Meninggalnya Lukas Enembe: Guncangan dan Praktik Politik di Papua

malik royan qodri
Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) jurusan hubungan internasional
Konten dari Pengguna
1 Januari 2024 14:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari malik royan qodri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga memeluk peti jenazah mantan Gubernur Papua Lukas Enembe saat persemayaman di Koya Tenga, Kota Jayapura, Papua, Kamis (28/12/2023). Foto: Gusti Tanati/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga memeluk peti jenazah mantan Gubernur Papua Lukas Enembe saat persemayaman di Koya Tenga, Kota Jayapura, Papua, Kamis (28/12/2023). Foto: Gusti Tanati/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Meninggalnya eks Gubernur Papua Lukas Enembe pada tanggal 26 Desember 2023 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Telah menyisakan duka mendalam di kalangan para pengikutnya. Lukas Enembe tidak hanya sebagai pemimpin politik, tetapi juga dianggap sebagai sesosok figur layaknya raja di mata sebagian massa di Papua. Sehingga kepergiannya di dunia telah membawa kondisi porak-poranda di Papua. Diketahui yang dikutip dari Liputan6 (Prastiwi, 2023), setibanya jenazah Lukas Enembe di Sentani pada tanggal 28 Desember 2023 telah memicu kericuhan, mulai dari 14 korban luka sampai ada 1 mobil yang dibakar, 5 kendaraan rusak berat, 3 bangunan dan sekitar 25 perumahan mengalami kerusakan serta pembakaran.
ADVERTISEMENT
Lukas Enembe, di mata sebagian warga Papua dipandang sebagai raja, yang selama masa jabatannya telah mewakili aspirasi dan hak-hak mereka. Tidak heran bila Lukas Enembe dianggap sebagai raja oleh sebagian warga Papua, hal itu karena Lukas Enembe merupakan putera pertama dari warga pegunungan yang menjadi orang nomor satu di Papua. Kehilangan sosok tersebut memicu kemarahan dan kesedihan di kalangan massa yang merasa kehilangan pemimpin yang mewakili kepentingan mereka.
Kematian mantan Gubernur Papua ini mengejutkan banyak orang dan mengundang reaksi keras dari sebagian masyarakat yang kecewa terhadap pemerintah. Reaksi keras ini tidak hanya menciptakan kekacauan di Papua, tetapi juga menggambarkan ketegangan yang sudah lama berkecamuk di Papua. Masyarakat di wilayah tersebut merasa terpinggirkan dan merindukan keadilan serta perlindungan hak-hak mereka. Meninggalnya Lukas Enembe menjadi titik puncak dari ketidakpuasan ini, yang meledak dalam bentuk protes dan demonstrasi di jalanan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu menanggapi dengan bijak atas kemarahan massa dan mencari solusi yang inklusif. Kematian Lukas Enembe harus menjadi momentum untuk merenung dan mencari pemecahan masalah di Papua. Menyikapi aspirasi masyarakat dengan serius, meredakan ketegangan, dan membangun dialog yang konstruktif mungkin merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembalikan ketenangan di wilayah ini. Sebagai bagian dari Indonesia, Papua perlu mendapatkan perhatian dan pemahaman yang lebih baik. Kematian Lukas Enembe bukan hanya kehilangan sosok pemimpin, tetapi juga menciptakan kesempatan bagi pemerintah untuk membangun kepercayaan dengan memperhatikan dan memenuhi aspirasi masyarakat Papua.

Politik ala Lukas Enembe

Selama menjabat 2 periode gubernur di Papua, Lukas Enembe telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan daerah tersebut. Seperti yang di kutip dari Instagram @goodstats.id (goodstats.id, 2023) pada tanggal 29 desember 2023, bahwa ekonomi Papua telah tumbuh 4,76% dan mampu menekan angka pengangguran sampai 1,16%. Hal tersebut menjadi bukti nyata kerja keras Lukas Enembe selama menjabat. Namun, di akhir kepemimpinannya ia tersandung kasus korupsi dan gratifikasi. Sehingga yang menurut saya menarik untuk dibahas di sini adalah bagaimana Lukas Enembe menjaga legitimasi terhadap masyarakat Papua dengan kompleksitas masalah di akhir jabatannya?
ADVERTISEMENT
Dalam bukunya Nicollo Machiavelli yang berjudul “Il Principe” menjelaskan tentang realitas kekuasaan dan politik pragmatis. Sehingga dalam pandangannya tersebut menjadi basis argumen saya dalam melihat konteks politik Lukas Enembe. Pertama-tama, pandangan Machiavelli tentang kekuasaan sebagai tujuan yang sah mungkin mencerminkan persepsi Lukas Enembe terhadap posisinya di Papua. Sebagai seorang pemimpin yang dianggap sebagai raja oleh sebagian massa, Lukas Enembe mungkin melihat kekuasaan sebagai alat untuk mencapai stabilitas dan keamanan di wilayahnya. Namun, realitas politik di Papua mungkin lebih rumit daripada sekadar mencapai tujuan tersebut.
Stabilitas politik untuk mencegah kekacauan dalam konteks ini adalah ketika Lukas Enembe seorang pemimpin yang memiliki legitiminasi kuat meninggal dunia, telah menciptakan kekosongan kekuasaan di Papua yang potensial memicu kekacauan. Pengikut Lukas Enembe yang merasa kehilangan pemimpinnya dapat menciptakan pergeseran politik yang tidak stabil. Hal itu ditandai dengan kedatangan jenazah Lukas Enembe di sentani pada tanggal 28 Desember 2023 telah menciptakan duka dari warganya dan ketegangan di daerah Papua.
ADVERTISEMENT
Sehingga pemerintah pusat harus menanggapi dengan bijak untuk mencegah konsekuensi yang lebih buruk. Pentingnya pemeliharaan kekuasaan dan cara-cara yang sah untuk mencapainya. Dalam hal itu, pertanyaan etis dan legalitas kepemimpinan Lukas Enembe mungkin menjadi sorotan. Meskipun dianggap sebagai raja oleh beberapa orang, status hukum dan legitimasi kekuasaannya bisa menjadi perdebatan yang kompleks.

Pemerintah salam Menangani Kasus di Papua

Papua memiliki dinamika politik dan sejarah yang unik, dan faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam merumuskan tanggapan terhadap peristiwa seperti meninggalnya Lukas Enembe. Meninggalnya Lukas Enembe menciptakan tantangan besar bagi pemerintah Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Dalam menghadapi krisis ini, pemahaman yang mendalam tentang realitas politik Papua dan dengan menggabungkan elemen-elemen kebijakan yang bijak, pemerintah dapat berusaha mencapai stabilitas politik dan sosial yang berkelanjutan di wilayah ini.
ADVERTISEMENT
Pandangan Machiavelli tentang kekuasaan yang sah dan legalitas kepemimpinan dapat menimbulkan pertanyaan kritis tentang dasar kekuasaan Lukas Enembe dan apakah itu cukup kuat untuk mengatasi pergeseran pasca kematiannya. Pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang bijak terhadap situasi pasca kematian Lukas Enembe. Berbicara dengan para pemimpin oposisi, mendengarkan aspirasi masyarakat Papua, dan menciptakan dialog politik yang inklusif mungkin merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengelola ketegangan politik dan sosial.
Machiavelli juga memperingatkan tentang bahaya kelembutan yang berlebihan dalam kepemimpinan. Di Papua, kebijakan yang terlalu keras atau terlalu lunak dapat memiliki konsekuensi yang merugikan. Pemerintah Pusat perlu menemukan keseimbangan yang tepat antara menanggapi aspirasi masyarakat dan mempertahankan stabilitas politik. Mempertimbangkan pandangan Machiavelli tentang kebijakan yang cerdik dan strategis mungkin menjadi kunci untuk mengelola situasi yang kompleks ini.
ADVERTISEMENT