Ramadan dan Memaknai Perbedaan Pendapat

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
Konten dari Pengguna
29 Maret 2024 9:10 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang sedang mengemukakan pendapatnya dalam forum diskusi. Photo: unsplash.com/Felicia Buitenwerf
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang sedang mengemukakan pendapatnya dalam forum diskusi. Photo: unsplash.com/Felicia Buitenwerf
ADVERTISEMENT
"Saya membantah pendapatnya supaya dia tahu bahwa dia salah selama ini"
ADVERTISEMENT
Komentar ini keluar dari mulut salah seorang karyawan ketika kami sedang rapat. Komentarnya ditujukan kepada seseorang yang tidak sedang berada di dalam forum.
Saya agak kaget mendengar argumennya karena dia termasuk karyawan senior yang sudah bekerja puluhan tahun. Dia memaknai diskusi sebagai proses mendelegitimasi pendapat orang lain yang mana pandangan seperti ini sangat bermasalah dalam dialektika peradaban manusia.
Saya kemudian menanggapi pernyataannya bahwa sesungguhnya dalam konteks diskusi, tidak ada benar salah. Diskusi pada dasarnya merupakan medium untuk saling mempertemukan ide-ide dari setiap orang yang pada akhirnya akan melahirkan sintesa.
Saya dan mungkin kita semua memiliki tipikal yang sama. Kadang-kadang menganggap forum diskusi sebagai ajang untuk menunjukkan bahwa pendapat kita yang paling benar padahal sejatinya, diskusi adalah mempertemukan semua perspektif yang ada di masing-masing kepala kemudian merumuskan sintesa demi kepentingan bersama.
ADVERTISEMENT
Secara sederhana, diskusi merupakan tukar pikiran, gagasan, dan pendapat antara dua orang atau lebih. Tujuannya tentu untuk mencari mufakat yang disepakati bersama.
Dari terminologi di atas, tidak ada sama sekali kaitan antara diskusi dengan benar salah atas pendapat seseorang. Diskusi murni untuk saling bertukar informasi karena kita menyadari bahwa setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda. Maka hasil akhir diskusi bukan tentang menang kalah tetapi kesimpulan yang disepakati bersama.
Dalam proses pembelajaran, salah satu hal yang harus dibuang ke tong sampah adalah sikap merasa paling benar karena akan menghalangi kita untuk memahami pengetahuan baru yang sebelumnya tidak dipahami, sementara ilmu itu sangat luas.
Imam Syafi'i memberikan pandangannya tentang perbedaan pendapat bahwa "saya berprinsip pendapat saya benar, tapi mungkin juga salah. Sementara pendapat lawan saya yakini salah, tapi mungkin benar."
ADVERTISEMENT
Pandangan di atas memberikan kita landasan bahwa dalam diskusi, apa yang kita utarakan harus kita yakini sesuatu yang benar tetapi pendapat kita tidak boleh menegaskan pendapat orang lain.
Eksistensi manusia di alam semesta berlangsung lama karena mereka terus berproses dan beradaptasi dengan kondisi yang baru. Jika saja manusia merasa benar akan dirinya maka mungkin saja peradaban manusia sudah sejak lama hilang di muka bumi ini.

Budaya Diskusi

Masyarakat kita masih sering mencampuradukkan antara menghargai perasaan orang lain dengan budaya diskusi. Sepanjang pengamatan saya, ada hal yang terus berulang di setiap komunitas yang saya jumpai.
Budaya senior junior di kampus juga terkadang membuat proses diskusi menjadi mandek karena ada hierarki yang tercipta. Ketika sedang diskusi dengan orang yang dianggap di atas kita, maka biasanya yang diutarakan bukan ide orisinal tetapi bagaimana agar tidak menyinggung lawan diskusi.
ADVERTISEMENT
Sejak memutuskan untuk kembali aktif di dunia pendidikan, ada hal aneh yang saya temui. Di beberapa kali kelas ketika diskusi berlangsung, setiap mahasiswa yang akan mengutarakan pendapatnya biasanya membuka pertanyaan dengan mengatakan "maaf, izin bertanya."
Saya paham bahwa sikap seperti itu merupakan bentuk kesopanan tetapi saya agak terganggu karena sudah seharusnya ketika dalam forum diskusi, berarti semua peserta bebas bertanya maupun menyatakan pendapatnya tanpa harus mengatakan maaf atau izin.
Tentu tidak mengurangi esensi diskusi tetapi membuat diskusi akan berlangsung kaku. Jika setiap peserta harus memulai pertanyaan dengan kata maaf dan izin maka forum diskusi tidak bisa berlangsung secara egaliter.
Selain itu, masih banyak mahasiswa yang tidak berani mengungkapkan ide-idenya ketika di dalam kelas sementara diskusi kelas merupakan kesempatan bagi para mahasiswa untuk beradu pendapat dengan dosennya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, budaya kesopanan dalam diskusi akan melahirkan ide yang kurang orisinal. Kultur semacam ini juga yang kemudian tidak mampu memicu proses berpikir kritis para mahasiswa yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Pemaknaan Perbedaan Pendapat

Manusia diciptakan dengan keunikan masing-masing bahkan ketika manusia terlahir kembar, perspektifnya tidak akan persis sama karena dipengaruhi oleh preferensi personal. Perbedaan ini disebut rahmat karena akan menambah khasanah pengetahuan yang pada akhirnya membuat manusia mampu menjawab persoalan-persoalan hidupnya.
Jika semua yang berbeda dengan diri kita dianggap sebagai musuh maka tentunya semua orang akan menjadi musuh karena pada hakikatnya, kita memiliki sisi yang berbeda dengan orang lain.
Demokrasi sebagai sistem yang paling banyak diterapkan oleh negara di dunia, membutuhkan perbedaan pendapat. Salah satu bahan bakar demokrasi tentunya adalah perbedaan pendapat yang dikelola dengan baik.
ADVERTISEMENT
Jika tidak ada perbedaan pendapat maka alih-alih muncul demokrasi tetapi yang ada akan didominasi oleh sistem otoriter yang pola kebijakannya top down.
Sesungguhnya, pemilu yang baru saja usai dengan menyisakan pihak yang menang dan akan menjadi bagian dari pemerintah sementara pihak yang akan seharusnya menjadi oposisi.
Sebagai pemimpin yang memahami demokrasi yang ideal maka Presiden terpilih sepatutnya tidak mengajak kelompok rivalnya untuk masuk dalam pemerintahan. Jika itu terjadi maka demokrasi yang kita agung-agungkan tidak akan berjalan dengan ideal.
Perbedaan pendapatan termasuk dalam konteks negara yaitu perbedaan antara pihak pemerintah dan oposisi, harus dimaknai sebagai sebuah hal yang wajar dipelihara dengan baik.
Pemerintah menjalankan tugasnya dengan berbagai kebijakan yang akan diterapkan sementara pihak oposisi menempatkan diri sebagai pengawas pemerintahan. Jika ada kebijakan yang offside maka pihak oposisi yang akan menyentil pemerintah untuk kembali ke regulasi yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Ramadan tahun ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi umat Muslim yaitu adanya perbedaan penentuan awal Ramadan sehingga Muhammadiyah melaksanakan puasa sehari lebih cepat dibandingkan dengan Pemerintah dan NU.
Perbedaan ini cukup menarik karena kedua ormas Islam terbesar di Indonesia tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai ajang untuk saling menepuk dada dengan mengagungkan dalil masing-masing.
Bahkan beberapa orang dari kedua kelompok berusaha memahami kenapa terjadi perbedaan dan dalil apa yang digunakan oleh kelompok yang berbeda dengannya.
Jika pada tataran ritus keagamaan saja, bisa berbeda maka kenapa harus bertengkar ketika berbeda dalam hal pilihan politik. Sementara pengalaman telah mengajarkan kita bahwa pada akhirnya, semua politisi akan berangkulan di belakang layar meskipun mereka menampilkan permusuhan di depan layar kaca.
ADVERTISEMENT
Pada Ramadan kali ini, kita bisa menjadikan momentum untuk memahami hakikat perbedaan tanpa menyalahkan orang lain. Tidak ada yang selamanya benar dan demikian juga tidak ada orang yang selamanya salah. Semua memiliki porsi masing-masing.
Allah SWT sudah memberikan kita panduan bahwa bisa saja Dia menjadikan semua manusia sama tetapi kita dibuat berbeda untuk menguji siapa di antara kita yang mampu menyikapi perbedaan dengan baik.
Al Quran Surat Al-Maidah ayat 48:
Renungan Ramadan #16