Ramadan dan Bencana Di Negeri Ini

Minhajuddin
Akademisi Unisa Bandung - Peneliti pada Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI).
Konten dari Pengguna
26 Maret 2024 9:56 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Minhajuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pusat gempa Tuban. Photo: twitter.com/Info BMKG
zoom-in-whitePerbesar
Pusat gempa Tuban. Photo: twitter.com/Info BMKG
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah minggu lalu Jawa Tengah dikepung banjir, kali ini bumi menunjukkan sisi lain. hari Jum'at yang lalu, bumi bergoyang di daerah Tuban. Goyangan bumi dirasakan tidak hanya di daerah Jawa Timur tetapi juga di sebagian wilayah Indonesia, bahkan getarannya dirasakan oleh masyarakat di wilayah Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT
Negeri ini memang dikenal sebagai negeri yang kaya raya akan sumber daya alam tetapi di sisi lain, negeri ini juga merupakan rumah bagi berbagai jenis bencana alam.
Menurut Indeks Risiko Bencana BNPB 2020 bahwa penyebab intensitas bencana alam yang terjadi di Indonesia disebabkan beberapa faktor seperti Indonesia dilalui oleh cincin api pasifik yang sangat rawan bencana gunung berapi, gempa bumi dan bencana lain akibat akitivtas vulkanis.
Indonesia juga dilewati sabuk Alpide yang menjadi penyebab gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan bencana alam lain. Selain itu, Indonesia berada di daerah tropis yang juga menjadi penyebab terjadinya bencana alam.
Rawannya Indonesia akan bencana alam sudah seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk meningkatkan literasi bencana masyarakat sehingga mengurangi korban jiwa dan kerugian harta yang besar.
ADVERTISEMENT
Penyebab Bencana
Kajian tentang bencana alam, mulai dari penyebab dan proses mitigasinya, sudah dilakukan oleh para ahli tetapi kita sebagai manusia awam menyadari bahwa seberapa banyak pun penelitian tentang bencana maka tidak pernah bisa menolak kehendak alam ketika akan melakukan aktivitasnya yang melahirkan bencana.
Minimal ada dua penyebab bencana alam, pertama karena kondisi alam itu sendiri yang given. Penyebab alamiah yang terjadi karena aktivitas alam itu sendiri tanpa campur tangan manusia di dalamnya.
Kita tidak pernah berharap hidup di daerah yang terdapat gunung api yang masih aktif, atau sesar bumi yang sewaktu-waktu bergerak dan menyebabkan gempa.
Manusia hanya bisa melakukan mitigasi atas penyebab yang pertama agar ketika terjadi bencana, tidak mendatangkan kerugian yang terlalu besar baik harta maupun jiwa.
ADVERTISEMENT
Penyebab kedua adalah ulah manusia. Banjir bandang, longsor, kebakaran hutan, serta pencemaran lingkungan, lazimnya disebabkan oleh eksploitasi masif manusia terhadap alam. Cara manusia menempatkan alam sebagai objek membuat kerusakan alam sehingga melahirkan bencana yang merugikan manusia.
Bencana alam yang disebabkan oleh manusia, tentunya bisa dihindarkan dengan literasi lingkungan masyarakat, termasuk juga diperlukan juga kesadaran manusia untuk mengurangi eksploitasi alam demi keegoisan manusia.
Ada yang berpendapat bahwa bencana yang terjadi karena ulah manusia tidak sepatutnya disebut bencana alam, seharusnya disebut sebagai bencana manusia karena manusialah penyebab datangnya bencana tersebut.
Sejatinya, relasi manusia dengan alam merupakan relasi yang sudah berlangsung sejak peradaban manusia dimulai, namun pada peradaban awal, relasi manusia dengan alam adalah relasi antar subjek.
ADVERTISEMENT
Pola relasi tersebut berubah drastis ketika pandangan antroposentris mulai berkembang. Manusia dianggap subjek dari kehidupan sementara alam tidak lebih hanya sebagai objek pemuas nafsu manusia. Perspektif tersebut kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak mempertimbangkan alam sebagai hal penting yang harus dijaga kelestariannya.
Setidaknya, eksploitasi ugal-ugalan dilakukan oleh manusia sejak dimulainya revolusi industri dan era Aufklarung. Pada saat itu juga terjadi ledakan penduduk dunia dan hasrat manusia semakin besar untuk mendominasi dan mengeksploitasi alam demi kebutuhan dan keinginannya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menjadi kebanggaan manusia sebenarnya menyimpan borok yang membahayakan peradaban manusia, yaitu kerusakan alam yang parah. Pertumbuhan ekonomi berasal dari eksploitasi banal manusia terhadap alam.
Sikap Masyarakat
Di setiap bencana yang terjadi di Indonesia, kita selalu menjumpai berbagai analisis penyebab bencana mulai dari analisis masyarakat awam sampai pada para ahli yang memang memiliki kompetensi tentang bencana. Analisis yang dibuat biasanya berdasarkan atas preferensi masing-masing pribadi.
ADVERTISEMENT
Para ahli akan membuat analisis tentang bencana secara komprehensif mulai dari penyebabnya sampai cara mitigasinya, Biasanya berdasarkan pada sains yang bisa divalidasi secara empirik. Analisis ini dijadikan rujukan dalam hal pengambilan kebijakan pemerintah terkait bencana alam.
Sebagai contoh, menurut pihak BMKG bahwa penyebab gempa Tuban disebabkan oleh sesar lokal dengan beberapa kali gempa susulan. Gempa ini juga diprediksi tidak akan berpotensi menyebabkan tsunami.
Analisis lain yang sering kita dengar ketika terjadi bencana adalah menghubungkan bencana dengan kehidupan masyarakat. Analisis ini yang tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara sains tetapi sangat marak diungkap oleh masyarakat kita.
Mungkin tidak menjadi persoalan besar jika saja hanya masyarakat awam yang terpengaruh dengan argumen tersebut, namun saya mendengar sendiri salah seorang akademisi menghubungkan penyebab gempa Cianjur dengan kehidupan masyarakat Cianjur. Menurutnya, gempat terjadi sebagai peringatan atas masyarakat yang melakukan hal-hal di luar batas toleransi yang diperbolehkan oleh agama.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan bahwa gempa yang terjadi karena masyarakat Cianjur sudah melegalisasi perbuat maksiat seperti LGBT. Gempa ditimpakan sebagai azab dari Tuhan.
Argumen semacam ini menjadi bukti bagaimana sebagian dari kita nir-empati terhadap saudara-saudara kita yang mengalami bencana. Di saat mereka sedang bertahan dari bencana dan membutuhkan bantuan, sebagian dari kita dengan mudahnya memuntahkan kata-kata yang semakin membuat korban menderita secara mental.
Tuduhan paling parah pernah dialamatkan kepada masyarakat Palu ketika terjadi gempa bumi dan tsunami yang dahsyat pada tahun 2018. Gempa tersebut bertepatan dengan pertunjukkan kebudayaan di pantai Talise.
masyarakat Palu dianggap sudah sangat akrab dengan heresy sehingga gempa bumi ditimpakan ketika masyarakat sedang berkumpul merayakan Festival Nomoni.
Sialnya, tidak hanya masyarakat luar Palu yang meyakini penyebab bencana karena kemaksiatan tetapi juga diyakini oleh sebagian masyarakat Palu yang menjadi korban bencana. Keyakinan semacam ini harus respos secara serius karena tentu sangat berbahaya terhadap masyarakat setempat ke depannya.
ADVERTISEMENT
Artinya, jika mereka meyakini hal tersebut sebagai penyebab bencana, maka mereka juga percaya bahwa solusinya adalah dengan melakukan perbaikan diri seperti tidak mendekati kemusyrikan dan tindakan yang dilarang agama.
Keyakinan ini akan kontra produktif terhadap mitigasi bencana karena sewaktu-waktu bencana akan tetap terjadi di daerah yang tergolong rawan bencana meskipun masyarakatnya sudah alim semua.
Memaknai Bencana
Pertama yang harus diluruskan bahwa penyebab bencana alam harus diverifikasi secara empiris. Penyebab bencana yang sifatnya metafisik tidak patut untuk dipublikasikan karena akan menyakiti korban bencana. Mereka sudah menderita karena bencana alam kemudian semakin terpuruk oleh tuduhan bahwa bencana datang karena kemaksiatan mereka.
Kita tidak bisa melarang sebagian kelompok yang meyakini bahwa bencana alam terjadi karena azab Tuhan, tetapi setidaknya keyakinan tersebut jangan diartikulasikan apalagi mengganggu proses recovery dampak bencana. Jika sebagian dari kita meyakini hal tersebut, cukup disimpan dalam hati dan dijadikan pelajaran perbaikan kualitas diri pribadi.
ADVERTISEMENT
Di Ramadan kali ini, ketika bencana kemudian datang tanpa diduga, kita memiliki banyak hal untuk direnungi bahwa sesungguhnya, manusia punya jarak yang sangat luas terhadap hal-hal di luar dirinya yang tidak bisa mereka kontrol, bencana alam contohnya.
Ramadan seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan posisi kita sebagai manusia. Jika pada posisi korban maka mereka harus menyadari bahwa Ramadan mengajarkan untuk bersabar atas ujian yang ditimpakan dari Tuhan sambil terus berusaha untuk bangkit kembali, sembari memperbaiki relasi dengan alam jika bencana yang terjadi karena ulah manusia.
Sementara jika tidak terkena dampak bencana maka kita harus meyakini bahwa Ramadan mengajarkan kita untuk peduli dan berempati terhadap sesama saudara kita yang sedang tertimpa musibah. Dengan begitu, momentum Ramadan akan memberikan kita pelajaran yang berharga bagi seluruh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tentu jangan sesekali menambah derita korban bencana dengan mengatakan bahwa bencana terjadi karena kemaksiatan para korban bencana.
Menurut Gus Baha;
Renungan Ramadan #9