Pesan Menkum HAM HBP ke-60, Upaya Pidana Non Pemenjaraan Sudah Saatnya Dikuatkan

Media Center Kementerian Hukum dan HAM
Kanal Resmi Pemberitaan Unit Kerja di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dikelola oleh tim Media Center Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Konten dari Pengguna
30 April 2024 13:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Media Center Kementerian Hukum dan HAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Upacara Hari Bakti Pemasyarakatan ke-60, mengusung tema: Pemasyarakatan PASTI Berdampak,  di lapangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkumham),  Senin 29 April 2024. (Foto: Havijay/Kemenkumham)
zoom-in-whitePerbesar
Upacara Hari Bakti Pemasyarakatan ke-60, mengusung tema: Pemasyarakatan PASTI Berdampak, di lapangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkumham), Senin 29 April 2024. (Foto: Havijay/Kemenkumham)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jakarta-Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna H. Laoly, memimpin upacara Hari Bakti Pemasyarakatan (HBP) ke-60, mengusung tema: Pemasyarakatan PASTI Berdampak, di lapangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Senin 29 April 2024.
ADVERTISEMENT
Di sela-sela HBP ke-60 tersebut, Menku HAM Yasonna menyampaikan, melalui implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Maka, jajaran Pemasyarakatan harus siap mengambil bagian dalam transisi berbagai perubahan paradigma pemidanaan.
Walhasil pemidanaan ke depan bukan hanya mampu memberikan penyelesaian secara berkeadilan, tetapi juga memulihkan.
Law as tool of social engineering. Hukum harus mampu menjadi alat untuk merekayasa sosial menuju kebaikan,” ungkap Yasonna Laoly.
Upaya penghukuman melalui perampasan kemerdekaan seharusnya perlu dipertimbangkan kembali, baik atas dasar kemanusiaan, filosofi pemidanaan, maupun faktor sosial-ekonomi negara.
Selain itu, upaya mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan melalui praktik pemenjaraan juga memiliki ekses yang destruktif.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, upaya pidana non pemenjaraan sudah saatnya dikuatkan untuk diimplementasikan sebagai alternatif pidana yang lebih manusiawi.
“Pemasyarakatan telah memiliki peran sentral dalam upaya penjaminan hak kepada mereka yang dikenakan upaya paksa, pembinaan bagi pelanggar hukum, dan terlibat secara signifikan dalam upaya memberikan perlindungan kepada masyarakat dari pengulangan tindak pidana,” ujar menteri yang lahir di Sorkam itu.
Lebih lanjut, usaha Pemasyarakatan tidak hanya bergantung pada kokohnya tembok atau kuatnya jeruji besi. Pemasyarakatan adalah segala bentuk usaha untuk mengembalikan pelanggar hukum ke tengah-tengah masyarakat.
Yasonna mengingatkan, agar tetap berpegang pada prinsip yang diikrarkan dalam Konferensi Lembang tanggal 27 April 1964, yakni tembok hanyalah alat dan bukan tujuan Pemasyarakatan.
“Tidak adanya penolakan masyarakat terhadap kembalinya narapidana merupakan tolak ukur keberhasilan kita dalam pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Dalam mewujudkan tujuan tersebut, kita tidak bisa hanya berfokus kepada para pelanggar hukum saja, tetapi harus meluas sampai ke masyarakat untuk menciptakan ekosistem reintegrasi sosial,” tambahnya lagi.
Selain itu, Menkum HAM Yasonna berpesan kepada seluruh jajaran Pemasyarakatan supaya tetap semangat bekerja dengan penuh dedikasi dan pantang menyerah, serta berikan darma bakti melalui pengabdian yang terbaik.
“Selamat Hari Bakti Pemasyarakatan ke-60. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan bimbingan dan perlindungan dalam setiap langkah kita,” tutur Menkum HAM, Yasonna Laoly.
Yos