Kematian Mendadak dan Harapan Mendidik

Imam Sudrajat
Social, Politic, Economic Enthusiast. Lulusan Administasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran, sekarang berprofesi sebagai karyawan swasta di salah satu perusahaan jasa energi.
Konten dari Pengguna
18 Juni 2021 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imam Sudrajat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.shutterstock.com/id/image-vector/visual-drawing-infographics-basic-life-support-1248939169
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.shutterstock.com/id/image-vector/visual-drawing-infographics-basic-life-support-1248939169
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai orang yang beriman, walaupun terkadang kadar keimanannya naik-turun, kita mafhum bahwa kematian adalah hal gaib dan hak prerogatif Sang Pencipta, yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, namun mencari cara dan solusi atas masalah kesehatan dan ketanggapdaruratan, serta meningkatkan harapan hidup adalah kodrat manusia sebagai makhluk yang diberikan akal.
ADVERTISEMENT
Tempo hari, kita cukup dikagetkan dengan kabar meninggalnya Markis Kido secara mendadak, tentu kabar kematian mendadak itu bukanlah pertama, sebelumnya ada Mike Mohede, dan kalangan selebritis lainnya, yang konon kematiannya akibat penurunan kesadaran yang membuat lidahnya jatuh ke belakang dan menutup saluran pernafasan, sehingga membuat jantung tak bisa bekerja maksimal.
Sebelum Markis Kido meninggal, kita sempat disajikan kabar mengenai Christian Eriksen, seorang gelandang Tim Nasional Sepakbola Denmark yang ambruk tergeletak dalam laga melawan Finlandia di ajang Euro.
Lalu, kenapa Eriksen dengan kejadian serupa dengan Markis Kido, Eriksen selamat sedangkan Markis Kido tak terselamatkan?
Kita tahu, keduanya mengalami hal yang sama dan melakoni profesi sebagai olahragawan, namun demikian, yang membuat kita masygul adalah cara penanganannya, kurang terampilnya masyarakat kita dalam memberikan bantuan hidup dasar, akan sangat berpengaruh kepada orang yang mengalami penurunan kesadaran, membutuhkan bantuan hidup dasar dan jantung berhenti mendadak.
ADVERTISEMENT
Setelah saya mengetahui masalah kematian Kido lantaran tersumbatnya jalan napas, akibat turunnya lidah ke belakang, saya jadi otomatis teringat pekerjaan saya di site, di sana kami disediakan mess. Dan di mess berkumpul beberapa orang, pemandangan yang lazim adalah mendengar suara orang mengorok di malam hari bagaikan paduan suara yang saling bersahutan silih-berganti, yang secara langsung atau tidak langsung bisa mengganggu kenyamanan di keheningan malam.
Sewaktu kecil saya menyangka mengorok adalah yang biasa terjadi pada orang dewasa, lantaran keletihan kerja ataupun hal lainnya, alih-alih mengorok ternyata biasanya terjadi lantaran ada sumbatan di saluran nafas manusia.
Tapi untungnya, di mess kami ada seorang dokter yang incharge, dan segera melakukan tindakan, lalu dalam apel paginya dijelaskan materi mengenai jalan napas, dan tata pelaksanaannya yang bisa dilakukan orang awam.
ADVERTISEMENT
Ihwal ini tentu sangat berguna, dan semata-mata dilakukan untuk memberikan pengetahuan, yang setidaknya membuat kita tahu apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang butuh bantuan hidup dasar.
Akan tetapi, hal itu mungkin hanya berada di lingkungan kerja kami, di industri yang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja. Lalu bagaimana dengan orang-orang di luar sana?
Saya jadi syak, jangan-jangan selama ini, ketika saya mendengar orang yang meninggal tatkala tidur, saat pulang rapat atau kerja, saat sedang mengemudi, bahkan saat latihan, baik ada gejala maupun tidak ada gejala, adalah lantaran kurangnya pengetahuan dan kurang tepatnya penanganan, terkait bantuan hidup dasar, sehingga tak heran membuat banyak orang meninggal tiba-tiba.
Berbeda dengan di negara-negara luar terutama Amerika dan Eropa, yang warganya sejak usia dini atau setara sekolah dasar diberikan pengetahuan tentang bantuan hidup dasar, hal ini membuat anak se-usia SD di sana paham dalam melakukan tindakan darurat untuk memberikan bantuan hidup dasar.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di Indonesia, faktanya dan berdasarkan pengalaman dokter yang juga teman dekat saya, disini jangankan masyarakat awam, terkadang petugas medis di puskesmas pun enggan, ayal, dan kebingungan apa yang harus dilakukan dalam menangani seseorang yang membutuhkan bantuan hidup dasar.
Oleh karena itu, mafhum jika kita mengangkat topi kepada kapten Tim Sepakbola Denmark Simon Kjaer dan tim medisnya yang berhasil memberikan bantuan hidup dasar dengan cara melegakan jalan napas, yang sekaligus menyelamatkan nyawa Eriksen.
Pemahaman Simon Kjaer dalam mengatasi bantuan hidup dasar itu, tentu tidaklah instan, yang tiba-tiba terampil, akan tetapi jauh sebelum itu, ia telah mendapatkan pengetahuan dan pelatihan yang membuatnya paham serta tidak salah langkah dalam upaya menyelamatkan nyawa Eriksen.
ADVERTISEMENT
Kita bisa belajar darinya dan negara-negara Eropa maupun Amerika, yang menyematkan pelajaran bantuan hidup dasar dalam sistem pendidikan mereka. Karena kegawatdaruratan bisa terjadi kepada siapapun, kapan pun, dan dimanapun.
Terlebih ada ranah bantuan hidup dasar yang bisa dilakukan orang awam, tentunya dengan disertai pemahaman dan pelatihan dalam bantuan hidup dasar, membuka jalan napas, resusitasi jantung paru, hingga sampai pada menggunakan alat kejut jantung sederhana. Tanpa pemahaman dan pendidikan kegawatdaruratan, maka hal tersebut hanya memunculkan kebingungan malahan bisa berakibat fatal.
Saya ingat betul, dahulu saya hanya mendapatkan sekilas pengetahuan tentang kesehatan dari ekstrakurikuler Palang Merah Remaja di tingkat SMP, seyogianya hal ini yang perlu dibenahi dan ditingkatkan, yakni bantuan hidup dasar, bukan hanya diajarkan pada tingkat ekstrakurikuler, akan tetapi ke depannya perlu adanya kurikulum tentang kesehatan dan bantuan hidup dasar yang diajarkan kepada murid-murid di berbagai jenjang pada satu mata pelajaran khusus.
ADVERTISEMENT
Tentu kita ingat pada pepatah yang mengatakan: “belajar di waktu kecil bagaikan menulis di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagai menulis di atas air”, karena itu, pendidikan terkait bantuan hidup dasar, harus dimasukkan ke dalam mata pelajaran di sekolahan pada tingkat dasar, lebih baik lagi jika diterapkan di setiap jenjang.
Apalagi melihat faktor risiko hidup di negara yang sebagian besar penduduknya sebagai perokok aktif maupun pasif, bergumul dengan polusi, kemacetan, dan pada beberapa daerah tingkat stress masyarakatnya tinggi, naga-naganya dengan muatan pendidikan tentang kesehatan dan bantuan hidup dasar di sekolahan, setidaknya masyarakat awam pun bisa mengatasi kegawatdaruratan, sembari menunggu penanganan dari tim medis, lalu dapat mengurangi risiko kematian mendadak, bahkan bisa meningkatkan tingkat harapan hidup masyarakat Indonesia secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, harapannya di masa mendatang saya tidak lagi mendengar berita kematian mendadak seorang teman, tetangga, saudara, idola maupun keluarga, ataupun mengalaminya sendiri, apalagi karena kurang cakapnya penanganan, oleh karena itu, pengetahuan mengenai penanganan bantuan hidup dasar kepada seluruh lapisan masyarakat harapannya bisa tersebarluaskan.
Sungguh sebuah privilage, jika kita hidup dalam circle masyarakat yang saling tolong menolong, saling memberikan bantuan, tanggap terhadap kegawatdaruratan serta memedulikan kesehatan.
Sebab itu, pentingnya pendidikan mengenai bantuan hidup dasar sebagai kurikulum di sekolahan, agar manusia Indonesia bisa tetap survive dalam menjalani hidup, menggerakkan ekonomi, melaksanakan pembangunan, dan kegiatan positif lainnya.