Cerita di Balik Nama Retas, Album Debut Voice Of Baceprot

19 Juli 2023 10:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Voice of Baceprot. Foto: Instagram/@voiceofbaceprot
zoom-in-whitePerbesar
Voice of Baceprot. Foto: Instagram/@voiceofbaceprot
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Trio rock Indonesia Voice Of Baceprot (VoB) belum lama ini memperkenalkan album perdana mereka bertajuk Retas. Album ini sudah dirilis pada 13 Juli lalu di semua platform streaming digital.
ADVERTISEMENT
Merilis album perdana merupakan momen yang sangat berarti bagi tiga mojang asal Garut ini. Setelah melewati banyak tantangan akhirnya Widi Rahmawati, Firdda Marsya Kurnia, dan Euis Siti Aisyah berhasil merilis album debut mereka.
Marsya pun bercerita bagaimana akhirnya ia dan kedua rekannya itu memilih nama album debut mereka dengan Retas. Dalam Bahasa Indonesia retas adalah badan batuan beku yang menerobos dengan memotong batuan lain.
Ini melambangkan bagaimana VoB melihat diri mereka sendiri: batuan beku, produk akhir dari tantangan sosial-ekonomi yang telah membentuk mereka menjadi seperti sekarang.
Retas adalah kumpulan lagu yang mewujudkan tekad kuat mereka untuk membebaskan diri dan mengukir jalan mereka sebagai band, sebagai musisi, dan sebagai wanita mandiri.
ADVERTISEMENT
Mereka juga bercerita bagaimana minimnya fasilitas musik di desa mereka Singajaya di Garut, Jawa Barat. Mereka harus membangun sanggar latihan sederhana sendiri dan hanya bisa manggung di kota terdekat Garut, tiga setengah jam perjalanan.
Mereka harus menghadapi kesulitan yang lebih signifikan, yaitu stigma dan sugesti yang tidak diminta tentang agama dan kesusilaan yang ditujukan kepada mereka.
“Anda harus ingat bahwa kami berasal dari desa yang banyak memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki. Setelah lulus SMA, kami tidak memiliki banyak pilihan. Baik bekerja di rumah atau untuk kerabat di toko serba ada. Atau menikah seseorang yang dipilih oleh orang tua kami," kata Marsya dalam siaran tertulis yang diterima kumparan, Rabu (19/7).
ADVERTISEMENT
Menurut Sitti, pola pikir tersebut sudah bertahan dari satu generasi ke generasi lainnya, bahkan hingga saat ini sehingga untuk mengumpulkan dukungan bahkan dari anggota keluarga mereka menjadi perjuangan yang berat.
"Tidak heran hanya kami bertiga yang berhasil sampai sejauh ini mengingat VOB dimulai dengan 15 anggota pada tahun 2014!" seru drummer Sitti .
Dengan semua kemunduran yang datang dari segala penjuru untuk waktu yang lama, tidak mengherankan jika mereka memainkan peran besar dalam mengembangkan karakter VoB sebagai sebuah band dan sebagai individu. Namun, alih-alih meredam semangat mereka, mereka malah membentuk ketiganya menjadi lebih kuat.
“Kami telah menjadi batu sekarang. Keras, kaku, dan kaku karena semua doktrin dalam pikiran kami. Tetapi melalui musik dan persahabatan kami, kami menjadi sadar sepenuhnya bahwa mereka harus dipotong dan dihancurkan,” jelas Marsya.
ADVERTISEMENT
Dan dari cobaan dan kesengsaraan yang harus mereka derita, VoB memilih untuk menamai album debut mereka Retas. Dalam proses produksinya, Sitti cs dibantu oleh gitaris NTRL Coki Bollemeyer sebagai produser.
“Kami sangat menikmati pembuatan album ini, terima kasih banyak kepada Coki. Dukungan dan apresiasinya terhadap kerja keras yang kami lakukan dalam prosesnya telah membuat perubahan besar. Itu memberi kami energi dan kepercayaan diri untuk memberikan yang terbaik,” sambung Marsya.
Bagi Widi album adalah representasi klasik dari perjalanan kreatif seorang artis, sebuah portofolio hasil kreatif mereka. Jika single yang dirilis terasa seperti bagian terpisah dari kegelisahan kolektif yang terurai, maka Retas adalah perekat yang menyatukan semuanya.
"Secara keseluruhan, seperti seutas benang yang melilit hingga menjadi sebuah karya seni yang utuh, seperti sebuah galeri tempat karya seni dipajang dengan segala kemegahannya,” beber Widi .
ADVERTISEMENT
Retas pertama kali memasuki tahap produksi pada September 2022 dan selesai pada Maret 2023. Album ini menampilkan karya seni sampul yang terinspirasi tasawuf yang diilustrasikan oleh seniman luar biasa Indonesia Dede Cipon.
Dede ingin mengilustrasikan konflik seputar stigma, perilaku menghakimi, dan nilai-nilai fundamental yang akan terus berubah dari waktu ke waktu. Untuk karya seninya ini ia juga mengaku terinspirasi oleh kisah Sufi Rabiaal-Adawiyya yang dikenal sebagai Rabia Basri, sufi perempuan dari abad kedelapan.
"Yang menggelitik saya adalah bahwa meskipun ada konflik yang terus berlanjut di sekitar mereka, VoB masih terus berjuang. Terlepas dari kendala mereka, tampaknya mereka bertiga hanya fokus pada apa yang mereka sukai: musik,” kata Dede.