letak kesalahan postingan BEM UI? Saya pikir pertanyaan ini mesti dijawab agar bersama-sama mengaktifkan nalar kritis kita dalam menanggapi fenomena semacam ini. Bukan hanya di situ, mereka yang pro dan terus menyuarakan pelanggaran HAM warga sipil di Papua, juga mendapat pandangan yang terkesan kontra. Salah satunya melalui akun Instagram @folkshit yang mengunggah postingan KKB OPM memutilasi anggota Satgas Brimob dengan caption “MANA NIHH SI HAM *emoji berpikir”
Lalu pertanyaan selanjutnya, bagaimana sebenarnya HAM dalam posisi konflik yang terjadi di Papua? Lalu apa pemicu dari konflik di Papua ini secara historis? Sebelum masuk pada posisi HAM, kita terlebih dahulu harus tahu apa itu HAM. Setiap manusia di seluruh dunia pasti memiliki HAM, dan negara wajib untuk memastikan terjaminnya HAM. HAM tidak memandang ras, jenis kelamin ,agama, dll. Berdasarkan Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengertian hak asasi manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara.
ADVERTISEMENT
Kalian juga bisa membaca landasan hukum HAM di Indonesia yang tertera pada Undang-Undang Pasal 28 A hingga 28 J. Dari dua landasan itu sudah terlihat jelas bahwa negara dan instrumennya termasuk TNI dan Polisi wajib menjamin berjalannya HAM. Namun hal itu terkadang menjadi kebalikan, karena beberapa kasus di Papua, justru TNI dan Polisi melakukan pelanggaran HAM kepada masyarakat sipil. Di situlah yang menjadi fokus dari postingan BEM UI, mereka fokus terhadap kasus pelanggaran HAM beberapa anggota TNI kepada masyarakat sipil, bukan kasus pembunuhan anggota KKB atau OPM, dan kasus TNI yang membunuh anggota KKB atau OPM.
Dari situ timbul pertanyaan lagi, apakah TNI, Polri, KKB dan OPM termasuk dari subjek atau rezim HAM? Jawabannya adalah tidak, hal ini didasari melalui artikel jurnal Syamsuddin Radjab, dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar dan Direktur Eksekutif Jenggala Center Jakarta, yang berjudul “PERBEDAAN REZIM HAM DAN REZIM PIDANA” melalui pernyataan bahwa yang mempunyai HAM adalah manusia (individu) di luar dari pada itu tidak dianggap memiliki HAM, dan yang dimaksud di sini adalah kelembagaan: pemerintah, kepolisian, militer, perusahaan, kejaksaan yang tidak memiliki hak kodrati, walaupun mereka dioperasikan oleh individu-individu manusia.
ADVERTISEMENT
Dari situ sudah jelas jika pelanggaran HAM hanya akan terjadi jika hak-hak individu ditindas oleh negara, yaitu hubungan masyarakat dengan negara. Lebih sederhana, Rocky Gerung menyebut individu-individu sebagai makhluk moral dan di luar individu (kelembagaan) sebagai makhluk fungsional. Lalu bagaimana dengan KKB dan OPM? Merujuk pernyataan dari anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon pada Selasa 18 April 2023, Parlementaria di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, KKB dan OPM tidak dianggap masyarakat sipil yang termasuk dari pada rezim HAM. Maka dari situ, kita bisa simpulkan bahwa mereka sudah dianggap sebagai teroris bersenjata.
Merujuk kepada argumentasi sebelumnya, maka tidak akan terjadi pelanggaran HAM jika TNI-Polri siap tembak anggota KKB atau OPM jika terjadi penghadangan atau penyerangan terhadap anggota TNI-Polri dan begitu juga sebaliknya, karena TNI-Polri berada pada status siaga tempur pada daerah yang
ADVERTISEMENT
Yang pertama adalah karena kecurangan pemerintah Indonesia karena tidak sesuai dengan perjanjian New York. Kedua pelanggaran HAM yang masih dilakukan oleh pemerintah dan aparat keamanan negara. Masih sering terjadi diskriminasi dan ketimpangan yang jauh dalam aspek infrastruktur sosial. Empat faktor tadi adalah alasan mengapa banyak dari masyarakat Papua ingin memerdekakan diri, bahkan sampai menciptakan gerakan pemberontakan. Tentu saya tidak membenarkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para kelompok separatis KKB dan OPM dan juga tidak membenarkan pelanggaran HAM yang dilakukan TNI-Porli.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, apa yang diunggah oleh BEM UI di Instagram saya pikir tidak salah, dan terjadi kesalahpamahan atau kesesatan berpikir oleh para masyarakat mengenai HAM. Maka dari itu artikel ini saya ciptakan untuk memberikan enlightment bagi saya sendiri dan publik agar tahu bagaimana konsep HAM, tindakan TNI dan latar belakang terjadinya pemberontakan di Papua. Saya juga berharap artikel ini mendapatkan kritik dan terjadi diskusi hangat setelah artikel ini dibaca oleh masyarakat.
“Aku adalah dinamit, membuat orang lain gelisah, itulah tujuanku”
Friedrich Nietzsche