Mbah Abdul Wahid Karangklesem Waliyullah Sederhana dengan Karomah Luar Biasa

Maratu sholihah
Mahasiswi Prodi PAI Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Konten dari Pengguna
3 Desember 2022 18:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maratu sholihah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mbah Abdul Wahid Waliyullah Karangklesem, Purbalingga
Sumber: Dokumnen Pribadi
Karangklesem merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga. Desa Karangklesem dikenal sebagai desa yang makmur sejak zaman dahulu dan memiliki segudang sejarah. Banyak ulama masyhur di desa ini yang mensyiarkan ajaran islam. Salah satu tokoh ulama yang sampai saat ini dikenal oleh kalangan masyarakat bernama mbah Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid memiliki nama asli Ruwab bin Abdul Rohman yang dikenal karena memiliki karomah yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Beliau merupakan putra dari Abdul Rohman yang masih memiliki keturunan darah biru dari Prabu Siliwangi. Beliau lahir sekitar tahun 1908 di desa Karangklesem, Purbalingga dan hidup penuh dengan kesederhanaan. Beliau menuntut ilmu di pondok pesantren Tambak Beras, Jombang karena keinginan orang tuanya. Kehidupan di pesantren sangat memprihatinkan terutama untuk kebutuhan makan. Sehingga, beliau berinisiatif mencari makan untuk para santri.
Setelah cukup lama berada di pondok pesantren, beliau pulang ke kampung halaman untuk mensyiarkan ajaran islam. Dakwah beliau tidak hanya dilakukan di Karangklesem saja namun merambah di desa-desa kecamatan Kutasari dan Sokaraja. Beberapa karomah yang dimiliki oleh beliau selama hidupnya yakni dagangan yang diambil oleh beliau di pasar akan terjual habis. Sebaliknya, pedagang yang tidak ikhlas maka daganganya tidak akan terjual seharian. Masyarakat meyakini bahwa beliau memiliki ilmu ngilpat bumi yang dapat berpindah tempat dalam waktu yang singkat. Beliau dapat menangkap burung dengan cara menitiki saja. Namun, sebagian warga memandang beliau sebagai orang yang terlihat gila karena tingkahnya yang tidak wajar. Kebiasaan menyabetkan carang (bambu kecil) ke tanaman warga membuat warga resah karena banyak tanaman yang rusak. Namun, ada sebagian masyarakat yang mengamati beliau sampai pergi. Setelah diamati ternyata hal tersebut menandakan bahwa akan ada tentara Jepang yang akan melewati jalan tersebut. Dengan kejadian ini, masyarakat memiliki asumsi mengenai kelebihan beliau dapat mengetahui kejadian yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1972 Abdul Wahid menghembuskan nafas terakhirnya dalam posisi sedekap di dalam kamar dan di makamkan di pemakaman umum desa Karangklasem. Beliau meninggalkan barang tinggalanya seperti kudi, jas, dan tasbih dari batu. Namun, yang masih terjaga hanyalah kudi yang disimpan di kediaman Bapak Suhud di Desa Karangklesem RT 01/RW 01 dan tasbih yang terbuat dari batu sekarang berada di Wonosobo.
Setelah beliau wafat, makamnya kerap dikunjungi oleh para peziarah dari Jawa Timur. Sebelum warga sekitar mengenal kewaliannya, mbah Abdul Wahid sudah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur. Hal tersebut mensadarkan masyarakat Karangklesem bahwa sebenarnya beliau ialah seorang wali yang diberikan oleh Allah SWT. Amalan pamungkasnya berupa kalimah La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin adalah penggalan dari Surat Al Anbiya ayat 87 doa Nabi Yunus AS di dalam perut ikan, yang dewasa ini dijadikan bacaan zikir.
ADVERTISEMENT
Beliau memiliki kesederhanaan dari semasa hidup sampai akhir hayatnya. Hal tersebut terbukti ketika makam mbah Abdul Wahid dibangun pondasi kuburan seperti makam para wali pada umumnya. Hal aneh pun datang dengan hancurnya pondasi makam. Hal ini membuktikan bahwasanya beliau memiliki kesederhanaan yang luar biasa. Keteladanan mbah Abdul Wahid yang dapat kita ambil yaitu jangan menilai orang hanya dari penampilan, karena penampilan tidak menjamin kepribadian seseorang. Pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah saja, namun kita dapat belajar dari siapa saja dan kapan saja. Selain itu, kita juga harus bisa menolong orang lain dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan.